MONITOR, Jakarta – Rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi (13/8) bergerak melemah 157 poin menjadi Rp14.643, dibandingkan sebelumnya di level Rp14.486 per dolar AS.
“Data ekonomi dalam negeri yang dinilai kurang baik menjadi salah satu faktor yang menekan rupiah terhadap dolar AS,” kata Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada.
Bank Indonesia mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II-2018 mencapai 8 miliar dolar AS atau tiga persen terhadap produk domestik bruto (PDB), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 5,7 miliar dolar AS atau 2,2 persen terhadap PDB.
Di sisi lain, lanjut dia, sentimen mengenai gejolak ekonomi Turki turut menjadi faktor yang membuat sejumlah mata uang di dunia, termasuk rupiah mengalami tekanan terhadap dolar AS.
“Diketahui, Turki memiliki banyak eksposur utang terhadap Eropa sehingga ketika ekonomi Turki di ambang krisis maka akan mempengaruhi ekonomi Eropa dan dapat berdampak ke negara di kawasan Asia,” katanya.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan Turki terancam krisis keuangan, investor global fokus dengan kondisi ekonomi di Turki seiring dengan meningkatnya kontrol ekonomi dari Presiden Erdogan dan memburuknya hubungannya dengan Amerika Serikat.
“Nilai tukar lira Turki mencatatkan depresiasi tajam. Efek Turki ini dikhawatirkan membuat mata uang dolar AS menguat dan sebaliknya ‘emerging markets’ lain termasuk rupiah akan melemah,” katanya.