MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir menilai langkah Bank Indonesia (BI) dalam merespon nilai tukar rupiah yang menyentuh di angka Rp14.300 per dolar Amerika Serikat (AS) sudah bagus.
“Saya lihat upaya BI sudah bagus, sudah on the track. Tapi upaya BI saja belum cukup, upaya ini harus disertai pula dengan kebijakan pemerintah yang pro pada penguatan nilai tukar rupiah, baik sektor makro maupun mikro,” kata Hafisz saat dihubungi, di Jakarta, Senin (2/7).
Menurut dia, disisi Makro ekonomi, Indonesia belum berhasil mengatasi defisit selama 3.5 tahun terakhir, current account selalu defisit.
“Sehingga, pada sisi Mikroekonomi, pelaku bisnis dan jasa industri belum menunjukkan daya saing yang kuat,” ucap politikus PAN itu.
Ia memaparkan, tercatat bahwa nilai export lokal Indonesia masih sangat lemah.
“Di Industri manufaktur, kita lemah. Daya saing global lemah (di Asean saja kita masuk kelompok daya saing bawah) kalah sama Thailand, Malaysia, Singapore, Filipina, dan Vietnam,” ujar dia.
“Kepercayaan luar negeri yang sudah baik (Indonesia sebagai emerging country) belum ter-implentasi dengan baik, sebab sampai kini capital yang masuk baik dari PMA maupun portofolio belum sukses menambah capital untuk mendorong pembangunan dibeberapa sektor (masih seret —> APBN menjadi terasa berat), sshingga pemrintah harus menerbitkan surat obligasi dan meng-issued bond lagi (terpaksa di lakukan),” papar dia.
“Alhasil, kebijakan seperti ini tentu akan terus menguatkan US dollar (alias melemahkan nilai tukar rupiah). Kecuali, hal ini akan berbeda jika dilakukan, yakni produk export kita genjot, daya saing di perbaiki, insentif kepada sektor usaha yang pro export, memperkuat sektor industri manufaktur, memperbaiki kebijakan devisa bebas, dan terakhir harus ada kordinasi yang solid antar kementrian bidang ekonomi,” pungkas Hafisz.