MONITOR, Jakarta – Pada HUT Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke-4, Ketum PSI Grace Natalie mengatakan PSI akan mencegah diskriminasi dan tindakan intoleransi. Selain itu, menurut Grace, saat ini tidak boleh lagi ada penutupan rumah ibadah secara paksa.
“PSI akan mencegah lahirnya ketidakadilan, diskriminasi, dan seluruh tindak intoleransi di negeri ini,” kata Grace Natalie di ICE BSD Hall 3A, Tangerang, Minggu 11 November 2018 lalu. “Partai ini tidak akan pernah mendukung perda Injil atau perda syariah, tidak boleh lagi ada penutupan rumah ibadah secara paksa,” ujarnya.
Terkait pernyataan Grace, Ketum PBNU KH Said Aqil Siradj tidak sependapat. “Saya tidak sependapat. Saya ormas tidak sependapat, itu kan pendapat PSI,” kata Said Aqil kepada wartawan di Gedung LPOI, Jalan Kramat VI, Jakarta Pusat, Sabtu 17 November 2018.
Said menegaskan bahwa keluarnya perda itu disesuaikan dengan konteksnya. Ia mencontohkan, ketika ada penyimpangan di masyarakat, maka perda dikeluarkan. “Konteks keluarnya perda harus diketahui, misal banyak pelacuran, minum-minum, sehingga kita terpaksa keluarkan perda itu,” jelas Said.
Sementara itu, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Koalisi Indonesia Kerja Erick Thohir terkesan tak mau ikut terlibat dengan kontroversi yang dibuat Grace. Erick menilai, pandangan PSI yang menolak pembentukan perda berdasarkan ketentuan hukum agama merupakan sikap partai, bukan koalisi.
Meski demikian, menurut Erick penolakan itu sah-sah saja dilakukan PSI yang berkomitmen memerangi intoleransi, meski hal itu tak serta merta mencerminkan sikap koalisi tim pemenangan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.
Lebih lanjut, Erick mengatakan saat ini koalisi pemenangan Jokowi-Ma’ruf tidak pernah membatasi masing-masing partai pendukung untuk memiliki pandangan individu partai. Di samping itu, hal yang diperjuangkan pun tak mesti sama dengan antar partai pendukung dalam koalisi.
“Saya tidak bilang (pandangan PSI) tidak sesuai (dengan TKN), masing-masing punya, itu hak partai. Tapi yang penting, kami fokus untuk memenangkan Capres-Cawapres. Jangan dibolak-balik, bukan berarti kami tidak mendukung, itu masing-masing partai,” tekannya.
Di sisi lain, Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) melalui kuasa hukum Eggi Sudjana melaporkan Grace Natalie terkait pernyataannya itu. Grace dilaporkan atas dugaan melakukan ujaran kebencian.
Eggi melaporkan Grace ke Bareskrim Polri, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (16/11/2018). Laporan tersebut tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/1502/XI/2018/BARESKRIM.
“Dalam kesempatan ini, kita sudah memberikan warning kepada Grace dalam pengertian warning, sekiranya minta maaf karena statement-nya itu sudah masuk unsur pengungkapan rasa permusuhan, juga masuk kategori ujaran kebencian pada agama. Nah ini limitasi pasalnya bisa dikaitkan dengan Pasal 156 A juncto Pasal 14 dan 15 Undang-Undang No 1 Tahun 1946 tentang memberikan ujaran yang bohong,” kata Eggi setelah melaporkan Grace.
“Apa bohongnya? Bohongnya adalah Grace mengatakan akan menghalangi dan menolak segala bentuk perda syariah dan Injil. Itu bertentangan dan fitnah dikaitkan dengan Surat An-Nisa ayat 135 juncto Surat Al-Maidah ayat 8 dan Surat Al-Kafirun, itu muatan anti diskriminatif muatan berlaku adil dan muatan berlaku toleransinya itu tidak dibenarkan,” lanjut Eggi.
Eggi menilai pernyataan Grace soal penerapan perda syariah memunculkan intoleransi, diskriminatif, dan ketidakadilan merupakan kebohongan publik. Ungkapan Grace, dinilai Eggi, bertentangan dengan ayat-ayat Alquran yang disebutnya.
“Dia bilang kalau pakai perda agama itu menjadi intoleran diskriminatif dan tidak adil, nah di situlah ungkapan kebohongan publik yang diungkapkan si Grace. Dia bertentangan dengan beberapa ayat-ayat Alquran tadi,” ujarnya.
Eggi Sudjana Laporkan Grace Natalie Soal PSI Tolak Perda SyariahFoto: Laporan Eggi Sudjana tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/1502/XI/2018/BARESKRIM. (Lisye/detikcom)
Sementara itu, Sekjen PPMI Zulhair mengatakan semangat PSI menolak perda agama atau syariah bertentangan dengan semangat Pancasila sila pertama, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Hal tersebut telah mencederai rasa keadilan dan hati pemeluk agama di Indonesia, dikarenakan perda syariah dan Injil semuanya dari Allah SWT yang lahir dan ada di dalam Alquran,” ucap Zulhair.
Meski heran atas laporan Eggi tersebut, Grace tetap mempersilakan. “Kami mempersilakan sesuai dengan mekanisme karena laporan juga ada mekanismennya dan itu merupakan hak konstitusi semua orang. Karena itu, silakan saja,” ujarnya.
Di sisi lain, Grace menegaskan, pihaknya tidak anti-agama mana pun. Dia menjelaskan penolakan terhadap perda bermotif agama itu lantaran pihaknya ingin menempatkan agama di tempat tertinggi dan tidak dijadikan alat politik.
“Justru pertanyaannya, kami menolak perda-perda berbasis agama karena kami ingin menempatkan agama di tempat yang tinggi. Karena agama itu jangan lagi dipakai sebagai alat politik,” kata Grace. “Kita ingin agar produk hukum adalah universal, tidak parsial, tidak mendasar pada agama apa pun,” sambungnya.
Hal itu, kata Grace, seperti yang selama ini tercantum dalam UUD 1945 dan Pancasila. Pada sila pertama Pancasila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’, tidak merujuk pada agama mana pun.
“Kami ingin mengembalikan lagi kepada konstitusi agar tidak ada lagi namanya mayoritas-minoritas. Semua agama mulia dan semua warga negara sesuai dengan konstitusi bisa menjalankan keyakinannya di mana pun mereka berada sebagai warga negara. Itu posisi PSI dengan pernyataan tersebut,” tutur Grace.