MONITOR, Sumenep – Menteri Andi Amran Sulaiman meminta jajaranya untuk mengamankan produksi pada musim hujan atau off season. Musim ini berlangsung pada bulan Januari–Februari, sehingga para petani bawang merah di daerah sentra seperti Brebes, Cirebon, Kendal dan sepanjang pantai utara Jawa tidak banyak menanam bawang merah.
Penyebabnya, intensitas hujan yang tinggi di bulan-bulan tersebut berisiko menggenangi lahan bawang merah. Akibatnya pasokan bawang merah di bulan Maret-April cenderung berkurang meski tidak sampai ekstrim.
Karenanya, Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Hortikultura terus menjaga pasokan bawang merah melalui strategi perluasan tanam di daerah off seasons. Melalui pola tanam off season ini terbukti dapat menjaga stabilisasi pasokan bawang merah.
“Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura terus berupaya menjaga stabilisasi pasokan bawang merah melalui manajemen pola tanam. Caranya dengan mendorong perluasan tanam di daerah – daerah yang bisa tanam saat musim hujan atau off season “, ujar Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Prihasto Setyanto saat mengunjungi sentra bawang merah di Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Minggu (16/9).
Prihasto mengungkapkan di daerah ini, bawang merah yang paling banyak ditanam justru pada saat musim hujan, dengan puncak tanamnya di bulan Januari – Februari. Totalnya mencapai 600 hektar lebih. Panen raya di Sumenep terjadi pada bulan Maret – April, di saat sentra utama seperti Brebes baru mulai tanam. Tak heran jika petani di sini bisa memperoleh harga yang bagus setiap panennya.
“Kalau daerah yang memiliki karakteristik off seasons seperti Kecamatan Rubaru ini diperluas, saya optimis pasokan dan harga bawang merah nasional akan semakin stabil,” ungkapnya.
Lebih jauh Prihasto menenkan Kementan terus mendorong agar daerah hortikultura seperti di Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep menerapkan budidaya bawang merah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. “Saya harap petani mulai menerapkan teknologi likat kuning dan feromon exi secara optimal untuk mengurangi biaya penggunaan pestisida,” ucapnya.
Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Kabupaten Sumenep Habe Hadjat, turut mendampingi kunjungan tersebut menambahkan, wilayah Kecamatan Rubaru memang sejak dulu menjadi sentra bawang merah yang meliputi Desa Mandala, Basoka dan Karangnangka.
“Kontur lahan di sini berlereng sehingga air tidak menggenang saat musim hujan. Intensitas panas matahari juga optimal sehingga menjadikan kawasan tersebut sangat cocok ditanami bawang merah”, terang Habe.
Varietas bawang merah yang banyak ditanam petani adalah Rubaru. Pemilihan nama juga diambil dari kawasan tersebut. Varietas tersebut terbukti tahan hujan dan tidak mudah terserang Fusarium. Produktivitasnya bisa mencapai 8-10 ton per hektar. Saat kabupaten lain produksinya turun di bulan Maret – April, di Sumenep justru terjadi panen raya.
“Tak heran kalau ada yang menyebut Sumenep sebagai penyelamat bawang merah nasional,” beber Habe.
Ilyasin, petani bawang merah Desa Mandala Kecamatan Rubaru mengakui selama lebih dari 18 tahun menanam, lebih banyak untungnya dibanding ruginya. Petani juga tidak mengalami kesulitan menjual hasil panen bahkan saat musim panen raya sekalipun.
“Pendapatan dari hasil tanam bawang merah Rubaru minimal 4x lipat dari modal yang kami keluarkan. Misalnya dengan modal Rp 10 juta, kami bisa dapat hasil Rp 40 – Rp 50 juta setiap panen”, ujar Ilyasin sambil menunjukkan lahan bawang merah miliknya.
“Saat musim kemarau begini kami tetap nanem bawang merah. Untuk pengairan, kami gunakan teknologi lokal sederhana berupa tandon air dari terpal dengan rangka anyaman bambu. Kami menyebutnya sebagai lumbang. Kami fokus untuk persiapan benih tanam raya Januari – Februari nanti,” tambahnya.