MONITOR, Jakarta – Kegiatan eksplorasi migas sudah bebas pajak, baik untuk kontrak bagi hasil migas skema gross split maupun skema cost recovery.
Untuk skema gross split telah diatur dalam PP Nomor 53/2017 tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Migas Dengan Kontrak bagi Hasil Gross Split. Sedangkan untuk skema cost recovery diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27/2017 tentang Perubahan atas PP Nomor 79/2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Migas.
Untuk kontrak skema gross split misalnya, setidaknya ada 7 insentif terkait fiskal. Empat di antaranya pada tahap eksplorasi, yaitu bebas bea masuk impor atas barang operasi migas, PPN &PPnBM tidak dipungut atas perolehan dan pemanfaatan barang dan jasa operasi migas, PPh Pasal 22 tidak dipungut atas impor barang operasi migas, dan Pengurangan PBB 100%.
Tiga insentif berikutnya yaitu pemanfaatan aset bersama migas (cost sharing) tidak kena PPN, Loss Carry Forward dimana biaya operasi sebagai pengurang ‘pendapatan kena pajak’ diperpanjang dari 5 tahun menjadi 10 tahun, dan yang terakhir, biaya tidak langsung kantor pusat tidak dikenakan PPN.
“Yang paling besar adalah indirect tax, sekarang sampai first oil (mulai produksi), kalau dulunya ‘kan hanya sampai tahap eksplorasi, pada saat eksploitasi sampai dengan first oil akan dikenakan pajak. PP 53/2017 ini sesuai dengan usulan dari kontraktor yang meminta keringanan pajak dari tahap eksplorasi sampai eksploitasi,” ungkap Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi.
*Iklim investasi migas yang menarik*
Sebanyak 186 perizinan sektor ESDM telah dipangkas awal tahun 2018, termasuk 56 diantaranya bidang migas. Selain itu, telah dilakukan penyempurnaan/penerbitan setidaknya terhadap 3 peraturan terkait hulu migas. Itu merupakan jawaban dari keinginan investor agar kepastian investasi lebih menarik.
Kami juga akomodatif terhadap kepentingan investor, selama rasional, aplicable dan tetap lebih menguntungkan negara. Beberapa peraturan sudah kita sempurnakan agar investasi menarik, seperti PP terkait Perpajakan kontrak cost recovery, Permen (Peraturan Menteri) ESDM terkait Gross Split, dan Penerbitan PP Perpajakan kontrak gross split. Insentif tersebut sudah ada, sudah jalan, jelasnya.
Selain itu, dalam Permen ESDM Nomor 52/2017 tentang Perubahan atas Permen ESDM Nomor 8/2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dinyatakan bahwa kontraktor dapat diberikan tambahan persentase bagi hasil jika komersialisasi lapangan migas tidak mencapai keekonomian.
Tambahan bagi hasil tersebut dapat ditetapkan saat persetujuan pengembangan lapangan migas. Ini adalah insentif konkrit bagi kontraktor sehingga keekonomiannya menarik, kata Agung.
Sejak tahun 2017 hingga Juni 2018 ini telah ditetapkan sebanyak 25 kontrak migas gross split. Sembilan diantaranya merupakan hasil lelang blok migas tahun 2017 dan 2018.
Komitmen pasti investasi dari 25 kontrak migas tersebut sekitar US$ 1 miliar atau Rp. 14 triliun. Angka tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Komitmen pasti investasi US$ 1 miliar sangat besar. Ini adalah hasil dari upaya kita menciptakan iklim investasi migas yang menarik, dalam 2 tahun terakhir, tegas Agung.
Menariknya karena investasi pasti US$ 1 miliar tersebut menggunakan skema gross split, maka birokrasi dan proses pengadaan jadi lebih efisien. Dampaknya eksplorasi migas serta penemuan cadangan migas maupun tambahan produksi migas juga lebih cepat, dibandingkan dengan kontrak skema cost recovery selama ini.
Sebagaimana diketahui, dengan skema cost recovery selama ini, waktu yang dibutuhkan sejak penemuan cadangan migas hingga komersialisasi (first production) mencapai 15 tahun.
Pada tahun 2017 dan 2018 sebanyak 9 blok migas telah ditetapkan sebagai pemenang lelang. Sementara 2 tahun sebelumnya tidak ada satu blok migas pun yang laku dilelang.
Agung menambahkan bahwa kepastian investasi juga didukung dengan cepatnya Pemerintah dalam pengambilan keputusan (fast decission). Blok migas terminasi tahun 2018, 2019 dan 2020 bahkan sudah diputuskan. Hal ini tidak pernah dilakukan sebelumnya.
“Sebelumnya tidak secepat ini prosesnya. Fast decission making tentu memberikan kepastian investasi bagi para kontraktor, dan membuat iklim investasi lebih kondusif, tandasnya.
Lebih jauh, Agung meyakinkan bahwa dengan peningkatan investasi migas, utamanya dengan skema gross split, penerimaan negara atau government take lebih pasti. Dengan kontrak gross split, kami optimis penerimaan migas lebih besar dan lebih pasti, pungkas Agung.