MONITOR, Jakarta – Posisi Wakil Kapolri saat ini tengah kosong usai Syafruddin diangkat menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB). Sejumlah nama petinggi polri dikabarkan banyak yang menginginkan posisi nomor dua di korps bhayangkara itu.
Salah satu nama yang disebut bakal mengisi posisi wakapolri adalah Kapolda Metro Jaya, Irjen Idam Azis. Namun, nama tersebut dikabarkan mendapat penolakan dari internal.
Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menilai penolakan terhadap Idam dikarenakan masih ada perwira Polri yang layak dan dianggap senior untuk menggantikan posisi tersebut, atau disebut juga dengan istilah urut kacang. Diatas Idam, tandas Neta masih banyak Jenderal bintang tiga yang lebih senior.
“Selama ini, pengangkatan orang nomor dua di Polri itu selalu diambil dari bintang tiga senior dan tidak pernah tidak urut kacang atau melompat dari bintang dua, ungkap Neta kepada MONITOR, Rabu (15/8).
Menurut Neta, Berdasarkan pendataan IPW, sejak era Presiden Jokowi tatanan urut kacang di Polri sudah cenderung dirusak. Ini yang disesalkan IPW, apalagi internal Polri cenderung membiarkannya.
Mantan ajudan Jokowi misalnya, langsung dimutasi menjadi Kapolda Banten. Padahal di era sebelumnya, semua mantan ajudan masuk Mabes Polri lebih dulu, setelah beberapa bulan baru mutasi jadi Kapolda.
“Begitu juga mantan Kapolresta Solo karena sukses mengamankan pernikahan putri Jokowi dimutasi jadi Wakapolda Jateng. Lalu belum lama ini Korsespri Kapolri dimutasi jadi Wakapolda Sumut,” ujar Netta.
“Jadi sistem urut kacang di Polri sudah banyak yang ditabrak oleh institusi kepolisian. Hal inilah yang banyak menimbulkan kecemburuan yg luar biasa di internal Polri dan ini sangat berbahaya bagi kelangsungan dan sistem kaderisasi di kepolisian,” jelas Neta.
Untuk itu IPW berharap agar elit elit Polri memikirkan masa depan Polri dan sistem kaderisasi urut kacang yang sudah terbangun di Polri selama ini.