Selasa, 19 Maret, 2024

41 Masjid Dianggap Terpapar Paham Radikal, BIN Seharusnya “Berbisik” atau “Berteriak”

MONITOR, Jakarta – Badan Intelijen Negara (BIN) mengungkapkan, ada 41 masjid di lingkungan kantor pemerintahan yang terpapar paham radikalisme. Terkait hal itu, BIN kemudian melakukan pendekatan dan pengawasan terhadap puluhan penceramah yang diduga menyebarkan paham radikal.

“Sekitar lima puluhan, sekarang masih terus didekati,” kata Juru bicara BIN, Wawan Hari Purwanto saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa, 20 November 2018. Menurutnya, pengawasan tersebut dilakukan sejak Juni lalu setelah Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) menyerahkan penelitiannya terkait 41 masjid di lingkungan kementerian dan BUMN terpapar paham radikalisme. Survei tersebut dilakukan terhadap kegiatan khotbah yang disampaikan beberapa penceramah di masjid tersebut.

Dijelaskan Wawan, penyebaran konten radikalisme tersebut terbagi dalam tiga kategori. Mulai dari kategori rendah untuk konten yang masih bisa ditolerir, kategori sedang untuk konten yang harus disikapi sampai pada kategori tinggi untuk kontem yang sudah berisikan ceramah berbau perang, atau mendorong gerakan ke arah ISIS atau Marawi.

“Kalau kategori tinggi sudah menimbulkan pengaruh ke emosi, di dan opini publik. Ini butuh tindakan yang lebih tajam lagi untuk menetralisir,” kata Wawan. Hingga saat ini, menurut Wawan, BIN masih melakukan pemberdayaan secara intensif sampai para penceramah tersebut tidak lagi menyampaikan paham radikalisme.

- Advertisement -

Wawan mengatakan, pembinaan tersebut mulai dari pendekatan hingga literasi agar ceramah yang disampaikan berisikan pesan-pesan yang menyejukan. “Ini upaya agar penyebaran paham radikal tidak menyebar lebih luas,” ujarnya. Menurut Wawan, BIN pun telah berkoordinasi dengan lembaga dan organisasi terkait, seperti Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia hingga Dewan Masjid Indonesia dalam pemberdayaan dan pembinaan kepada pengelola masjid dan puluhan penceramah yang terpapar radikalisme.

Menko Polhukam Wiranto mengaku sudah mengetahui adanya 50 penceramah yang terpapar paham radikal. Wiranto menegaskan, segala seuatu yang menyangkut paham radikal harus dibersihkan. Pemerintah, menurut Wiranto, sudah melakukan koordinasi untuk mengatasi dan membersihkan paham radikal tersebut.

Menurutnya, ada sejumlah langkah-langkah khusus yang dilakukan pemerintah agar tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. “Kita di tahun politik ini pengen tenang, pengen damai, pengen aman, tentram makanya kita hindari kegaduhan,” tambah Wiranto.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengaku heran dengan BIN yang bicara soal 50 penceramah menyebarkan paham radikal. HNW menyebut BIN seharusnya tak mengumbar informasi. “BIN itu biasanya lakukan sesuatu bukan untuk disiarkan begitu tapi untuk presiden, karena user BIN itu presiden,” ujarnya di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 21 November 2018.

Hidayat meminta BIN tidak sembarang memberikan informasi ke masyarakat. Apalagi jika informasi tersebut belum valid. “Jadi jangan BIN nambah kekeruhan dengan informasi-informasi yang validitasnya perlu dipertanyakan. Karena itu bertemu dengan info ada sekian masjid terpapar paham radikal yang sudah sangat amat jelas ditolak oleh wakapolri yang sekarang jadi Menpan-RB,” tuturnya.

Selain itu, menurut Hidayat, seharusnya BIN juga menyelesaikan persoalan ini secara tertutup. BIN juga harus melampirkan bukti ketika memberikan informasi intelijen.

“Sebaiknya masalah ini kalau emang serius selesaikan masalah, jangan diumbar ke publik tapi buktikan dan hadirkan bukti serius dan ajak bicara pihak-pihak yang punya kewenangan masalah ini. BIN itu tidak umbar informasi yang tidak jelas juntrungannya tapi untuk selesaikan dengan hal yang bisa diselesaikan,” kata Hidayat.

“User BIN itu kan presiden, BIN bukan berwacana apalagi menghadirkan informasi yang belum tentu benarnya tapi nggak jelas yang dituju tapi justru menimbulkan kecurigaan sana sini kemdian menimbulkan teror di masyarakat dan itu tidak diperlukan,” sambung dia.

Senada dengan Hdayat, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meminta BIN tak sembarang menyampaikan informasi. BIN seharusnya menyampaikan informasi kepada presiden, bukan mengumbarnya ke publik. “Saya mohon BIN tidak melakukan pekerjaan publik karena BIN itu kan single user. Jadi dia jangan menggunakan kegiatan melarang, kegiatan mengumumkan sesuatu,” ujarnya di gedung DPR, Senayan.

Informasi intelijen, ujar Fahri, seharusnya disampaikan kepada presiden, bukan ke publik. “Dia kan lebih banyak harus hanya berbisik pada telinga satu orang, yaitu telinga presiden,” katanya. Bilapun informasi penting harus diumumkan, pihak terkait lainnyalah yang menurut Fahri melakukannya.

“Eksekusi itu jangan dilakukan oleh BIN. Eksekusi mesti dilakukan lembaga lain, Kementerian Hukum HAM kah, kalau terkait organisasi atau yang lain lain,” ujar Fahri. “Sebab, begini itu membuat reputasi BIN itu turun. Jadi BIN harus dijaga sebagai indra negara melalui presiden dalam rangka menjaga-melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia,” sambungnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER