Selasa, 11 November, 2025

Pemangkasan Dana Reses Dewan Diapresiasi, Jadi Sinyal Positif Efisiensi Anggaran DPR

MONITOR, Jakarta – Pemangkasan dana reses Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Rp 702 juta menjadi Rp 500 juta yang menjadi keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) diapresiasi berbagai pihak. Terlebih, langkah MKD yang memotong dana reses karena didasari perlunya efisiensi dalam kegiatan reses, muncul dari dorongan agar penggunaan anggaran lebih tertib dan proporsional dengan hasil yang dicapai di lapangan.

“Dari sisi kelembagaan, kebijakan ini patut diapresiasi karena menunjukkan adanya kesadaran internal untuk memperbaiki tata kelola dan merespons kritik publik terhadap besarnya dana reses yang selama ini dianggap tidak sebanding dengan dampaknya bagi masyarakat,” kata Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas, Senin (10/11/2025).

“Sedangkan dari sisi positifnya, keputusan ini bisa menjadi momentum bagi DPR untuk beralih dari pola reses yang seremonial menjadi kegiatan yang lebih bermakna, terukur dan lebih substantif,” sambungnya.

Seperti diketahui, dalam rapat pleno pada Rabu (5/11), MKD memerintahkan Sekretariat Jenderal DPR memotong anggaran reses bagi anggota DPR menjadi 22 titik kunjungan dari sebelumnya 26 kunjungan.

- Advertisement -

Perintah ini disampaikan Wakil Ketua MKD DPR Adang Daradjatun dalam sidang pembacaan putusan perkara sidang terkait kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR. Pemangkasan dana reses diputuskan usai MKD mendengar aspirasi masyarakat dan melihat dinamika yang terjadi di tahun anggaran 2025.

Dengan dana yang lebih terbatas, menurut Hairunnas, anggota dewan didorong untuk lebih selektif menentukan titik kunjungan dan fokus pada aspirasi masyarakat, bukan sekadar memenuhi jadwal kunjungan.

“Ini sekaligus menjadi bukti bahwa DPR mulai menata ulang prioritasnya dan berusaha membangun kepercayaan publik lewat pengelolaan anggaran yang lebih transparan. Langkah ini juga jadi sinyal positif efisiensi anggaran yang dilakukan DPR,” ujarnya.

Meski begitu, Hairunnas menilai pemangkasan dana reses ini tetap menyisakan tantangan. Dengan anggaran dan titik kunjungan yang berkurang, anggota DPR disebut bisa saja kesulitan menjangkau seluruh wilayah dapil, terutama daerah terpencil.

“Jika tidak diimbangi dengan pendekatan partisipatif yang lebih sistematis, seperti memperkuat mekanisme komunikasi representatif melalui forum konsultatif masyarakat atau jaringan aspirasi berbasis kelembagaan lokal, maka fungsi representasi bisa berkurang,” papar Hairunnas.

“Karena itu, efisiensi perlu dibarengi inovasi agar kegiatan reses tetap efektif dan aspirasi masyarakat tidak terabaikan,” imbuh Peneliti Spektrum Politika Institute tersebut.

Hairunnas pun menekankan, pengurangan dana dan titik reses jangan sampai menjadi alasan berkurangnya intensitas DPR dalam menyerap aspirasi masyarakat. Ia menyebut efisiensi anggaran seharusnya tidak diartikan sebagai penghematan kehadiran, melainkan sebagai dorongan untuk bekerja lebih cerdas dan terarah.

“Di sinilah paradoksnya, meski sumber daya berkurang, justru diharapkan hasilnya lebih terasa bagi rakyat, sebab yang diuji bukan banyaknya kunjungan, melainkan seberapa besar suara masyarakat benar-benar sampai ke meja kebijakan,” jelas Hairunnas.

Seperti diketahui, keputusan pemangkasan jumlah titik dari 26 menjadi 22 titik per masa reses dibacakan dan ditetapkan dalam rapat pleno MKD yang digelar pada Rabu (5/11) lalu. Putusan tersebut dibacakan Wakil Ketua MKD DPR Adang Daradjatun.

“Meminta kepada kesekjenan untuk memotong anggaran reses DPR RI menjadi 22 titik,” kata Adang saat membacakan putusan dalam sidang MKD pada hari tersebut.

Adang menjelaskan bahwa putusan MKD tersebut bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, MKD meminta Kesetjenan DPR segera melaksanakan amar putusan tersebut.

Putusan ini dibacakan setelah MKD memutuskan perkara etik anggota DPR terkait aksi joget di sidang tahunan MPR RI dan sidang bersama DPR-DPD RI atas dugaan kenaikan gaji dan tunjangan anggota DPR. Adang menjelaskan putusan soal dana reses merupakan perkara tanpa pengaduan yang diperiksa MKD.

MKD memandang, anggaran reses merupakan anggaran resmi yang diatur di peraturan perundang-undangan yang dipergunakan anggota DPR untuk menyerap dan menindaklanjuti aspirasi dari dapil masing-masing. Namun, dari dinamika yang terjadi di tahun anggaran 2025 ini, berdasarkan pengawasan MKD ternyata penggunaan manfaat reses itu tidak efektif.

Dalam pertimbangan hukumnya, MKD menyatakan penggunaan dana reses harus dapat dipertanggungjawabkan oleh anggota DPR.

“Mengingat dinamika yang terjadi tentang dana reses yang dilakukan oleh anggota Tahun 2025, MKD merasa perlu untuk melakukan pengawasan dan menyikapi dinamika di masyarakat untuk mencegah terjadinya pelanggaran kode etik dan penyalahgunaan dana tersebut,” jelas Adang.

“Bahwa dalam persidangan Majelis MKD menimbang titik reses Tahun 2025 dinilai menjadi tidak efektif,” imbuhnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER