MONITOR, Jakarta – Dalam enam bulan terakhir, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat setidaknya ada tiga kasus anak yang terindikasi menjadi korban perdagangan orang untuk tujuan Papua.
Kasus dari Kota Bekasi anak bekerja sebagai pemandu lagu (PL) Karaoke di Nabire, namun ia dieksploitasi secara seksual di tempat ia bekerja tersebut. Kemudian laporan dari Kab. Pringsewu, anak dipekerjakan ke Papua dan belum ada kabar hingga kini. Kemudian 2 remaja asal Kab. Malang yang juga dipekerjakan di sebuah karaoke sebagai PL yang akan dieksploitasi secara seksual namun berhasil melarikan diri ke Polres Boven Digul Papua hingga akhirnya diantar pulang ke Malang.
Dalam catatan Kementrian PP&PA Papua masuk dalam peta jaringan penerimaan perdagangan orang dalam laporan tahun 2017, selain Sumut, Riau, Sumsel, Jateng, Jogja, Jawa Timur, Bali dan NTB.
“Dari tahun 2011 sampai tahun 2018, jumlah pelaporan kasus trafficking dan eksploitasi di KPAI merangkak hingga 1956 kasus,” ujar Ai Maryati Solihah, selaku Komisioner bidang Trafficking Dan Eksploitasi Anak.
Ai pun mendesak pihak kepolisian untuk mengembangkan pemeriksaan pada pelaku terkait kepemilikan tempat hiburan Karaoke di Papua tersebut. Sebab ia sangat potensial melakukan hal serupa selama bertahun-tahun dan memakan korban yang sangat banyak.
“Pada proses hukum, KPAI memberikan masukan agar mengenakan pasal maksimal kepada pelaku sesuai UU No 21/2007 tentang PTPPO dan UU No 35/2014 tentang Perlindungan anak maksimal 15 tahun penjara dengan melihat matangnya perencanaan dan melakukan tindakan-tindakan melawan hukum lainnya kepada korban,” terang Ai Maryati.
Selanjutnya, KPAI akan mengajak para owner dan pemilik industry hiburan yang bergerak dalam bidang Karaoke di Indonesia untuk tidak mempekerjakan anak di bawah 18 tahun, agar terhindar dari kerentanan eksploitasi seksual dan pengaruh buruk situasi dan kondisi yang tidak sesuai dengan tumbuh kembang anak.