Jumat, 29 Maret, 2024

Ketua LP Maarif NU : Mendikbud Jangan Paksakan Full Day School

MONITOR, Jakarta –Penolakan terhadap Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 23 Tahun 2017 tak kunjung usai, berita-berita yang menyinggung persoalan tersebut pun masih terdengar.

Terbaru, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun melalui rilis resminya soal meninggalnya RS, siswa Sekolah Dasar yang meregang nyawa usai berkelahi dengan teman sekelasnya.

KPAI meminta agar peristiwa tersebut menjadi koreksi Mendikbud terkait lamanya siswa di sekolah. Dengan alasan "sekolah belum menjadi tempat yang aman bagi siswa".

Mencermati berita-berita tersebut, MONITOR semakin tergelitik untuk menelusuri suara-suara sumbang terkait Permendikbud yang katanya bakal mengganggu atau merugikan lembaga pendidikan tradisional yang dikelola masyarakat, seperti Madrasah Diniyah, Pesantren dan Sekolah alam.

- Advertisement -

Sebelumnya, MONITOR berkesempatan untuk melakukan wawancara dengan Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) Lukman Hakim. Diketahui forum yang membina hubungan lembaga pendidikan Islam Diniyah Takmiliyah itu juga menolak keras kebijakan lima hari sekolah itu. Bahkan Lukman mengatakan, pihaknya akan terus menolak hingga Permendikbud tersebut dicabut.

(Baca:Ketum DPP FKDT : Full Day School adalah Kebijakan yang Sembrono)

Benarkah Permendikbud No 23 Tahun 2017 itu merugikan pendidikan tradisional? karena pertanyaan itu lah MONITOR terus melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan Permendikbud yang belakangan disebut kebijakan full day school itu.

Gayung pun bersambut, MONITOR berkesempatan untuk berbincang dengan Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdatul Ulama (PP LP Ma'arif NU) KH Arifin Junaidi.

Berbeda dengan Lukman yang menyoroti masalah waktu siswa yang terlalu sempit jika full day school itu diterapkan, KH Arifin lebih memandang pada sarana dan prasarana pendidikan di Indonesa yang masih dibawah standart.

"Kita lebih menyoroti pertama adalah soal sarana dan prasarana pendidikan atau sekolah yang masih dibawah standart, masih banyak sekolah yang gantian tempatnya pagi sore, nah itu tidak hanya di daerah tetapi di Jakarta juga ada," kata Arifin.

Lebih lanjut ia menegaskan, di masyarakat, masih terdapat kebiasaan dimana anak juga turut membantu pekerjaan orang tua, terlebih di daerah, sebagian anak pulang pukul 1 dari sekolah, lalu melanjutkan kegiatan dengan mengurus binatang ternak milik orangtuanya, ada pula yang ke sawah.

"Ini tadi saya ke Taman Ismail Marzuki (TIM), ini saja di Jakarta, ada anak berjualan tissue di TIM, dia kelas 1 SD, dan banyak lagi. Dia saya tanya, ngaji nggak? "ya ngaji", jam berapa? "ya nanti setelah ashar". Nah, kalau ini misalnya harus 8 jam seharian di sekolah, maka tidak ada waktu bagi dia untuk berjualan tissue. Kalau sudah lelah kan malas nanti ngajinya," tandasnya.

Berikut kutipan wawancara lengkap  MONITOR dengan Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Nadatul Ulama KH. Arifin Junaidi saat ditemui di Kantor PBNU II, Jalan Amir Hamzah, Matraman, Jakarta Pusat, Rabu (9/8).

Kami melihat gejolak penolakan Permendikbud mulai naik lagi, baik melalui media sosial, aksi turun ke jalan dan dengan hal-hal lain. Cuma yang sepintas memang menurut kami Kemendikbud juga masih terus berjalan, seperti tidak ada rencana untuk mencabut. Bagaimana tanggapan anda mengenai itu?

Ya, saya juga terheran-heran dengan Kemendikbud ini. Itu biasanya Permen harus ada petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk teknis (juknis), sekarang belum ada juklak juknisnya kok sudah diterapkan, apa tidak bingung yang menerapkan itu. Ini menurut saya kok ada sesuatu dibaliknya, dibalik ngototnya itu.

Ketika Kyai Ma'ruf Amin bersama Prof. Muhajir di Istana mengatakan bahwa akan dibatalkan dengan menerbitkan Perpres, kami dari Ma'arif ini langsung ke Kyai Ma'ruf Amin untuk tabayyun karena kemudian setelah beliau ngomong itu Mendikbud kan bilang tidak akan dibatalkan malah diperkuat dengan Perpres, begitu.

Ternyata menurut penjelasan dari Kyai Ma'ruf Amin tidak seperti itu, Presiden memang akan membatalkan tetapi ternyata kemudian Mendikbud begitu dan ternyata diterapkan juga tanpa menggubris Presiden, saya tidak tahu ada apa gitu loh. Kayaknya kok terus FDS ini hidup matinya Pak Muhajir saja.

(Baca:Jawaban Muhadjir Effendi soal Permendikbud No 23 Tahun 2017)

Setelah pertemuan Kyai Ma'ruf bersama Presiden, seolah Mendikbud justru  Permendikbud ini dikatakan merujuk pada hasil ratas (dengan Presiden), bagaimana tanggapan Kyai?

Saya kalau mempunyai pembantu, pembantu saya tidak ngerewes (menggubris-red) perintah saya ya saya pecat. Begitu saja kok repot. Lha wong pembantunya kok, pembantunya tidak menggubris kok, ya apalagi. Sebenarnya kan simpel saja seperti itu.

Pak Muhajir bolak-balik ngomong ini sudah keputusan rapat terbatas (Ratas). Saya ketika ketemu Pak Wapres saya tanya, apa betul ini keputusan Ratas, ratasnya kapan ratas itu feb 2017. Pak Muhadjir  mengeluarkan wacana/gagasan FDS itu sudah dari juli 2016, ini februari 2017.

Maksud Kyai Keputusan  Ratas tersebut tidak ada?

Masa itu dibilang sudah keputusan Ratas sebelum Ratas sudah mengeluarkan itu, ini Ratas kan hasilnya tidak berlaku mundur dan Ratas itu kata Pak Wapres juga bukan tentang pendidikan, tetapai Ratas soal pariwisata.

Saya cek juga ke Ibu Khofifah misalnya, karena kalau Ratas tentang pendidikan beliau sudah dipanggil. Karena Ratas tentang di beliau saya tidak diundang.

Nah, Pak Wapres pada waktu itu menyampaikan bahwa itu Ratas mengenai pariwisata lalu di akhir rapat itu Pak Muhajir ngomong untuk meningkatkan pariwisata saya usul liburnya anak sekolah itu barengan dengan libur orangtuanya, begitu.

Apakah perlu tiap minggu anak itu pariwisata dengan orangtuanya, yang orang jakarta saja tidak mungkin tiap minggu jalan-jalan, apalagi di daerah-daerah yang akses jalan wisata masih jadi prioritas ndak tau yang keberepa, belum tentu setahun sekali juga jalan-jalan.

Presiden bilang kalau penerapan Permendikbud bagian dari Pendidikan Karakter sebagai implementasi Nawacita.

Ini kan tidak masuk akal, jadi bolak-balik bilang Presiden. Presiden sebelumnya bilang kalau itu terjemahkan dari Nawacita yang keempat, mengenai pembangunan karakter, tetapi pembangunan karakter itu tidak identik dengan sekolah 5 hari, begitu. Kesimpulan itu ada loncatan yang ditinggalkan, untuk sampai pada kesimpulan itu lo.

Terakahir Kyai, kalau seandainya Pak Muhajir ini kekeuh  dan ingin terus Kemendikbud atau FDS ini, apa langkah LP Ma'arif?

Saya percaya dengan Presiden yang disampaikan melalui Kyai Ma'ruf Amin itu bahwa ini akan dibatalkan, dan seperti yang saya tadi sampaikan kalau saya punya pembantu tidak nurut sama saya 'sak karepe dewe' ya sudah ganti saja. Yang mengemban amanat dari rakyat itu kan Pak Jokowi, dia ditunjuk, namanya saja pembantu Presiden, ya harus nurut kepada Presiden.

Nah, kalau sampai saat ini kok Presidennya berdiam diri ya Presiden menunggu yang tepat barangkali. Jadi ada yang mengatakan supaya tidak ada yang kehilangan muka, saya cuma mempertanyakan apakah dia punya muka sehingga mukanya kok hilang gitu.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER