Kamis, 25 April, 2024

Bahasa “Ajaib” Jokowi Bentuk Kekesalan Isu Politik

MONITOR, Jakarta – Pengamat politik dari Universitas Bunda Mulia (UBM) Silvanus Alvin mengatakan, diksi tabok keluar dari mulut Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan bentuk kekesalan karena diisukan sebagai antek PKI.

Pernyataan Jokowi sebagai peringatan dan ancaman untuk oknum-oknum yang menyebarkan isu PKI itu pada diri Jokowi. Oleh karenanya, Jokowi tidak segan-segan untuk mengambil jalur hukum, atau mengerahkan aparat untuk mencari oknum tersebut.

“Karena isu PKI ini menyerang Jokowi, khususnya secara elektoral dan pribadi. Secara elektoral, ada 9 persen penduduk Indonesia yang percaya, atau hampir 6 juta jiwa. Dengan demikian, Jokowi akan kehilangan suara dari 9 persen itu. Apalagi kredibilitas Jokowi hancur karena dikaitkan dengan PKI,” katanya, Sabtu 24 November 2018.

Sementara itu pengamat politik dari Indonesian Public Institute (IPI) Jerry Massie mengakui, ada banyak bahasa ajaib yang disampaikan Jokowi belakangan ini. Jerry menilai, bahasa ajaib disampaikan Jokowi mungkin karena sangat gemas dengan isu politik yang kian menggelegar. Namun sebagai pemimpin harusnya bisa menguasai emosional.

- Advertisement -

“Memang emosi dalam hal ini perlu ada penguasaan diri. Kan ada kecerdasan emosi atau emotional quitiont, spiritual quitiont (kecerdasan rohani) dan intelectual quitiont (kecerdasan intelektual). Dalam hal ini Jokowi perlu strong lagi soal kecerdasan emosional,” tegasnya.

Jerry menilai, dengan kerapnya Jokowi mengeluarkan pernyataan ajaib maka membuktikan tim komunikasi Jokowi tidak jalan dengan baik alias pincang. Apalagi arti Tabok bisa negatif. Dalam KBBI berarti : memukul (kepala dan sebagainya) dengan telapak tangan; menampar. “Ini konotasinya agak kurang polite (sopan). Barangkali bagi Jokowi ini bahasa yang bisa menaikkan elektabilitasnya,” jelasnya.

Lebih lanjut Jerry mengatakan, sebagai Presiden, pernyataan Jokowi harusnya jangan sampai blunder. Oleh karenanya Jokowi perlu ahli strategi dan komunikasi seperti yang dimiliki Presiden AS Donald Trump. Ahli strategi dan komunikasi tersebut sangat diperlukan agar lingiustik verbalnya Jokowi well done atau bagus. Sehingga bisa menyaring mana bahasa yang perlu dan tidak perlu disampaikan. “Pernyataan yang berkesan negatif jangan diumbar, bisa jadi bumerang,” tegasnya.

Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu) Muslim Arbi mengatakan, istilah sontoloyo, genderuwo dan tabok harusnya tidak patut dilontarkan oleh Jokowi. Karena kata-kata itu bisa mecerminkan Jokowi tidak bisa mengontrol emosinya secara sehat untuk menghadapi realitas politik yang ada. “Kata-kata itu bisa mencermikan Jokowi putus asa atas atas keadaan hari ini. Akibatnya asal asal bunyi (asbun),” paparnya.

Muslim menilai, pernyataan kontroversial yang disampaikan Jokowi sangat disesalkan. Apalagi status Jokowi adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. “Semakin dia (Jokowi) lontarkan istilah dan kosa kata kurang baik maka sesungguhnya dia rendahkan diri sendiri,” jelasnya.

Seperti diwartakan, Presiden Joko Widodo lagi-lagi mengungkapkan kegeramannya tentang masih ada pihak yang menyebarkan isu bahwa dirinya adalah anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

Hal itu diungkapkan Presiden Jokowi saat pidato dalam acara pembagian sertifikat lahan kepada 1.300 warga di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, yang dihelat di Tenis Indoor Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, Jumat 23 November 2018. “Presiden Jokowi itu dibilang, anggota PKI. Kalau enggak percaya lihat media sosial,” ujar Jokowi.

Menurut Jokowi, isu itu tidak masuk logika. Sebab PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang pada tahun 1965/1966. Sementara, Jokowi lahir tahun 1961. Artinya, saat PKI dibubarkan, Jokowi baru berusia 4 tahun. “Mana ada anggota PKI balita,” kata Jokowi yang disambut tawa peserta acara.

Tak hanya sebatas isu, tersebar pula foto Ketua Umum PKI DN Aidit yang sedang berpidato dan di depan podium dan ada sosok yang disebut sebagai Jokowi. Jokowi mengatakan, foto itu adalah dokumen dari sejarah yang diambil tahun 1955 di mana ia belum lahir. “Saya belum lahir tapi sudah ada di situ. Gimana kita ini enggak… Mau saya tabok tapi orangnya di mana” ujar Jokowi yang kembali disambut riuh peserta acara.

Sebelumnya pada 23 Oktober lalu, saat membagikan sertifikat tanah untuk rakyat di Lapangan Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta, Jokowi mengatakan banyak politikus sontoloyo di Indonesia. Ia meminta masyarakat berhati-hati terhadap mereka yang masuk kategori ini. Sebelum melontarkan pernyataan itu, Jokowi menjelaskan alasan pemerintah berencana mencairkan dana kelurahan tahun depan. Namun rencana ini oleh sejumlah pihak terutama kubu oposisi dinilai politis.

Padahal, kata Jokowi, dana kelurahan ini ditujukan untuk kepentingan masyarakat di perkotaan setelah ada dana desa bagi penduduk pedesaan. Masyarakat bisa menggunakan dana kelurahan ini untuk memperbaiki jalan atau saluran air. “Kok jadi ramai. Kami semua ingin agar untuk rakyat jangan dihubungkan dengan politik,” tuturnya.

Usai melontarkan istilah politikus sontoloyo, Jokowi menyindir aksi para politikus yang gemar menyebar propaganda menakutkan. Jokowi menyebut cara politikus tersebut sebagai politik genderuwo. “Coba kita lihat politik dengan propaganda menakutkan, membuat ketakutan, kekhawatiran. Setelah takut yang kedua membuat sebuah ketidakpastian. Itu sering saya sampaikan itu namanya politik genderuwa,” ujar Jokowi, Jumat, 9 November 2018. Cara berpolitik semacam itu, kata Jokowi, bukanlah cara berpolitik yang beretika, karena masyarakat digiring ke arah ketidakpastian dan ketakutan sehingga terkesan kondisi Indonesia mencekam.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER