MONITOR, Jakarta – Presiden Joko Widodo belum juga mengumumkan siapa kandidat calon presiden yang akan mendampinginya di Pilpres 2019. Maklum, sejumlah parpol yang mengusung Jokowi masih berebut menyodorkan nama kadernya untuk menjadi cawapres.
Situasi (tarik-menarik) kepentingan kandidat cawapres, rupanya dimanfaatkan oleh bakal rival Jokowi di Pilpres 2019, yakni Prabowo Subianto. Ya, Ketua Umum Partai Gerindra itu terus melakukan manuver menjahit koalisi.
Langkah Prabowo itu dianggap lebih maju, “Sementara koalisi Jokowi belum kunjung terbentuk akibat tarik-menarik kepentingan cawapres yang umumnya setiap partai pengusung ingin kadernya menjadi cawapres,” kata pengamat politik dari Bimata Politica Indonesia (BPI) Panji Nugraha, Selasa (17/7).
Prabowo sebenarnya sudah bisa mencalonkan diri sebagai Capres setelah membentuk koalisi Gerindra, PAN dan PKS. Menurut Panji situsi ini berbeda dengan peta politik saat Jokowi maju di Pilpres 2014 lalu. ”Kalau dulu, Pak Jokowi sangat gampang mendapatkan partai pengusung,” ujarnya.
Lebih lanjut Panji mengungkapkan, ada beberapa faktor yang membuat situasi Jokowi terkesan sulit di bandingkan Pilpres 2014 silam. Pertama, elektabilitas Jokowi yang belum aman membuat masing-masing calon parpol pengusung mengklaim jika dengan kadernya bisa memuluskan Jokowi dua periode.
Kedua, Jokowi sendiri tidak sreg dengan nama-nama cawapres yang disodorkan oleh parpol pengusung, dikarenakan dia menyadari bahwa kinerjanya tidak maksimal khususnya di bidang ekonomi, politik dan hukum. Ketiga, PDIP sendiri yang jelas-jelas menginginkan kadernya untuk mendampingi Jokowi.
“Jokowi patut ketar-ketir dengan manuver politik Prabowo yang sudah mendapatkan koalisi, sementara hingga saat ini Jokowi belum menetapkan pendamping akibat tarik-menarik kepentingan cawapres,” tutup Panji.