Kamis, 28 Maret, 2024

Deklarasikan Gerakan Satu Juta Surya Atap, Pemerintah Gandeng Swasta dan Komunitas

MONITOR, Jakarta – Upaya pemerintah untuk mewujudkan ketahanan energi nasional melalui penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) terus dilakukan, salah satunya adalah melalui penandatanganan Deklarasi Gerakan Satu Juta Atap Menuju Gigawatt Fotovoltaik di Indonesia, yang dilangsungkan di tengah jamuan makan malam IndoEBTKE ConEx 2017 in conjunction with Bali Clean Energy Forum 2017 di Jakarta, Rabu (13/9).

Direktur Aneka Energi dan Energi Baru Terbarukan (EBT) Maritje Hutapea mengatakan, gerakan ini dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memperkuat ketahanan energi nasional melalui pencapaian target EBT dalam bauran energi primer sesuai Kebijakan Energi Nasional yang menargetkan adanya peningkatan bauran EBT dari 5% pada 2015 menjadi 23% pada 2025.

Maritje mengungkapkan, dari target Energi Terbarukan 23% bauran energi nasional ini, proyeksi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah sebesar 5000 MWp di 2019 dan 6400 MWp pada tahun 2025. "Hingga saat ini pemanfataan PLTS secara nasional tahun 2017 baru mencapai 80 MWp. Kendala terbesar tercapainya target bauran energi nasional ini adalah minimnya investasi IPP akibat masalah kurang menariknya investasi," lanjutnya.

Beberapa persoalan keekonomian seperti persoalan dukungan finansial termasuk bunga bank yang terlalu tinggi, tantangan dalam akuisisi lahan, maupun kendala teknis seperti terbatasnya ketersediaan jaringan interkoneksi menjadi kendala pemanfaatan selama ini.

- Advertisement -

Menurut Maritje, potensi pemanfaataan energi surya di Indonesia sebenarnya sangat luas, dapat digunakan untuk melistriki daerah-daerah terpencil dan terisolasi yang ketersediaan sumberdaya energi lainnya tidak tersedia atau karena bebannya terlalu tersebar sehingga tidak akan ekonomis bila menggunakan pembangkit listrik lainnya. "Pemanfaatannya juga sangat luas, mulai dari penerangan rumah dan jalan, menjadi catu daya sistem telekomunikasi, catu daya rambu-rambu lalu lintas serta pompa air," lanjutnya.

Untuk mendorong peningkatan penetrasi teknologi listrik tenaga surya (solar photovoltaic) di Indonesia sehingga dapat tercapai "The First Gigawatt Solar Power" sebelum 2020, ujar Maritje, dibutuhkan lompatan yang besar dalam 2 tahun, karena di tahun 2019 diharapkan ada sekitar 5000 MWp pemanfaatan PLTS. "Oleh karenanya diperlukan sebuah gerakan secara nasional untuk mengajak masyarakat terlibat secara aktif berpartisipasi menggunakan PLTS melalui berbagai skema pendanaan yang menarik dan insentif untuk makin membuka pasar tanpa perlu tergantung pada anggaran pemerintah," pungkasnya.

Agar program ini berhasil maka diperlukan adanya ada konsep bisnis model berdasarkan interaksi teknologi yang telah ada saat ini, potensi dan kebutuhan pasar, untuk memenuhi target yang ditetapkan pemerintah dan sekaligus mempersiapkan industri dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pasar. Diharapkan industri dalam negeri ini dapat terus meningkatkan perannya dalam mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Adapun tujuan program ini antara lain:

1. Mendorong dan mempercepat pembangunan pembangkit listrik tenaga surya fotovoltaik atap di perumahan, fasilitas umum, perkantoran pemerintah, bangunan komersial, dan kompleks industri, hingga mencapai orde gigawat sebelum 2020;

2. Mendorong tumbuhnya industri nasional sistem fotovoltaik yang berdaya saing dan menciptakan kesempatan kerja hijau (green jobs);
Mendorong penyediaan listrik yang handal, berkelanjutan dan kompetitif;

3. Mendorong dan memobilisasi partisipasi masyarakat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan ancaman perubahan iklim, dan ikut mendukung terlaksananya komitmen Indonesia atasParis Agreement dan upaya mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).

Dalam pelaksanaan Gerakan Nasional Sejuta Atap Surya ini, para penggagas bersepakat untuk:

Berkolaborasi dan bersinergi untuk membangun pasar fotovoltaik nasional yang luas dan kompetitif;
Berkoordinasi, berkolaborasi dan bersinergi dalam mengidentifikasi dan mengimplementasikan strategi-strategi yang efektif untuk menyingkirkan hambatan-hambatan kebijakan dan regulasi, teknis, dan pendanaan yang menghalangi pengembangan fotovoltaik atap;
Bersama-sama melakukan sosialisasi secara aktif kepada masyarakat, pemangku kebijakan dan pemangku kepentingan lainnya;
Berkontribusi secara aktif sesuai dengan bidang keahlian dan kapasitas yang dimiliki;
Berusaha mengoptimalkan pengintegrasian fotovoltaik atap dalam program dan proyek penyediaan listrik, pembangunan perumahan rakyat,serta pembangunan fasilitas dan infrastruktur publik yang diinisiasi dan didukung oleh pemerintah dan pemerintah daerah.

Deklarasi ini didukung berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat melalui berbagai asosiasi masyarakat dan perusahaan. Diantara penandatangan adalah Direktur Jeneral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktur Jenderal Industri Logam, Manufaktur, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia, Konsorsium Kemandirian Industri Fotovoltaik Indonesia, Asosiasi Energi Surya Indonesia, Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia, Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap serta beberapa asosiasi lainnya.

Selain acara penandatanganan deklarasi, juga diumumkan Pemenang Penganugerahan Subroto Awards yang diberikan kepada para individu, kelompok, dan instansi yg berjuang meningkatkan pengadopsian EBT di Indonesia. Penganugerahan Penghargaan Subroto sendiri akan dilaksanakan pada tanggal 27 September 2017, bersamaan dengan penganugerahan penghargaan di bidang energi lainnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER