MONITOR, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya resmi memulai proses pencetakan perdana logistik surat suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2019, pada Minggu (20/1) kemarin. Kegiatan yang dilakukan serentak di tiga provinsi ini yakni Jakarta, Jawa Timur serta Sulawesi Selatan ini, sekaligus menjadi bentuk transparansi KPU.
Berikut ini tiga fakta yang perlu diketahui soal produksi surat suara Pemilu 2019.
Percetakan dilakukan secara bertahap
Dengan jelas, KPU RI mengatakan total keseluruhan surat suara yang diproduksi untuk kebutuhan Pemilu 2019 mencapai 939.879.651 lembar. Adapun pencetak surat suara perdana adalah, PT Gramedia, di Jalan Palmerah Selatan, Jakarta, serta PT Aksara Grafika Pratama di Cakung, Jakarta Timur.
PT Gramedia Jakarta yang pertama dikunjungi merupakan satu dari enam konsorsium yang bertugas mencetak surat suara pemilu 2019. Dari konsorsium yang terdiri dari 9 perusahaan ini, total surat suara yang dicetak sejumlah 292.019.984 lembar (31,07 persen) dan diperuntukkan untuk Provinsi Aceh, Sumatra Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat serta Sulawesi Selatan.
“Nilai kontraknya Rp193.635.812.200 atau 32,09 persen dari total nilai kontrak,” jelas Ilham.
Adapun untuk konsorsium kedua PT Aksara Grafika Pratama jumlah surat suara yang diproduksi mencapai 68.176.374 lembar (7,25 persen), dan diperuntukkan untuk surat suara pemilu di Provinsi Banten serta Lampung. “Dengan nilai kontrak Rp36.939.634.064 atau 6,12 persen dari total nilai kontrak,” tambah Ilham.
Surat suara diproduksi dalam negeri
Komisioner KPU Ilham Saputra mengatakan, surat suara yang diproduksi perdana itu dicetak di dalam negeri. Dengan demikian, ia pun menepis tudingan mengenai kabar hoaks surat suara yang diproduksi diluar negeri, apalagi sudah dicoblos.
“Saya tegaskan seluruh surat suara dicetak di dalam negeri,” ujar Ilham.
Percetakan 60 hari seusai target
KPU menegaskan, proses produksi surat suara ini bisa diawasi secara bersama. Apalagi, dalam hal ini, elemen masyarakat pun turut dilibatkan bersama. Untuk diketahui, produksi surat suara sendiri dibatasi hanya selama 60 hari.
“Saya kira dengan kapasitas yang dimiliki oleh perusahaan percetakan, kami optimis percetakan selama 60 hari bisa sesuai target,” kata Ilham.