MONITOR, Jakarta – Sektor industri manufaktur kembali menunjukkan performa yang solid di tengah dinamika geopolitik dan geoekonomi global. Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan November 2025 tercatat sebesar 53,45 poin, sedikit melambat dibandingkan bulan Oktober 2025 yang sebesar 53,50 atau turun 0,05 poin. Namun demikian, IKI November 2025 tetap berada dalam zona ekspansi. Berdasarkan laporan SIINas, terdapat informasi “Mesin Baru Pertumbuhan Industri Manufaktur” dari pelaku industri yang telah memulai produksi dan membangun fasilitas baru yang diproyeksikan menjadi pondasi peningkatan PDB Industri Pengolahan Nonmigas serta penyerapan tenaga kerja.
Sementara itu, perlambatan kinerja IKI dipengaruhi oleh variabel produksi yang turun 1,08 poin menjadi 47,49 dan menandakan kontraksi yang telah berlangsung selama enam bulan. Sementara pada variabel persediaan tetap berada pada laju ekspansif di 56,19 meski turun 0,33 poin.
“Kontraksi pada variabel produksi ini dipengaruhi oleh pelaku industri yang mengambil sikap wait and see dalam meningkatkan ouput, seiring permintaan yang belum sepenuhnya pulih, serta tekanan eksternal lain seperti fluktuasi nilai tukar dan dinamika geopolitik yang berdampak pada rantai pasok global,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief dalam rilis IKI November 2025, Kamis (27/11).
Febri menambahkan nilai IKI November 2025 ditopang oleh variabel pesanan yang naik sebesar 0,68 poin menjadi 55,93, mencerminkan adanya peningkatan pada permintaan domestik. Selain itu, IKI berorientasi ekspor berada di level 54,18 pada November 2025, turun 0,17 poin dari Oktober, sementara IKI berorientasi domestik naik 0,37 poin ke level 52,71. “Peningkatan pada pasar domestik ini menunjukkan rebound dari kebijakan pemerintah yang mendorong belanja dalam negeri, meskipun kita harus waspada terhadap risiko limpahan produk dari negara-negara yang terdampak perang tarif global,” ungkapnya.
Lebih lanjut, optimisme pelaku industri turut menunjukkan tren positif dengan tingkat optimisme terhadap kondisi usaha enam bulan mendatang naik hingga 71 persen dari sebelumnya 70,5 persen pada bulan Oktober. Sementara tingkat pesimisme turun dari 5,4 persen menjadi 5,2 persen.
Secara umum, 78 persen responden menyatakan kegiatan usahanya berjalan membaik atau stabil, naik dari periode sebelumnya yang sebesar 77,9 persen responden. Berdasarkan jumlah tersebut, 31,8 persen responden menyebut kondisi usahanya membaik, sementara 46,2 persen menyatakan stabil, dan hanya 22 persen yang menilai kondisi usahanya menurun.
Kemenperin mencatat, sebanyak 22 dari 23 subsektor industri pengolahan nonmigas berada pada fase ekspansi dengan kontribusi hingga 98,8 persen terhadap PDB Industri Pengolahan Nonmigas Triwulan III 2025. Dua subsektor dengan IKI tertinggi yaitu Industri Pengolahan Tembakau (KBLI 12) dan Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional (KBLI 21).
Industri Tembakau mencatatkan ekspansi pada seluruh komponen pembentuk IKI dengan produksi rokok pada bulan Oktober 2025 mencapai 27,9 miliar batang atau meningkat 7,3 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Peningkatan produksi ini dipengaruhi oleh pola rutin untuk pemenuhan permintaan akhir tahun dan penyesuaian terhadap kebijakan cukai.
Akan tetapi, secara kumulatif pada periode Januari-Oktober 2025, produksi rokok tercatat 250,9 miliar atau menurun 1,91 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun 2024. Penurunan produksi antara lain disebabkan oleh meningkatnya rokok ilegal, sehingga para pelaku industri melakukan penyesuaian produksi. “Rokok ilegal ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengganggu iklim usaha. Kemenperin berkomitmen untuk terus memperkuat upaya pemberantasan rokok ilegal melalui koordinasi lintas kementeran dan lembaga,” kata Febri.
Sedangkan ekspansi pada Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional berada pada level 57,68 poin dan dipengaruhi atas peningkatan pesanan, terutama pesanan dari luar negeri. Sebelumnya pada bulan September 2025, ekspor Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisional mencapai US$ 81,87 juta, meningkat 12,35 persen dari bulan sebelumnya.
Sebagai wujud konkret dalam menjaga keberlanjutan ekspansi industri manufaktur, Kemenperin menegaskan komitmennya melalui berbagai kebijakan yang berpihak pada industri dalam negeri. Upaya yang ditempuh mencakup penguatan pasar domestik melalui P3DN, jaminan ketersediaan energi industri dengan harga kompetitif, perlindungan terhadap impor melalui SNI dan kebijakan selektif, serta dukungan pengembangan teknologi dan hilirisasi berbasis sumber daya lokal.
Febri juga menyampaikan dukungan Kemenperin terhadap upaya Presiden Prabowo Subianto dalam melindungi sektor industri dalam negeri melalui penguatan kebijakan pembatasan impor selektif serta pemberantasan barang ilegal. “Kami mendukung langkah-langkah tegas yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat struktur industri nasional serta melindungi pelaku usaha dalam negeri dari berbagai tekanan global, seperti banjir impor dari Tiongkok dan dampak tarif resiprokal AS,” ungkapnya.
Sebelumnya, kondisi makroekonomi dalam negeri turut memberikan pondasi yang stabil bagi sektor industri. Inflasi yang terjaga pada level 2,86 persen (yoy) serta indikator permintaan domestik menunjukkan penguatan, tercermin dari penjualan eceran September 2025 yang tumbuh 3,7 persen (yoy), Indeks Keyakinan Konsumen Oktober yang naik ke level 121,2, serta Indeks PMI S&P Global Manufaktur Indonesia yang mencapai 51,2, menandakan ekspansi aktivitas manufaktur selama tiga bulan berturut-turut. “Penguatan permintaan domestik ini menjadi sinyal positif bagi keberlanjutan aktivitas industri, sekaligus menunjukkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha yang terus meningkat. Kemenperin optimis dapat menarik lebih banyak investasi ke sektor manufaktur, khususnya investasi asing. Kami telah menyiapkan berbagai fasilitas fiskal, nonfiskal, dan kawasan industri untuk mendukung percepatan tersebut” tutup Febri.