MONITOR, Jakarta – Didiskualifikasinya atlet blind judo, Miftahul Jannah, dari ajang Asian Para Games 2018 karena tidak mau melepas jilbabnya mendapat tanggapan dari Menpora Imam Nahrawi.
Menpora menghargai prinsip Miftah dan berharap adanya terobosan regulasi baru untuk atlet yang berhijab. Hal itu disampaikan Menpora ketika bertemu media di kediamannya Widya Chandra, dan juga saat konfrensi pers di MPC GBK Arena, Senayan, Jakarta, Selasa 9 Oktober siang.
Menurut Imam, peristiwa tersebut tidak ada kaitannya dengan diskriminasi atau hal-hal lain namun murni masalah prinsip dan regulasi.
“Momen ini kita jadikan terobosan untuk membuat regulasi baru untuk atlet-atlet muslimah, saya bangga dan kita semua bangga kepada Miftah yang memegang prinsip sebagai muslimah, tetapi disi lain Miftah juga paham akan regulasi ini. Bismillah usai APG akan kita buat rekomendasi melalui federasi agar ada regulasi baru, termasuk adanya modifikasi jilbab yang aman bagi pejudo,” kata Menpora.
Ternyata betul, bahwa tentang regulasi ini sebenarnya pelatih sudah menjelaskan dan Miftah pun sudah mengetahui. Namun, prinsip kuat sebagai muslimah tetap dipegangnya dengan segala resikonya hingga diskualifikasi.
“Sebelumnya saya sudah tahu bahwa Blind Judo itu tidak boleh pakai jilbab apalagi aturan itu ada di IJF ini dan pelatih juga sudah menjelaskan, tetapi saya ingin menerobos ini semua, dan komitmen saya apapun yang terjadi karena ini masalah regulasi dan saya pun tetap memegang prinsip,” kata Miftah.
Pelatih Judo Ahmad Bahar, menjelaskan memang pemakaian jilbab dengan model seperti yang dipakai Miftah sangat riskan pada saat kondisi tertentu di pertandingan karena dapat dimanfaatkan lawan dan berakibat fatal.
“Ada teknik kuncian dibawah namanya Ne-Wa Za, jilbab itu bisa ditarik dan dililitka di leher, itu bisa fatal dan mematikan,” ujarnya.