MONITOR, Denpasar – Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian Indonesia menjadi tuan rumah atau sebagai co-host penyelenggaraan Quarantine Regulators Meeting (QRM) untuk yang ke-2 kali di dunia. Pertemuan internasional ini adalah pertemuan ke-10 yang dilaksanakan dan diikuti oleh 22 negara. Hal ini menjadi bukti kepercayaan dan apresiasi negara-negara anggota QRM terhadap komitmen dan unjuk kerja Indonesia dalam mengembangkan kerjasama internasional di bidang perkarantinaan tumbuhan dalam membangun standar biosekuriti ekspor dan impor produk pertanian.
“Ini kehormatan besar dan saya sangat senang menyambut Anda semua dalam “The 10th Quarantine Regulators Meeting (QRM)” yang kembali diselenggarakan setelah konferensi International Cargo Biosecurity Arrangement (ICCBA) Industrial Conference”, ujar Banun Harpini dalam kesempatan membuka pertemuan ini.
Menurut Banun, Badan Karantina Pertanian dalam kesempatan ini akan berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam harmonisasi tindakan phytosanitary. Sasaran dari forum ini membangun format pengakuan standard, termasuk aplikasinya dalam percepatan penerapan trade facilitation agreement, serta selaras kebijakan penurunan dwelling time.
Penerapan tindakan phyosanitary menjadi bagian penting dari manajemen hama terpadu. Namun, tindakan phytosanitary lebih ke arah pencegahan pengenalan dan penyebaran hama eksotik, baik hama karantina atau hama non-karantina yang diatur.
Peran langkah-langkah phytosanitary semakin signifikan mengikuti serangkaian hama bencana yang terjadi di berbagai belahan dunia. Pada saat yang sama, perdagangan dunia telah meningkat secara dramatis selama beberapa tahun terakhir. Orang dan komoditas bergerak di seluruh dunia pada saat hama eksotis bisa bepergian dengan mereka dan berpotensi menjadi masalah utama bagi negara-negara tertentu.
Pertemuan ini menjadi forum penting untuk membahas tantangan yang dihadapi oleh anggota negara QRM dalam fasilitasi perdagangan internasional terkait dengan harmonisasi fitosanitasi. “Kami menghadapi tantangan besar dalam perdagangan global, perlu menciptakan akses pasar dari standar ALOP tinggi persyaratan phytosanitary negara lain, penyederhanaan dan langkah strategis phytosanitary, serta strategi untuk melindungi serbuan hama dan penyakit tumbuhan karantina”, tegas Banun.
Dukungan pertemuan QRM akan menegaskan peran instansi pemerintah yang memiliki relevansi dengan biosekuriti dan manajemen perbatasan antar negara. Pertemuan ini dapat menekankan pentingnya harmonisasi standar dalam fasilitasi perdagangan global.
Dalam setiap QRM, negara tuan rumah diberikan kesempatan untuk memperkenalkan sistem perkarantinaan tumbuhan yang diselenggarakannya dan fasilitas perkarantinaan tumbuhan yang dimilikinya dalam kegiatan one-day field trip. Indonesia berperan dalam forum ini, diwakili Dr. Antarjo Dikin selaku ketua steering committe dari wakil 22 negara.