MONITOR, Jakarta – Unit pelayanan teknis (UPT) di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian mengalami peningkatan jasa pelayanan kepada pelaku industri di dalam negeri hingga 45 persen selama tahun 2013-2017. Lonjakan volume pelayanan ini selain didorong oleh pemberlakuan regulasi sertifikasi SNI wajib, juga disebabkan semakin tingginya kesadaran pelaku industri nasional untuk mendapatkan sertifikat jaminan mutu produknya.
“UPT kami tersebut mempunyai peranan penting sebagai pelaksana tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis penunjang, terutama dalam memberikan layanan jasa teknis ke dunia industri dalam bidang pengujian, kalibrasi, inspeksi, sertifikasi, konsultasi, rekayasa, pelatihan, dan kerja sama litbang, kata Kepala BPPI Kemenperin Ngakan Timur Antara di Jakarta, Rabu (20/6).
Saat ini, BPPI Kemenperin didukung sebanyak 24 UPT di berbagai daerah, yang terdiri dari 11 unit Balai Besar, 11 unit Balai Riset dan Standardisasi Industri (Baristand Industri), Balai Sertifikasi Industri, serta Balai Pengembangan Produk dan Standardisasi Industri.
“Pada tahun 2017, kami mencatat, UPT di lingkungan BPPI telah memberikan jasa pelayanan pengujian untuk 108 ribu lebih sampel uji, ungkap Ngakan. Di samping itu, tahun lalu juga, UPT BPPI Kemenperin memberikan pelayanan kalibrasi untuk 21 ribu lebih peralatan, layanan jasa sertifikasi untuk 2.670 pelanggan, layanan peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui program pelatihan kepada 5.711 orang, serta 15 ribu layanan jasa teknis lainnya, termasuk di dalamnya kerja sama litbang dan jasa perekayasaan (engineering).
“Dari layanan jasa teknis tersebut, kami mampu menghasilkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp169,75 miliar, sebutnya. Ngakan menjelaskan, PNBP yang dihasilkan oleh Balai Besar, Baristand Industri, dan Balai Sertifikasi Industri merupakan imbal jasa yang berasal dari pelayanan langsung atau service charged yang diberikan oleh UPT kepada pelaku industri dan masyarakat.
“PNBP pelayanan jasa teknis ini bukan dalam rangka mengejar profit, namun untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan jasa itu sendiri, tegas Ngakan. Secara umum, PNBP bersumber pada empat kelompok penerimaan yang berbeda, yaitu dari sumber daya alam (SDA), kekayaan negara yang dipisahkan, pelayanan langsung dari negara yang diterima oleh pihak pengguna jasa tersebut, dan pengelolaan barang milik negara.
“Dengan semakin besarnya kontribusi PNBP dalam anggaran, maka ketergantungan anggaran dari Rupiah murni yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga akan semakin berkurang, imbuhnya.
Terkait hal tersebut, untuk memaksimalkan kinerja dalam memberikan jasa pelayanan teknis kepada industri dan masyarakat, serta dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi, semua UPT di lingkungan BPPI Kemenperin akan berubah statusnya menjadi Badan Layanan Umum (BLU).
Hingga saat ini, sudah ada empat UPT yang bertransformasi menjadi BLU, yaitu Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor, Balai Besar Bahan dan Barang Teknik (B4T) Bandung, Balai Besar Teknologi Pencegahan Pencemaran Industri (BBTPPI) Semarang, serta Baristand Industri Lampung.
“Dengan menjadi BLU, sebagian kegiatan seperti litbang dan layanan teknis dapat dibiayai melalui PNBP yang menjadi sumber pendapatan, sehingga tidak semata-mata hanya mengandalkan anggaran dari Rupiah murni. Dengan demikian, penganggaran dapat lebih fleksibel dan tidak sepenuhnya menjadi beban APBN,” paparnya.