MONITOR – Kesedihan Miftahul Jannah, atlet judo putri Indonesia yang didiskualifikasi pada pertandingan judo tuna netra kelas 52 kilogram Asian Para Games 2018, sedikit terobati. Kabarnya, Fraksi PKS memberikan hadiah umroh bagi atlet berusia 21 tahun itu.
Keteguhan Miftahul Jannah terhadap prinsip agama, pun diapresiasi oleh Jazuli Juwaini, Ketua Fraksi PKS. Ia bangga perempuan asal Aceh Barat itu berlapang hati mengorbankan pertandingan di depan matanya karena enggan melepas jilbab. Oleh PKS, pengorbanannya itu diganjar hadiah umroh.
“Kita semua haru dan bangga dengan semangat adik kita yang kokoh keyakinannya tidak mau melepas jilbab betapa pun ia ingin membela dan mempersembahkan medali untuk bangsa ini,” ujar Jazuli Juwaini.
“Kita bangga dan untuk itu kita hadiahkan umrah untuk ananda Miftahul Jannah,” lanjutnya.
Ya, sungguh mengecewakan ketika Miftahul Jannah tak diizinkan untuk bertanding. Ia dianggap telah melanggar aturan. Padahal, ia sudah memakai seragam putih untuk melawan peserta dari Mongolia, Gantulga Oyun. Tiba-tiba terjadi perdebatan antara juri, sang pelatih dan Miftahul Jannah. Selang berapa menit kemudian, ia pergi meninggalkan arena didampingi pelatihnya.
Bukan hanya PKS yang menelan kekecewaan sekaligus terharu. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun turut membela aksi Miftahul. Waketum MUI Zainut Tauhid Sa’adi mengatakan, seharusnya pelarangan itu tak seharusnya terjadi di arena pertandingan, sebab hak asasi manusia terhadap keyakinannya haruslah dihormati.
Zainut juga meminta agar penanggungjawab pertandingan Judo Asian Para Games 2018 mengkomunikasikan hal tersebut dengan pihak yang membuat peraturan, agar dapat merevisi aturan yang sifatnya diskriminatif dan tidak sesuai dengan semangat penghormatan terhadap HAM.
Para pelatih sekaligus pihak penanggungjawab pertandingan menjadi sasaran massa. Kemarahan mereka tumpah karena Miftahul tak diberi ruang untuk bertanding. Hal ini pun membuat Ketua Umum Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Indonesia, Senny Marbun, angkat bicara.
Merasa kecolongan informasi, ia menyatakan pelatih judo atlet disabilitas Indonesia tidak menguasai bahasa Inggris, sehingga pada saat rapat delegasi teknis, perwakilan Indonesia tidak mengetahui aturan tentang larangan penggunaan jilbab dalam pertandingan cabang judo tuna netra Asian Para Games 2018.
“Pelatih judo kami tidak dapat berbahasa Inggris dan tidak tahu aturan larangan berjilbab ketika ada rapat delagasi teknis dari Komite Paralimpiade Asia. Dia juga tidak meminta tolong kepada sesama pelatih untuk menerjemahkan aturan itu. Prinsipnya dalam olahraga tidak ada diskriminasi,” kata Senny dalam jumpa pers di Jakarta, Senin.