MONITOR, Jakarta – Sejumlah produk industri manufaktur Indonesia diekspor secara direct call ke Amerika Serikat dengan menggunakan kapal kontainer berukuran besar. Direct call adalah sistem pelayaran langsung peti kemas dari pelabuhan domestik ke pelabuhan tujuan di luar negeri tanpa singgah di pelabuhan mana pun.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan Pengiriman tersebut bisa lebih cepat sampai sehingga akan mendorong peningkatan daya saing produk Indonesia di Amerika Serikat.
Airlangga menjelaskan, pengiriman komoditas melalui rute langsung tersebut dapat lebih efisien dan memangkas biaya logistik hingga 20 persen atau berkisar USD300 setiap kontainer, dibandingkan jika dengan perjalanan melalui Singapura.
“Kalau lewat Singapura, shipping time-nya kira-kira sampai 31 hari. Sedangkan, dengan direct call ini hanya 23 hari sehingga membantu time to market lebih cepat,” kata Airlangga Hartarto usai acara pelepasan ekspor komoditas nonmigas Indonesia dari Jakarta menuju Los Angeles yang diresmikan secara langsung oleh Presiden Joko Widodo di Terminal Jakarta International Container Terminal (JICT), Selasa (15/5).
Dari 32 industri manufaktur di dalam negeri yang terlibat dalam pengiriman via kapal raksasa tersebut, total nilai ekspornya mencapai USD11,98 Juta. Produk nonmigas ini meliputi alas kaki sebesar 50 persen, produk garmen (15 persen), produk karet, ban dan turunannya (10 persen), produk elektronik (10 persen), serta produk lainnya seperti kertas, ikan beku dan suku cadang kendaraan (15 persen).
Sedangkan perusahaan pengekspor antara lain Buma Apparel Industry, Nikomas Gemilang, Parkland World Indonesia, Mattel Indonesia, Dilmoni Citra Mebel Indonesia, Gajah Tunggal, Multistrada Arah Sarana, Indonesia Epson Industry, dan Samsung Electronics Indonesia. Selanjutnya, Komatsu Undercarriage Indonesia, Koyorad Jaya Indonesia, Maxindo Karya Anugerah, dan Indo Porcelain.
“Seluruhnya produk manufaktur, bukan komoditas mentah,” tegas Airlangga.
Komoditas nonmigas yang diekspor tersebut diangkut menggunakan Kapal CMA CGM Tage, memiliki kapasitas mencapai 10.000 twenty-foot equivalent units (TEUs). Kapal berbobot sebesar 95.263 gross tonnage (GT) dan berukuran panjang hingga 300 meter ini merupakan satu dari beberapa kapal raksasa yang kini secara rutin berlabuh di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
“Pengiriman sekarang ini sebanyak 4.300 TEUs. Ke depannya, kami akan terus dorong untuk semakin bertambah,” ucap Airlangga. Untuk itu, pemerintah tengah berupaya untuk membuat perjanjian dagang khusus dengan Amerika Serikat. “Karena, 40 persen muatan kapal tersebut masih kena bea masuk 10-20 persen,” lanjutnya.
Kerja sama bilateral
Menperin berharap, dengan adanya kerja sama bilateral, tarif bea masuk nantinya untuk komoditas ekspor Indonesia ke Amerika Serikat bisa dihapuskan atau nol persen. Pasalnya, ekspor Thailand dan Vietnam ke Negeri Paman Sam tersebut sudah nol persen.
“Tren perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat, positif dan naik terus. Direct call akan didorong kalau ekonomi kedua negara bisa melakukan early harvest. Mereka produksi kapas dan gandum, dan bisa dibarter dengan produk sepatu ataupun tekstil kita,” paparnya.
Sebagai informasi, kementerian Perindustrian mencatat neraca perdagangan RI dengan AS mengalami surplus pada dua tahun belakangan ini. Pada 2016, surplus sekitar USD8,47 miliar, sementara tahun 2017 surplus sebesar USD9,44 miliar. Khusus untuk ekspor, total nilai ekspor nonmigas mencapai USD15,68 miliar pada 2016, sedangkan di tahun 2017 meningkat menjadi USD17,14 miliar. D
Setelah Amerika Serikat, Airlangga mengatakan pihaknya bakal membidik pasar ekspor langsung dari Jakarta menuju Rotterdam, Belanda.
“Karena, pintu ekspor kita di Eropa itu Rotterdam. Jadi, kalau kapal ini bisa direct lagi dari Jakarta, semakin bersaing biayanya,” ungkapnya.
Menurut Airlangga, salah satu komoditas nonmigas yang diutamakan untuk terus tembus ke pasar ekspor Eropa adalah minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.
“Ini tergantung dari perkembangan produknya itu sendiri. Komoditas ini harapannya, seperti CPO, tidak lagi dihambat,” tegasnya.
Produk manufaktur lainnya, yakni tekstil dan produk tekstil serta alas kaki yang masih menjadi produk andalan nasional dalam era ekonomi digital.
Pada triwulan I tahun 2018, industri tekstil dan pakaian merupakan salah satu sektor manufaktur yang kinerjanya di atas pertumbuhan ekonomi nasional, dengan mencapai 7,53 persen. Selain itu, terdapat industri mesin dan perlengkapan mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 14,98 persen.
Selanjutnya, industri makanan dan minuman tumbuh hingga 12,70 persen, industri logam dasar 9,94 persen, serta industri alat angkutan 6,33 persen. Pada kurtal pertama tahun ini, industri pengolahan nonmigas tercatat tumbuh sebesar 5,03 persen, naik dibanding periode yang sama tahun 2017 sekitar 4,80 persen.