MONITOR, Jakarta – Kebijakan dan dorongan kuat Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam memperluas peran wakaf produktif terbukti membuahkan hasil. Di Sumatera Barat, penyuluh agama kini tidak hanya tampil sebagai pendamping spiritual masyarakat, tetapi juga menjadi motor penggerak ekonomi umat.
Kisah-kisah keberhasilan ini diungkapkan Kepala Bidang Penais Zawa Kanwil Kemenag Sumbar, Abrar Munanda. Abrar menyebut capaian tersebut sebagai buah nyata dari visi Menag
“Apa yang digagas Menag tentang penguatan wakaf produktif dan pemberdayaan penyuluh benar-benar terjadi di lapangan. Para penyuluh kita bergerak senyap, tapi dampaknya sangat besar bagi masyarakat,” ujarnya di Padang, Sabtu (15/11/2025).
Dalam wawancara tersebut, Abrar mengungkapkan kisah para penyuluh menjalankan peran sebagai nazir wakaf. Karena memahami regulasi wakaf, penyuluh tersebut mampu mengembangkan harta benda wakaf menjadi sumber daya produktif.
“Hasil pengelolaan wakaf itu luar biasa. Bisa membantu kelancaran operasional sebuah pondok pesantren. Sekarang pesantren itu berkembang pesat, santrinya aktif. Hingga beberapa santri mampu ikut Olimpiade Madrasah Indonesia,” jelasnya.
Aset wakaf yang dikelola bahkan berkembang menjadi minimarket. Minimarket ini tidak hanya memenuhi kebutuhan internal santri, tetapi juga membuka peluang usaha bagi masyarakat. Warga dapat menitipkan produk olahan lokal untuk dijual, sehingga roda ekonomi sekitar ikut berputar. Pengembangan wakaf terus berlanjut hingga kini pesantren memiliki kebun produktif yang hasilnya dimanfaatkan lagi untuk pemberdayaan santri dan masyarakat.
Tidak berhenti pada penguatan ekonomi, kebijakan dan arahan Menag juga mendorong penyuluh mengambil peran sebagai pelindung sosial masyarakat. Di salah satu daerah binaan, para penyuluh memanfaatkan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) untuk membebaskan masyarakat dari jeratan rentenir.
Utang-utang yang menjerat warga dilunasi melalui optimalisasi filantropi Islam, membuat daerah tersebut kini dikenal sebagai nagari bebas rentenir.
Bahkan, penyuluh menginisiasi hadirnya Peraturan Nagari Anti-Rentenir, yang melarang warga berhutang kepada rentenir dan memastikan penyelesaian masalah secara sosial dan keagamaan.
“Penyuluh memastikan masalah itu diselesaikan dan dilunasi. Ini lahir dari kerja-kerja penyuluh yang menggerakkan filantropi umat,” tambahnya.
Pada akhirnya, Abrar menegaskan bahwa semua kisah inspiratif ini tidak dapat dilepaskan dari arah kebijakan Menag yang memberi ruang luas bagi penyuluh untuk menjadi agen pemberdayaan.
Kisah-kisah ini menunjukkan bahwa kebijakan Kementerian Agama bukan hanya berhenti pada tataran konsep, tetapi telah hidup dan bekerja melalui para penyuluh di akar rumput. Menggerakkan roda ekonomi, melindungi masyarakat, dan membangun kemandirian umat.