Selasa, 11 November, 2025

Kemenag Target Masjid Inovatif di Setiap Provinsi Lewat BMM-MADADA

MONITOR, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) bersama Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) terus memperluas kolaborasi dalam program BAZNAS Microfinance Masjid (BMM) – Masjid Berdaya Berdampak (MADADA). Tahun ini, Kemenag menargetkan tumbuhnya masjid-masjid inovatif di setiap provinsi yang mampu menjadi pusat pemberdayaan sosial ekonomi umat berbasis jamaah.

Deputi II Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan BAZNAS RI, M. Imdadun Rahmat, menyebut kolaborasi BAZNAS dan Kemenag sebagai strategi penting untuk memperkuat kemandirian ekonomi umat melalui optimalisasi peran masjid. Menurutnya, masjid bukan hanya institusi keagamaan, tetapi juga institusi sosial yang memiliki potensi besar dalam pembangunan masyarakat.

“Masjid itu tidak ada yang tidak mandiri. Ia hidup dan dihidupi oleh jemaahnya. Maka kemandirian ini harus dimanfaatkan untuk melangkah lebih jauh. Bahasa kita, melakukan revitalisasi,” ujarnya saat membuka Bimbingan Teknis BMM–MADADA di Bandar Lampung, Senin (10/11/2025) malam.

Imdadun menjelaskan, dalam sejarah Islam, masjid memiliki fungsi multidimensi. Sejak masa Rasulullah, masjid menjadi pusat ibadah, dakwah, administrasi pemerintahan, pendidikan, hingga pengelolaan baitul mal. “Dulu Rasulullah menjadikan Masjid Nabawi sebagai pusat aktivitas umat dan negara. Semangat itu yang ingin kita hidupkan kembali—bahwa masjid harus menjadi pusat pemberdayaan umat,” terangnya.

- Advertisement -

Ia menambahkan, sejak diluncurkan pada 2022, program BMM telah berjalan di 172 masjid di berbagai daerah. Setiap masjid memperoleh dana awal Rp150 juta yang disalurkan kepada sekitar 50 penerima manfaat dengan pinjaman rata-rata Rp3 juta tanpa bunga. Dana tersebut ditujukan bagi pedagang kecil dan pelaku usaha mikro agar terhindar dari jerat pinjaman berbunga tinggi.

“Banyak masyarakat terjerat pinjaman rentenir atau online loan karena tidak punya akses modal. Melalui BMM, kami ingin memutus mata rantai itu dengan skema pembiayaan mikro syariah berbasis masjid,” jelasnya.

Menurut Imdadun, hasil evaluasi menunjukkan program microfinance tanpa bunga yang dikelola berbasis masjid memiliki tingkat efektivitas tinggi dan diminati masyarakat. Kesadaran takmir untuk memanfaatkan dana zakat dan infak bagi pemberdayaan ekonomi jamaah juga terus tumbuh. Karena itu, kerja sama dengan Kemenag melalui MADADA menjadi penting agar pengelolaan masjid berjalan profesional dan akuntabel.

“Kemenag hadir untuk memastikan masjid-masjid ini dikelola dengan baik, transparan, dan membawa kemaslahatan bagi jamaah,” katanya.

Imdadun menilai, kemitraan ini memberi manfaat ganda: peningkatan kapasitas dan profesionalitas pengelola masjid sekaligus penguatan legitimasi kelembagaan. “Kemenag lembaga struktural, BAZNAS lembaga non-struktural. Maka yang non-struktural ini harus menyandar pada yang struktural. Ini kemitraan yang saling menguatkan,” tuturnya.

Kasubdit Kemasjidan Ditjen Bimas Islam, Nurul Badruttamam, mengungkapkan, BMM–MADADA merupakan bagian dari strategi nasional Kemenag dalam memperkuat ekosistem kemasjidan yang berdaya dan berdampak. Menurutnya, masjid perlu dikelola bukan hanya sebagai tempat ibadah ritual, tetapi juga pusat pembangunan sosial dan ekonomi umat. “Kita ingin masjid menjadi ruang berdaya, tempat jamaah menemukan solusi ekonomi, sosial, dan spiritualnya sekaligus,” ujarnya.

Nurul menjelaskan, Bimtek kali ini diikuti pengelola masjid dari Provinsi Lampung dan Sumatra Selatan yang menjadi pilot project penguatan masjid berdaya. Selama tiga hari, peserta mendapat pendampingan dari BAZNAS terkait model pengelolaan microfinance berbasis masjid, manajemen kelembagaan, serta tata kelola akuntabilitas dana umat. “Kita ingin pengurus masjid memahami peran strategisnya dalam tata kelola ekonomi jamaah sekaligus memastikan seluruh proses berjalan transparan dan sesuai prinsip syariah,” paparnya.

Ia menambahkan, Kemenag menempatkan pemberdayaan rumah ibadah, termasuk masjid, sebagai program prioritas nasional. Melalui MADADA, masjid diarahkan menjadi lembaga sosial keagamaan yang inklusif, ramah generasi muda, dan terbuka terhadap inovasi. “Masjid perlu dikelola lintas generasi. Jika pengurusnya seimbang antara senior dan anak muda, gerak dan inovasinya lebih cepat. Inilah yang kita sebut masjid berdaya dan berdampak,” jelasnya.

Dalam konteks moderasi beragama, Nurul menilai pemberdayaan ekonomi berbasis masjid juga menjadi sarana membumikan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin. Kemandirian ekonomi umat, katanya, merupakan bagian dari upaya menghadirkan kemaslahatan sosial dan memperkuat daya tahan masyarakat terhadap krisis. “Masjid yang makmur bukan hanya yang ramai ibadahnya, tetapi juga yang mampu menolong jamaahnya ketika mereka menghadapi kesulitan ekonomi,” ucapnya.

Selain pemberdayaan ekonomi, Kemenag juga mendorong modernisasi sistem kemasjidan. Nurul menyebut, ke depan setiap masjid perlu mengintegrasikan aspek keamanan, lingkungan, dan kebencanaan dalam tata kelola. Kemenag bahkan telah bekerja sama dengan BNPB untuk memetakan rumah ibadah di wilayah rawan bencana. “Masjid harus aman, ramah musafir, dan tangguh menghadapi bencana. Ini bagian dari visi kita menjadikan masjid sebagai pusat ketahanan umat,” katanya.

Nurul menutup dengan mengatakan, sinergi BAZNAS dan Kemenag akan terus diperluas hingga melibatkan seluruh provinsi. Melalui pendekatan berbasis data dan pendampingan berkelanjutan, Kemenag menargetkan hadirnya masjid-masjid inovatif yang tidak hanya mandiri secara finansial, tetapi juga menjadi pusat peradaban umat. “Kami ingin setiap masjid menjadi laboratorium kebajikan dan kemandirian. Dari masjidlah kesejahteraan dan kemajuan umat tumbuh,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER