MONITOR, Jakarta – Ketua DPP PDI Perjuangan, Komaruddin Watubun menanggapi tudingan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyatakan bahwa aparat negara yang tidak netral dalam Pilkada 2018.
Komaruddin menegaskan bahwa era politik melodramatik SBY tersebut sudah berakhir dan ketinggalan jaman. Sebab, rakyat sudah tahu āpolitik agar dikasihaniā model SBY tersebut.
āPublik sudah tahu, bahwa Pak SBY lebih dihantui oleh cara berpikirnya sendiri atas dasar apa yang dilakukan selama jadi Presidenā, ujar Komaruddin melalui keterangan tertulis yang diterima, Minggu (24/6).
Komaruddin mengingatkan bagaimana ketika pilpres 2009, SBY membujuk komisioner KPU dengan iming-iming tertentu sehingga banyak yang dijadikan pengurus teras partainya seperti Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati.
āSiapa yang dibelakang tim alfa, bravo dan delta yang dibentuk SBY, warga sipil kah?; mengapa Antasari Ketua KPK dipenjara hanya karena mau mengusut IT Pemilu?; siapa yang menggunakan dana APBN melalui bansos untuk keperluan pemilu? Siapa yang memanipulasi DPT tahun 2009?; siapa yang gunakan intelijen untuk pilpres 2004 dan 2009?ā, tegas Komaruddin.
JaāKalau kami menggunakan alat negara, kami sudah menang mutlak dipilkada sebelumnya. Kami taat pada aturan main, dan kami percaya rakyatlah yang menjadi penentu dalam pilkada, bukan alat negaraā,Ā ujarnya.
āDengan melihat makin tajamnya serangan Pak SBY ke Pak Jokowi, Saya yakin bahwa apa yang dipikirkan Pak SBY dalam pilkada, bukanlah kepentingan bangsa dan negara, namun lebih kepentingan Partai dan keluarganya; lebih pada persoalanĀ bagaimana AHY dan Ibas yang diklaimnya sebagai keturunan Makapahit, lalu begitu jago yang diusung di pilkadaĀ elektabilitas rendah, tiba-tiba salahkan penggunaan alat-alat negaraā sambungnya.
Komaruddin juga mengingatkan, daripada sibuk menyalahkan Jokowi dan aparat negara. Menurutnya, lebih baik SBY buka-bukaan terhadap apa yang sebenarnya terjadi pada pilpres 2004 dan 2009.