MONITOR, Jakarta – Dokumen milik NSA (lembaga Arsip Keamanan Nasional AS) merilis sejumlah dokumen. Salah satunya mengungkap Prabowo Subianto saat memerintahkan Kopassus agar menghilangkan paksa sejumlah aktivis saat hegemoni politik di akhir-akhir tahun 2000. Dokumen-dokumen itu mengemukakan bahwa berbagai jenis laporan pada periode Agustus 1997-Mei 1999.
Tak hanya itu, NSA juga menyebut kalau Ketum Gerindra Prabowo Subianto sebagai pihak yang memberi perintah penghilangan paksa aktivis pada 1998. Namun, Partai Gerindra membantahnya dan menyebut hal itu sebagai isu daur ulang.
“Data tersebut sangat tidak akurat dan tidak benar. Sumbernya juga hanya merujuk keterangan seorang pemimpin organisasi mahasiswa yang bersifat sangat asumtif,” ujar Waketum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dalam keterangan tertulis, Rabu (25/7)
Senada dengan Dasco, Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Fadli Zon mengatakan, isu yang menyebut Prabowo terlibat dalam hal tersebut hanyalah isu sampah yang sengaja dimainkan saat menjelang Pemilu.
“Apalagi itu, ah itu sampahlah, itu dokumen sampah itu enggak penting ya jadi ini isu yang sudah di daur ulang berkali kali bertahun tahun setiap pemilu, jadi saya katakan itu hanyalah dokumen sampah,” kata Fadli saat diwawancarai MONITOR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/7).
Menurutnya, dalam dokumen tersebut tidak memberikan kejelasan dan tidak mendasar tuduhan tersebut yang dialamatkan kepada Prabowo. Terlebih, Kata dia, Amerika merupakan negara produsen hoaks.
“Ya kan tidak ada isinya dan tidak ada dasarnya, apa dasarnya coba baca orang tidak ada, kan itu seperti tuduhan yang tidak berdasar. Apalagi dari amerika kan produsen Hoaks dimana mana, dia mau perang di irak saja hoaks gitu,” imbuh Wakil Ketua DPR RI ini.
Sehingga Fadli merasa begitu yakin kalau dokuemn NSA yang dengan terang-terangan menyudutkan sang Ketum Gerindra itu. Menurutnya, hal tersebut menandakan bahwa Prabowo terus dicari kesalahan dan ada oknum yang mencoba menyerang Prabowo jelang Pemilu.
Selain itu, Fadli juga memastikan kalau isu tersebut tidak akan mempengaruhi partainya. Sebab, kata dia, tidak berdasar.
“Gak ada. Itu kan setiap pemilu selalu ada gitu-gitu an, itu menandakan bahwa pak prabowo mau dicari-cari kesalahannya gak ada. Jadi isu-isu lama selama 20 tahun di ulang-ulang seperti ‘kaset rusak’,” tegas Fadli.