Jumat, 29 Maret, 2024

Peran Generasi Muda dalam Membangun Etika Politik

Oleh: Andir Firliansyah, ST. MH

Perubahan politik bangsa hanya mungkin dilakukan dengan meningkatkan pendidikan politik rakyat. Tanpa itu, cita-cita menciptakan politik yang sehat dan demokratis masih jauh dari harapan. Apabila individu terpilih yang mewakili rakyat dalam parlemen 2019 mendatang bukanlah individu-individu yang unggul, tidak memiliki visi merubah bangsa menjadi lebih baik, dan sebagainya, maka wajah politik Indonesia tetap dipenuhi oleh aktor-aktor yang rendah kualifikasi moral.

Kita memerlukan aktor-aktor politik yang memiliki kelebihan dalam hal ilmu pengetahuan, memiliki akhlak dan moral yang baik (berbudi pekerti yang luhur), dapat diteladani, dapat menjadi sumber sosialisasi nilai-nilai kebaikan, antara ucapan atau tutur kata dengan perbuatannya tidak terdapat kesenjangan. Generasi muda yang masuk dalam kekuasaan harus membekali diri dengan nilai-nilai moralitas yang baik.

Babak politik Indonesia kalau kita klasifikasi dapat diurutkan sebagai berikut; pertama, kepemimpinan periode awal Indonesia (1945-1966) didominasi oleh aktivis gerakan dan ilmuwan yang merupakan hasil didikan Belanda, ada perpaduan antara aktivisme dan intelektualisme dalam memimpin bangsa.

- Advertisement -

Kedua, kepemimpinan periode 1967-1998 didominasi oleh militer, teknokrat dan akademisi. Pusat kekuasaan berada dalam kendali militer dengan dukungan kuat dari para loyalis rezim untuk mendukung kepemimpinan militer.

Ketiga, kepemimpinan dalam kendali aktivis dan intelektual pada pemerintahan B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati. Pada periode ini terjadi proliferasi kekuasaan, presiden tidak lebih kuat dari lembaga lainnya.

Keempat, kepemimpinan dalam kendali para pengusaha yang melakukan transmisi ke berbagai partai politik dan kemudian mengendalikan partai. Terpilihnya Jusuf Kalla pada 2004 sebagai Ketua Umum Golkar serta Surya Paloh dan Aburizal Bakrie sebagai ketua Dewan Pembinan dan anggota, kemudian terpilihnya Sutrisno Bachir sebagai Ketua Umum PAN, dan masuknya sejumlah pengusaha di
partai-partai besar (PD, PDIP, PKB, PPP, PKS dll) serta partai baru seperti Gerindra menunjukkan bahwa kendali kekuasaan berada dalam kontrol para pengusaha.

Kelima, era dimana demokrasi memasuki babak baru dan sedikt lebih maju dalam catatan sejarah, karna terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara langsung oleh rakyat, artinya tujuan Demokrasi, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat sudah mulai diimplementasikan, akan tetapi demokrasi tanpa moral akan berakhir menjadi pesakitan, dimana era kepemimpinan SBY, banyak sekali tokoh Generasi muda yang tersandung kasus KKN, contohnya M.Nazaruddin, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng dan lain-lain. 10 Tahun SBY berkuasa harus kita akui pertumbuhan ekonomi cukup baik, namun rusak dengan skandal” Korupsinya orang” di lingkaran Istana.

Terakhir, ada sebuah harapan. Bak oase di padang pasir, ketika Jokowi menawarkan Kosep Trisakti dan Nawacita pada Pemilu 2014, dimana rakyat sangat merindukan pemimpin yang low profil dan apa adanya. Namun berjalan waktu ketika sudah duduk di kursi kekuasaan, harapan itu menjadi harapan kosong, dimana Trisakti menjadi Sakit Hati, Nawacita menjadi duka cita “perspektif penulis”. Pada Pemilu 2019 yang sudah di depan mata. Ketika politik pencitraan sudah tidak laku lagi, Jokowi menawarkan politik identitas yang kental, untuk menarik simpati rakyat. Dengan Klaim” keberhasilan pembangun infrastrukturnya. Di tengah morat maritnya pertumbuhan ekonomi nasional.

Saat ini ada dua hal penting yang menjadi tantang generasi muda dalam hal memainkan peran-peran politiknya; pertama, kekuatan ekonomi yang memanfaatkan transisi politik untuk mempermudah akses bisnis mereka pada proses pengambilan kebijakan. Kekuatan ekonomi dapat “melunakkan” sejumlah idealisme generasi muda, bahkan
suatu keniscayaan akan terjerumus dalam pragmatisme politik, alih-alih mau membangun etika dan moral politik, justru yang terjadi sebaliknya.

Kedua, kekuatan politik global yang ikut menentukan arah demokrasi bangsa, pencampuran kekuatan reformis dan status quo menjadi kabur, bahkan partai-partai saat telah disusupi oleh politisi karbitan, termasuk politisi muda.

Untuk mengantisipasi dua tantangan itu, generasi muda harus hadir sebagai individu yang memiliki karakter dan kepribadian yang unggul, menghindari permainan politik yang tidak bermoral, secara sungguh-sungguh dan konsisten menegakkan prinsip al-amr bil ma’ruf wannahyu anil munkar. Generasi muda perlu menunjukkan kualitas diri bahwa mereka memiliki kapasitas untuk melakukan perubahan dari dalam struktur negara dan memangkas habis sistem yang korup.

Dengan cara demikian, etika dan moral politik yang unggul dalam sistem politik demokratis akan dapat diwujudkan. Ini bukan gagasan revolusioner, tetapi gagasan rasional yang dapat dikerjakan dan dilakukan oleh generasi muda guna
berperan serta dalam menata struktur politik, sistem sosial dan budaya masyarakat agar lebih egaliter dan demokratis.

Sistem patronase yang selama ini bahkan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian masyarakat harus segera dipangkas habis. Peran kaum muda akan lebih klop apabila mampu menjaga keseimbangan dirinya, menjaga komitmen dirinya, dan menjaga kosistensi dengan menyatunya antara perkataan dan perbuatan (tutur kata dan perilaku), mereka menyampaikan apa yang dianggap sebagai sesuatu yang benar dan bertindak atas dasar kebenaran itu.

Pemimpin muda yang visioner adalah pemimpin yang dalam dirinya terdapat esensi kepemimpinan yang bersifat integratif, artinya pemimpin muda perlu memiliki kesatuan pandangan mengenai agama, kehidupan sosial, kehidupan politik kenegaraan, ekonomi, hukum, dan budaya. Pemimpin muda yang unggul dalam soal agama, unggul dalam pemikiran tentang politik, tata negara, ekonomi, hukum, manajemen dan peradaban atau dapat kita sebut sebagai tipe pemimpin ideal dengan sendirinya akan membawa implikasi bagi rekonstruksi apa yang selama ini dinilai benar secara politik oleh sebagian orang, ternyata suatu penyimpangan dalam arti sesungguhnya menurut ukuran kebenaran.

Untuk itu Koalisi Muda Perindo (KOMANDO), yang merupakan wadah perkumpulan Generasi Muda Partai Perindo, mengajak anak muda untuk kritis tapi tentunya dengan perbanyak literasi, bukan asal bunyi tanpa dasar. Salam Komando, Salam Indonesia adil makmur sejahtera bermartabat.

*Penulis merupakan Ketua Sayap Koalisi Muda Perindo (KOMANDO) DPW DKI Jakarta

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER