MONITOR, Jakarta – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI berhasil mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada laporan kinerja selama lebih lima tahun berturut-turut. Atas raihan tersebut, MPR mendapat apresiasi dari Menteri Keuangan RI.
Sekjen MPR Ma’ruf Cahyono menerima plakat penghargaan dari Menkeu Sri Mulyani di acara Rakernas Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah di Gedung Dhanapala, Jakarta, Kamis (20/9/2019).
Ma’ruf Cahyono mengatakan bagi MPR penghargaan itu tidak hanya menjadi kebanggan tetapi bagian dari capaian akuntabikutas kinerja. WTP adalah penilaian tertinggi atas laporan keuangan kementerian/lembaga negara menyangkut pengelolaan anggaran berbasis akuntabilitas dan transparansi.
“Selama lebih dari lima tahun itulah BPK memberi penilaian kepada MPR predikat WTP berturut-turut sehingga Menteri Keuangan memberikan apresiasi,” katanya.
Menurut Ma’ruf, WTP ini menjadi tolok ukur telah bekerjanya sistem birokrasi di MPR khususnya dalam pengelolaan anggaran yang semakin baik. Ini selaras juga dengan reformasi birokrasi yang sedang berjalan di MPR. Salah satu area reformasi birokrasi adalah pengelolaan anggaran yang berorientasi pada akuntabilitas dan efektivitas pengawasan. “Jadi ini akan menunjang nilai reformasi birokrasi di MPR,” ujarnya.
Ma’ruf menambahkan, pengelolaan anggaran yang baik telah menghasilkan kinerja dalam bentuk produktivitas kerja seperti ditunjukkan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia, tata laksana, pelayanan publik, regulasi, dan lainnya.
“Sehingga WTP ini benar-benar terasa dalam birokrasi. Kita ingin WTP ini memberi dampak pada hasil kerja kita sehingga memiliki nilai manfaat dan sumbangsih terhadap pembangunan, setidaknya dalam pelaksanaan tugas-tugas konstitusional MPR,” tuturnya.
Capaian WTP lebih dari lima kali berturut-turut, lanjut Ma’ruf Cahyono, harus terus dipertahankan. Jauh lebih penting adalah capaian WTP menghasilkan feedback untuk perbaikan ke depan. Sebab, WTP bukanlah satu proses yang selesai, tetapi menjadi instrumen untuk pengelolaan anggaran yang lebih ideal lagi sesuai kebutuhan. Seluruh mata rantai pengelolaan anggaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pengawasan di MPR berujung pada penilaian WTP.
“Setelah mendapat WTP perlu adanya feedback bagi perbaikan ke depan. Oleh karena itu, WTP sesunghuhnya awal bagi pengelolaan anggaran yang lebih ideal,” ucapnya.
“Karena itu capaian ini tidak hanya berhenti pada pengelolaan keuangan secara tertib administrasi, tidak ada penyimpangan dan pemborosan, tapi dalam konteks reformasi birokrasi, dapat memaksimalkan layanan yang lebih berkualitas, yaitu layanan teknis, administrasi, dan keahlian. Ke depan, pengelolaan anggaran MPR yang baik berkorelasi terhadap peningkatan kualitas di ketiga layanan itu,” imbuhnya.
Jika semua berjalan bagus, sambung Ma’ruf, maka MPR memiliki kinerja pelaksanaan wewenang dan tugas yang semakin baik dengan dukungan Sekretariat Jenderal MPR yang sedang menggiatkan reformasi birokrasi agar sesuai dengan kebutuhan ketiga layanan itu.
“Dengan pencapaian WTP lebih dari lima kali berturut-turut, birokrasi di MPR juga bekerja dan berkinerja semakin efektif dengan SDM yang berkualitas dan sejahtera. Pada gilirannya hasil WTP ini menjadi upaya untuk menciptakan budaya kerja yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme, serta efisien, efektif, produktif, dan tertib administrasi,menuju kepemerintahan yang baik” pungkasnya.