Jumat, 22 November, 2024

Bikin Ribet, Dualisme Pengaturan Pengurusan IMB Harus Diakhiri

MONITOR, Jakarta – Dualisme pengaturan dalam pengurusan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dinilai telah menimbulkan potensi disharmoni kewenangan dalam pemberian perizinan bangunan.

Dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Temuan Kelompok Kerja (Pokja) Analisis dan Evaluasi Hukum terkait Perizinan Mendirikan Bangunan, BPHN, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat (25-26 Juli 2018) menemukan disharmoni yang dimaksud dapat ditelaah dalam Permendagri No. 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian IMB dan Permen PUPR No. 05/PRT/M/2016 tentang Izin Mendirikan Bangunan Gedung sebagaimana diubah dengan Permen PUPR No. 6 Tahun 2017.

Menurut PP No 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, kewenangan Izin Mendirikan Bangungan adalah kewenangan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum.

Namun demikian, oleh karena pelaksanaan IMB dilaksanakan di daerah, maka Kementerian Dalam Negeri juga memiliki tanggung jawab dalam mengawasi, membina dan mengevaluasi kinerja pemerintahan di daerah dalam kerangka otonomi daerah termasuk dalam pengurusan IMB.

- Advertisement -

Urusan Izin Mendirikan Bangunan merupakan urusan konkuren yaitu urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintahan pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.

Irisan kewenangan dalam penyelenggaraan IMB berpotensi menimbulkan disharmoni hukum dalam pelaksanannya, sebab kedua Permen tersebut menjadi pedoman penyelengaraan IMB bagi Pemerintah Daerah yang masih berlaku sampai sekarang.

“Pokja Analisis dan Evaluasi Hukum akan memberikan rekomendasi, agar Permendagri No. 32 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian IMB untuk dicabut dan diganti dengan Permendagri yang hanya mengatur masalah administratif kelembagaan penerbitan IMB”, demikian disampaikan Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional BPHN, Liestiarini Wulandari.

Selain dua Permen di atas, Pokja juga melakukan analisis dan evaluasi terhadap 35 (tiga puluh lima) PUU yang terkait dengan persoalan perizinan mendirikan bangunan termasuk PP Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Analisis juga diperkuat dengan melakukan cost and benefit analysis (CBA) terhadap kedua Peraturan Menteri dimaksud, untuk dapat mengetahui sejauh mana aturan tersebut memberikan dampak dan manfaat bagi masyarakat dan juga biaya yang ditimbulkan dalam implementasinya.

Liestiarini mengatakan bahwa pembentukan pokja perizinan (IMB) merupakan bagian dari tugas BPHN khususnya Pusat Analisis Evaluasi Hukum Nasional dalam rangka penataan regulasi dan sekaligus mendukung kemudahan berusaha (EODB), di mana persoalan IMB menjadi salah satu indikator penting dalam kemudahan berinvestasi di Indonesia.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER