MONITOR, Batam – Dalam setahun terakhir pemerintah telah gencar melakukan revitalisasi pendidikan vokasi. Pasalnya, penguatan pendidikan vokasi di SMK oleh pemerintah dinilai banyak pihak masih belum maksimal.
Padahal, tujuan utama dari program vokasi tersebut untuk menyiapkan generasi bisa langsung terjun ke dunia kerja, dan mempunyai peranan penting untuk menyiapkan tenaga kerja yang siap pakai di skala industri.
Menanggapi hal tersebut, Mantan Kepala BP Batam Mustofa Widjaya, menilai ada ketidak-sesuaian (mismatch) antara dunia pendidikan dengan dunia kerja. Menurutnya, masih banyak dunia Industri yang mengalami kesulitan untuk merekrut tenaga kerja terampil yang sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan dan siap pakai.
“Artinya, dunia kerja masih timpang, di satu sisi terdapat kekosongan peluang kerja dan menunggu hasil pendidikan (output), di sisi lain terjadi kelebihan kapasitas (overloaded) dan pasti menghasilkan pengangguran terdidik,” ujar Mustofa saat menerima kunjungan beberapa aktivis untuk ketenagakerjaan di kediamannya, Batam (17/5).
Selain itu, Calon anggota DPD RI di pemilu 2019 ini menjelaskan, untuk mengatasi hal tersebut para pelaksana pendidikan harus melaksanakan peran dan fungsinya sesuai dengan program kerja yang telah disusun.
“Perlu penguatan pendidikan vokasi, misalnya mulai dari sebuah kurikulum yang matang, dan harus dilakukan pengkajian ulang yang mendalam dengan memasukkan materi penguatan vokasi dalam kurikulum tersebut,” jelas Mustofa.
Lebih lanjut, anggota dewan pakar ICMI Pusat ini juga menegaskan, peningkatan mutu dan kualitas guru juga sangat mendesak untuk diperbaiki, persoalan vokasi tidak akan lepas dari kualitas guru yang terampil dan pengalaman dalam bidang kejuruan.
“Untuk meningkatkan kualitas pendidikan vokasi atau di SMK, harus ditunjang dengan guru atau pengajar yang kompetensi di bidang keahlian tersebut. Jangan sampai ada tenaga pengajar tidak sesuai dengat kompetensi ahlinya,” tegasnya.
Terkait banyaknya penganggran lulusan SMK. Pihaknya menambahkan, harus ada koordinasi dan sinergi yang kuat antar kementerian terkait untuk memaksimalkan peran vokasi sebagai cikal bakal tenaga kerja yang unggul. Selain itu, pendidikan vokasi harus ada link and mach dengan dunia usaha dan industri (DUDI).
“Karena dalam hal mengatasi angka pengangguran tidak bisa dilakukan dengan satu kementerian saja, tapi saling berkaitan. Juga adanya sinergi dan koordinasi yang kuat antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha dan industri,” pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) Kepri mencatat, jumlah pengangguran di Kepri per Agustus 2017 sebanyak 69.160 orang. Angka tersebut bertambah 1.364 dibandingkan data per Februari 2017.
Sedangkan jumlah pengangguran tersebut didominasi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), yakni 11,51 persen. Disusul lulusan SMA sebesar 7,12 persen, lulusan SPM sederajat 6,65 persen, lulusan perguruan tinggi 6,49 persen, dan lulusan SD sebesar 4,53 persen.