MONITOR, Jakarta – Karena menolak membuka jilbab ketika akan bertanding, Miftahul Jannah, atlet blind judo putri Indonesia, didiskualifikasi wasit di ajang Asian Para Games 2018.
Dalam sebuah rekaman video yang diunggah di Facebook Senin 8 Oktober 2018, peristiwa itu terjadi di arena blind judo di Jiexpo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Terlihat Miftahul Jannah sudah bersiap di pinggir arena untuk bertanding di kelas 52 kilogram melawan wakil Mongolia, Gantulga Oyun. Bahkan, atlet asal Aceh Barat, Provinsi Aceh tersebut sudah memakai seragam putih.
Namun, tiba-tiba terjadi perdebatan antara juri dengan pelatih dan juga Miftahul Jannah. Tak berapa lama kemudian, atlet andalan Indonesia itu pergi meninggalkan arena didampingi pelatihnya.
Terlihat suporter Indonesia meneriaki juri karena kecewa atas apa yang terjadi pada Miftahul Jannah. Larangan wasit tersebut memang sudah sesuai dengan aturan yang berlaku dalam pertandingan judo tingkat internasional.
Alasan keselamatan yang mengharuskan setiap atlet judo tampil tanpa penutup kepala. Namun, Miftahul lebih memilih didiskualifikasi ketimbang melepaskan jilbabnya.
“Ini memang aturan dari judo internasional, alasannya karena ditakutkan pada saat main bawah (newasa), akan ketarik dari lawannya yang bisa menyebabkan tercekik,” kata Penanggung Jawab Tim Judo Indonesia, Ahmad Bahar, saat dihubungi wartawan, Senin, 8 Oktober 2018.
Meski demikian, dirinya menilai aturan tersebut sangat minim sosialisasi. Terlebih, aturan tentang penutup kepala itu baru diterapkan sejak awal 2018.
“Peraturan ini sebenarnya sudah diberlakukan sejak awal tahun ini. Pada Asian Games 2018, juga sudah diterapkan. Namun, sosialisasinya kepada atlet masih minim,” kata dia.
Untuk ke depannya, Bahar berharap agar pihak terkait bisa mencari solusi tentang permasalahan ini. Sebab, larangan ini sangat merugikan Indonesia.
“Kami akan cari solusi terbaik untuk ke depannya karena larangan ini sangat merugikan Indonesia. Seharusnya waktu TM (Technical Meeting), negara-negara muslim yang lainnya membantu memperjuangkan hal ini,” ujarnya menambahkan
Wakil Bupati Aceh Barat Daya, Muslizar, membenarkan apa yang terjadi pada Miftahul Jannah. Namun, dirinya menyatakan mendukung sikap Miftahul Jannah yang menolak permintaan pelaksana pertandingan untuk melepas jilbabnya.
“Sikap yang diambil sudah sangat tepat. Jangan hanya karena untuk mengejar prestasi lalu menghilangkan jati diri,” kata Muslizar.
“Sikapnya membuat kami bangga. Ini melebihi ratusan bahkan ribuan medali emas yang hendak dia persembahkan buat daerah, bahkan negara Indonesia.”.
Atlet berusia 21 tahun ini ternyata telah memiliki segudang prestasi meski sudah menjadi tunanetra sejak berumur 3 tahun, tak terkecuali di bidang olahraga. Namun, di Asian Para Games, ia harus mengurungkan niatnya untuk berlaga karena persoalan penggunaan hijab.