MONITOR, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhirnya angkat bicara mengenai polemik aksi pembakaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid oleh pasukan Banser di Garut, Jawa Barat. Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj menilai, ada upaya sistematis untuk melakukan infiltrasi dan provokasi terhadap pelaksanaan Apel Hari Santri Nasional 2018.
Hal itu diyakininya berdasarkan laporan Tim Pencari Fakta yang dibentuk PBNU. Said Aqil menuturkan, pengibaran dan pemasangan bendera HTI di tempat Apel Hari Santri Nasional 2018 terjadi di hampir seluruh Wilayah Jawa Barat, seperti Sumedang, Kuningan, Ciamis, Banjar, Bandung, Tasikmalaya, dan lain-lain.
“Di berbagai tempat, bendara HTI tersebut berhasil ditertibkan dan diserahkan kepada aparat keamanan sesuai SOP. Namun yang terjadi di Garut, anggota Banser menjadi korban dari provokasi dan infiltrasi dengan melakukan pembakaran bendera HTI di luar SOP yang sudah ditentukan,” ujar Said Aqil dalam keterangan persnya, Rabu (24/10).
PBNU pun menyayangkan peristiwa pembakaran bendera dimaksud. Namun, Said Aqil tak menyalahkan tindakan oknum Banser yang membakar bendera milik HTI itu. Bahkan, tindakan yang diambil PP GP Ansor dianggap benar sesuai ketentuan dan mekanisme organisasi.
“PBNU juga menyampaikan terima kasih kepada PP GP Ansor. Banser yang tidak terprovokasi dengan melakukan tindakan kekerasan terhadap pengibar bendera HTI, baik secara verbal maupun fisik dengan mempersekusi misalnya,” terangnya.
Said Aqil menambahkan, tindakan anggota Banser Garut tersebut didasari rasa cinta tanah air. Tidak ada landasan kebencian personal maupun kelompok, apalagi dimaksudkan untuk melecehkan atau menodai agama. Semangat untuk mencintai tanah air adalah landasan utama untuk mencegah gerakan-gerakan yang ingin mengganti konstitusi dan bentuk negara.
“Kami menyayangkan aparat keamanan yang kecolongan dengan tidak melakukan tindakan terhadap pengibaran bendara organisasi terlarang HTI,” pungkasnya.