PARLEMEN

Pemerintah Dinilai Lamban Hadapi Kemungkinan Terjadinya Krisis

MONITOR, Jakarta – Keterangan pemerintah mengenai Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2019 yang dibacakan oleh Menteri Keuangan dalam Rapat Paripurna, Jumat, (18/5) dinilai terlalu datar.

Menurut Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon kerangka itu terlalu datar dan kurang greget. Padahal, ancaman terjadinya krisis ekonomi di depan mata bahkan sudah masuk tahap awal krisis.

“Depresiasi nilai tukar rupiah, capital outflow, serta terus terkereknya harga minyak dunia, adalah contoh beberapa situasi terkini yang akan berdampak besar bagi perekonomian kita. Pemerintah tak bisa terus-menerus menyalahkan faktor eksternal saat menghadapi kesulitan-kesulitan tadi. Dalih semacam itu menunjukkan pemerintah tak siap mengantisipasi terjadinya berbagai kemungkinan buruk ekonomi di masa depan.” kata Fadli Zon dalam keterangan tertulis yang diterima MONITOR.

Dikatakan Fadli Zon, ketidakpastian kurs bukan hanya disebabkan faktor global, tapi juga karena fundamental ekonomi kita sejak lama bermasalah. “Defisit neraca perdagangan yang mencapai US$1,63 miliar pada April lalu, misalnya, yang merupakan angka terendah sejak tahun 2014, menunjukkan betapa keroposnya fundamental perekonomian kita. Dalam catatan saya, sepanjang tahun 2018, hanya pada bulan Maret kemarin neraca perdagangan kita surplus.”ungkapnya.

Politisi Gerindra itu mengungkapkan pemerintah cukup lamban dalam memberi respon kebijakan moneter. Hal-hal semacam itu telah memperburuk situasi Indonesia dalam menghadapi dinamika perekonomian global.

“Perekonomian kita sebenarnya memiliki potensi yang besar. Meski fundamental ekonomi kita kurang kuat, namun daya tahan rakyat kita sebenarnya luar biasa. Jika potensi itu tidak bisa mencuat, itu terjadi karena salah kelola kebijakan.”imbuhnya.

Fadli Zon menggabarkan, selama triwulan pertama 2018, penerimaan remitansi dari para TKI kita mencapai US$2,63 miliar. Sebagai catatan, total remitansi buruh migran Indonesia selama tahun 2017 mencapai US$8,78 miliar. Mereka adalah penyumbang devisa besar. Berbeda dengan penerimaan devisa dari sejumlah komoditas ekspor, remitansi buruh migran ini hampir tak memiliki komponen impor sama sekali.

“Kenyataan ini mestinya membuat malu pemerintah. Alih-alih berusaha memberikan perlindungan maksimal terhadap tenaga kerja Indonesia, khususnya buruh migran, pemerintah malah kian memanjakan tenaga kerja asing melalui berbagai relaksasi aturan ketenagakerjaan.”katanya.

Recent Posts

Survei Kemenag, Gen Z Paling Toleran dan Jago Baca Al-Qur’an

MONITOR, Jakarta - Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama bekerja sama dengan Alvara Strategic…

9 jam yang lalu

IKI Desember 2025, Manufaktur Tetap Ekspansi di Level 51,90

MONITOR, Jakarta - Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Desember 2025 tercatat sebesar 51,90, yang menunjukkan…

9 jam yang lalu

Bimas Islam Kemenag: Angka Pernikahan Nasional Tercatatn Naik di Tahun 2025

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama mencatat kenaikan angka pernikahan nasional sepanjang 2025. Berdasarkan data Sistem…

9 jam yang lalu

KKP Tuntaskan KNMP 100 Persen di Jateng, 60 Titik Siap Menyusul

MONITOR, Jakarta - Pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP) di pesisir Kabupaten Toli-Toli, Sulawesi Tengah…

13 jam yang lalu

Kemenag Serahkan Bantuan Rp10,2 Miliar untuk Sumbar

MONITOR, Jakarta - Inspektur Jenderal Kementerian Agama Khairunas menyerahkan bantuan untuk korban bencana di Sumatera…

17 jam yang lalu

Cara UIN Jakarta Amankan Aset Negara lewat Pengelolaan BLU Terintegrasi

MONITOR, Jakarta - Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mencatatkan langkah penting dalam pengamanan…

18 jam yang lalu