Sabtu, 20 April, 2024

Ketum GP Ansor: Menjaga Negeri adalah Menjaga Warisan Para Kyai

MONITOR, Jakarta – Gerakan Pemuda (GP) Ansor, nama organisasi sayap Nahdatul Ulama (NU) itu selalu terdengar ketika masalah-masalah yang menyangkut kebangsaan muncul. Yang teranyar, GP Ansor dengan sigap membantu korban persekusi, Fiera Lovita yang harus mengungsi ke Jakarta hanya karena status Facebooknya menyinggung salah satu pentolan ormas.

Tak berhenti disitu, organisasi kepemudaan yang 'tak bisa dilepaskan dari sejarah perjalanan bangsa' ini belakang gencar mensosialisasikan program deradikalisasi guna menangkal gerakan radikal yang dianggap semakin mengkhawatirkan.  Bahkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu berharap GP Ansor menjadi garda terdepan dalam 'menghadapi dan mengatasi gerakan radikal dan ekstrem di Indonesia.

Di era kekinian, Pimpinan Pusat GP Ansor yang kini dimpin oleh Yaqut Cholil Qoumas, atau yang kerap disapa Gus Yaqut semangatnya nampak tak pernah padam dalam melawan gerakan-gerakan yang dianggap merongrong NKRI. Sebut saja kasus pembubaran Hizbutahrir Indonesia (HTI), GP Ansor kembali tampil terdepan mendukung keputusan pemerintah untuk membubarkan organisasi tersebut. Dilanjut dengan mendorng pemerintah untuk menerbitkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang tentang Ormas, yang nantinya menjadi pintu masuk pemerintah untuk menertibkan ormas-ormas radikal dan anti-Pancasila.

Nampak begitu besar energi anak-anak muda NU yang selalu tampil ketika urusan Kebhinekaan dan NKRI diusik. Lalu apa sebenarnya yang membuat mereka nampak tak pernah padam mengawal perjalanan bangsa? Bagaimana pandangan-pandangan sang ketua terkait situasi nasional saat ini?

- Advertisement -

MONITOR pun mencoba mewawancarai Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas di sela-sela kesibukannya. Berikut petikan wawancara yang dilakukan di Kantor Pusat GP Ansor, Jakarta, Selasa (22/8): 

Baru-baru ini, sejumlah kalangan menyebut sosial politik Indonesia dalam kondisi yang mengkhawatirkan, hal itu terkait problem kebangsaan dan kebhinekaan. Bagaimana Gus Yaqut memandang kondisi ini?

Indonesia hari ini mengalami tiga problem terkait sosial politik. Pertama, problem konsensus nasional, yaitu mengenai NKRI, Pancasila dan Undang-Undang Dasar karena ada sebagian kelompok di masyarakat yang ingin merubah konsensus nasional ini menjadi konsensus baru. Katakanlah NKRI sudah menjadi konsensus kemudian ada kelompok yang ingin merubahnya menjadi ngera khilafah.

Problem kedua yang dihadapi bangsa ini adalah klaim keagamaan, yaitu ada suatu kelompok yang mengklaim bahwa beragama mereka yang paling benar, sementara kelompok lain yang cara beragamanya tidak sama dengan mereka dianggap salah.

Misalnya ada yang mempersekusi orang, yang dibicarakan apa? 'Kamu menghina umat Islam' diklaim bahwa semua umat Islam tersinggung dengan sebuah unggahan di Facebook, padahal tidak semua umat Islam. Saya misalnya, ketika melihat postingan tersebut tidak tersinggung kok, biasa saja. Nah ini ada klaim keagamaan oleh kelompok tertentu, yang kemudian berbeda dari mereka itu dianggap tidak beragama Islam.

Problem ketiga adalah mayoritas yang memilih diam, mereka ini orang-orang yang menganggap kemajemukan itu Sunatullah, kebhinekaan itu adalah kodrat negeri ini. Orang-orang yang masih meyakini kebhinekaan, kemajemukan dan keberagaman negeri ini sekarang malah memilih diam saat menghadapi problem kedua tadi. Ada klaim dari kelompok tertentu sehingga mereka tidak berani, atau tidak berani bersuara.

Mayoritas yang memilih diam, atau dalam beberapa kesempatan Gus Yaqut menyebutnya sebagai 'silent majority', secara spesifik bisa dijelaskan mayoritas seperti apa? Tentu dalam konteks masyarakat Indonesia.

Jadi mayoritas masyarakat ini mengerti bahwa tidak ada klaim tunggal di Indonesia ini. Berbicara soal kemerdekaan, kita ini dimerdekakan oleh semua agama yang ada di Indonesia, Islam, Kristen, Hindu, Budha dan seterusnya ikut memerdekakan. Semua suku bangsa ikut memerdekakan, ada Sunda, Jawa, Batak dan seterusnya ikut memerdekakan, tidak ada klaim tunggal.  Indonesia memiliki semua kelompok yang dulu ikut berjuang dalam kemerdekaan, nah kelompok-kelompok ini sekarang memilih diam ketika satu kelompok tiba-tiba mengklaim kebenaran, mengklaim keagamaan, pokoknya mengklaim bahwa standar kebenaran dan kebaikan ada pada satu kelompok tersebut.

Jadi yang seharusnya direspon 'silent majority' ini malah tidak bersuara. Dalam konteks kasus, apakah bisa diambil contoh?

Misal kita ambil contoh Pilgub DKI kemarin, ada klaim bahwa kelompok tertentu bahwa mendukung gubernur tertentu adalah munafik, maka ketika dia mati tidak boleh dishalatkan, ini kan problem, tapi mayoritas memilih diam tidak berani bersuara, padahal tidak ada kok dalam syariat Islam yang melarang menyolatkan orang karena pilihan politik yang berbeda. Orang-orang tahu dan mengerti tentang hal ini lebih memilih diam, dugaan saya mereka ini tidak mau keluar dari zona nyaman, 'lebih enak begini daripada bersuara nanti dapat masalah' begitu kira-kira.

Beralih dari situasi nasional, GP Ansor ini seolah tak pernah kehabisan energi dalam mengawal isu-isu terkait kebangsaan, apa sebetulnya yang melatarbelakangi?

Ada dua hal yang melatarbelakangi, pertama rasa cinta terhadap negeri ini. Kami meyakini salah satunya yang turut memerdekakan negeri ini adalah para pendiri Nahdatul Ulama, ada KH Hasyim Asa'ry, KH Bisri, KH Hasan Ansori, KH Abdullah dan seterusnya, itu para Kyai yang turut berjuang dalam kemerdekaan Indonesia. Maka bagi Ansor, menjaga negeri ini dari orang-orang yang mau merusak negeri ini adalah menjaga warisan para Kyai. Menjaga warisan Kyai bagi Ansor hukumnya wajib.

Yang kedua, mereka (kelompok radikal dan anti-Pancasila) punya agenda merebut kekuasaan Negara, jadi kelompok radikal, seperti yang saya sebutkan pada sebab pertama, tidak bisa negara yang didirikan para Kyai direbut begitu saja oleh mereka yang tidak memiliki jejak seharah sedikitpun atas negara ini. Kelompok-kelompok radikal tidak ikut memperjuangkan kemerdekaan, kok tiba-tiba mereka ingin mengambil.

Adakah sebab lain? Yang berhubungan dengan sosial masyarakat?

Ada sebab lain yang membuat kita tergerak untuk melawan kelompok-kelompok radikal, yakni sebab yang muncul dari diri mereka sendiri. Kenapa mereka kita lawan? Karena mereka menganggap yang diluar kelompok mereka adalah kafir, jadi kita yang sudah bersyahadat, sudah shalat, ngaji kadang-kadang itu dianggap kafir, hanya karena cara beribadah kita tidak sama dengan mereka.

Apakah sebab-sebab tersebut juga yang membuat GP Ansor mendukung penerbitan Perppu Ormas?

Kami tidak hanya mendukung, tapi kita juga mendorong agar Perppu Ormas ini segera diterbitkan pemerintah. Jadi kita melihat Indonesia sebagai sebuah bangunan, Perppu ini melindungi bangunan tersebut, jadi siapapun yang akan merusak negeri ini akan berhadapan dengan Perppu. Itu sebab mengapa Ansor mendukung.

Bagaimana pro-kontra terkit Perppu tersebut, sebagian orang menilai Perppu tersebut dapat disalahgunakan pemerintah untuk memberangus kelompok yang bersebrangan dengan pemerintah?

Jangankan Perppu, apa yang tidakbisa disalahgunakan? Semua bisa disalahgunakan hari ini. Kan tinggal siapa yang menjalankan Perppu ini, kalau kata orang kira-kira 'the man behind the gun' begitu. Kalau orang sudah tidak percaya, sudah skeptis terhadap pemerintah, ya khawatir Perppu ini disalahgunakan untuk melawan orang-orang yang berbeda dengan pemerintah. Kita percaya diterbitkannya Perppu ini untuk melindungi negara. Karena itu kita mendukung.

Dibalik semangat GP Ansor dalam melawan radikalisme, adakah kendala?

Deradikalisasi itu adalah bentuk penyadaran, penyadaran membutuhkan waktu yang cukup lama, jadi ini soal energi, sekuat apa kami untuk terus mengkampanyekan hal itu, sementara disisi lain Negara ini tidak memberikan suport. Suport bisa berupa akses, akses yang cukup kepada aparat keamanan agar ketika kita menemukan kelompok-kelompok radikal di lapangan misalnya, kita mudah berkoordinasi.

Hal-hal semacam itu sebetulnya menjadi kendala, tentu kalau disebut sebagai kendala, namun bagi kami kendala sebesar apapun, problem sebesar apapun tidak akan menjadi hambatan bagi kami untuk terus bergerak.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER