Senin, 6 Oktober, 2025

Inilah Lima Pilar Penguatan Dana Sosial dan Keagamaan

MONITOR, Jakarta – Potensi dana sosial keagamaan di Indonesia sangat besar. Potensi zakat misalnya, jumlahnya mencapai lebih dari Rp300 triliun, meski yang berhasil dihimpun baru sekitar 10%. Untuk itu, diperlukan upaya optimalisasi penghimpunan sekaligus penguatan tata kelola dana sosial-keagamaan.

Dirjen Bimas Islam, Abu Rokhmad, mengungkapkan, penguatan zakat, infak, sedekah, dan wakaf (ZISWAF) harus berpegang pada lima pilar utama agar berdampak pada kesejahteraan umat.

Pertama, pilar kebijakan dan regulasi. “Pemerintah sudah memiliki undang-undang yang mengatur zakat dan wakaf. Namun ke depan, arah kebijakan harus memastikan agar dana sosial keagamaan menjadi bagian penting dari pembangunan ekonomi umat,” ujar Abu Rokhmad dalam Pembinaan Amil Zakat dan Nazir Wakaf se-Sulawesi Selatan di Maros, Sabtu (4/10/2025).

Ia menjelaskan, regulasi yang baik tidak hanya mengatur, tetapi juga mendorong inovasi dan integrasi antara lembaga pengelola zakat dan wakaf dengan program sosial pemerintah. Dengan begitu, potensi dana umat dapat dioptimalkan untuk menekan angka kemiskinan dan memperkuat kemandirian ekonomi masyarakat.

- Advertisement -

Pilar kedua, tata kelola yang baik atau good governance. Abu Rokhmad menyebut, lembaga pengelola zakat dan wakaf seperti BAZNAS, LAZ, dan Badan Wakaf Indonesia harus menjalankan prinsip akuntabilitas dan transparansi.

“Zakat dan wakaf adalah instrumen kepercayaan publik. Jika amanah dijaga, maka kepercayaan masyarakat meningkat, dan pengelolaan serta pendistribusian dananya akan lebih optimal,” ungkapnya.

Pilar ketiga, peningkatan kompetensi amil dan nazir. Menurut Abu Rokhmad, sumber daya manusia yang mengelola dana umat harus memiliki kapasitas manajerial, literasi keuangan syariah, dan kemampuan mengembangkan program pemberdayaan.

“Amil adalah profesi yang disebut dalam Al-Qur’an. Sementara nazir memiliki tanggung jawab besar memastikan wakaf menjadi produktif dan memberi manfaat jangka panjang,” jelasnya.

Pilar keempat, sinergi antar pemangku kepentingan. Abu Rokhmad menilai, penguatan dana sosial keagamaan memerlukan kolaborasi lintas sektor, mulai dari pemerintah, lembaga filantropi, akademisi, dunia usaha, hingga masyarakat sipil.

“Sinergi ini penting agar potensi ZISWAF dapat dioptimalkan melalui riset, inovasi, dan program pemberdayaan yang berkelanjutan,” katanya.

Sementara pilar kelima, peningkatan literasi masyarakat tentang dana sosial keagamaan. Menurut Abu Rokhmad, kesadaran publik menjadi kunci agar ZISWAF tidak sekadar ritual, tetapi menjadi bagian dari budaya sosial yang memperkuat solidaritas umat.

“Semakin tinggi literasi masyarakat, semakin besar partisipasi dan pengawasan terhadap lembaga pengelola dana umat. Ini akan memperkuat transparansi dan dampak sosialnya,” ujarnya.

Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Waryono Abdul Ghafur, menambahkan bahwa penguatan lima pilar ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto. Ia mengatakan, Presiden menugaskan Kemenag untuk menjadikan agama sebagai sumber kemaslahatan dan mengoptimalkan pemanfaatan dana sosial keagamaan.

“Beragama harus memberi manfaat sosial. Karena itu, pengelolaan dana umat diarahkan agar benar-benar berdampak pada peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan,” kata Waryono.

Waryono juga menyebut pemerintah tengah mengembangkan sistem penyaluran dana umat berbasis Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Sistem ini diharapkan membuat penyaluran lebih tepat sasaran dan meningkatkan profesionalitas lembaga pengelola dana sosial keagamaan.

“Indikator keberhasilannya adalah semakin banyak masyarakat miskin yang menerima manfaat serta meningkatnya akuntabilitas lembaga pengelola dana umat,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER