MONITOR, Langkat – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan dari kabupaten Langkat terkait kasus kekerasan seksual yang menimpa 4 (empat) siswi SD Negeri di Langkat, Sumatera Utara, yang diduga kuat dilakukan oleh seorang guru honorer. Para korban berusia di bawah 10 tahun. Kekerasan seksual dilakukan oleh pelaku terhadap sejumlah siswinya selama beberapa tahun, bahkan kerap dilakukan di dalam kelas saat siswa lain istirahat atau berolahraga di lapangan.
Korban senantiasa diancam tidak naik kelas atau diturunkan rankingnya jika berani melaporkan perbuatan pelaku kepada pihak sekolah maupun orangtua.
Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti mengatakan kasus kekerasan seksual oknum guru ini terungkap setelah salah satu korban menceritakan kepada orangtuanya mengenai perbuatan pelaku. Orangtua korban pun langsung melaporkan perbuatan pelaku kepada kepala sekolah. Hasilnya, pihak sekolah mendukung orangtua korban untuk memproses hukum pelaku.
“Informasi dari kepala sekolah, keluarga korban pernah melapor ke pihak kepolisian (Polsek) pada pertengahan September 2018, namun karena ada ketentuan tertulis dari Kapolres Langkat bahwa untuk semua kasus anak hanya dapat dilaporkan ke unit PPA Polres Langkat. Sehingga dengan demikian, orangtua korban terpaksa harus ke Polres Langkat di Stabat yang waktu tempuhnya dari tempat kejadian lebih dari 3 jam, karena harus menyebrang dengan speedboat,” kata Retno dalam pernyataan tertulis yang diterima MONITOR, Sabtu (20/10).
“Keesokan harinya saat orangtua korban, kepala dusun dan pihak sekolah akan lapor ke Polres Langkat, rombongan dicegat oleh kepala Desa dan dibujuk untuk mediasi. Kebetulan pelaku adalah adik ipar kepala desa,” tambahnya.
Retno menambahkan mediasi kemudian dilakukan dan dihasilkan kesepakatan beberapa pihak agar pelaku di hukum dengan diusir pergi dari kampung korban. Akibatnya, pelaku sudah tidak lagi berada di desa tersebut dan kini tidak diketahui keberadaannya.
“Padahal, untuk kasus kekerasan seksual terhadap dengan pelaku orang dewasa dalam peraturan perundangan tidak bisa diselesaikan dengan mediasi. Hasil kesepakatan justru sangat menguntungkan pelaku. Perginya pelaku yang merupakan predator anak, malah berpotensi akan ada korban anak lagi,” ungkapnya.
KPAI dan LPSK Memastikan Hak Korban Dipenuhi
Setelah menerima laporan kasus ini dari P2TP2A Langkat, KPAI berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Pemerintah Kabupaten Langkat untuk dapat memfasilitasi Rapat koordinasi bagi pemenuhan hak-hak korban dan proses hukum bagi pelaku.
Pada Rabu, 18 Oktober 2018 di gelar rapat koordinasi di kantor pemerintah kabupaten Langkat yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah (SETDA). Rapat di hadiri oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, seperti : Dinas Pendidikan, Dinas PPPA-KB, P2TP2A kabupaten Langkat, P2TP2A Provinsi Sumatera Utara, Unit PPA POLRES Langkat, Kepala SD, Sekretaris Desa, dan Sakti Peksos dari Dinas Sosial kabupaten Langkat.
Adapun hasil rapat koordinasi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Karena kasus kekerasan seksual yang dilakukan oknum guru SD ini bukan delik aduan, maka unit PPA POLRES Langkat akan segera melakukan penyelidikan terhadap kasus ini. KPAI mendorong Polres Langkat segera menangkap dan menahan pelaku.
2. Kasus ini sudah 2 bulan lebih, namun pemerintah daerah Langkat beserta OPD terkait belum memenuhi hak-hak korban, untuk itu KPAI mendorong OPD terkait dapat segera memenuhi hak-hak korban seperti rehabilitasi medis dan rehabilitasi psikis.
3. KPAI mendorong LPSK untuk melakukan perlindungan dan keselamatan terhadap para korban dan keluarganya begitu kasus ini mulai diselidiki kepolisian. Mengingat, pelaku merupakan keluarga Kepala Desa yang memiliki kekuasaan dan sangat di hormati warga desa.
4. KPAI akan bersurat kepada Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS) agar melakukan pengawasan terhadap penyidik kepolisian yang menangani kasus kekerasan seksual ini untuk bekerja demi keadilan dan kepentingan terbaik bagi para korban.