MONITOR, Jakarta – Komisi III DPR RI mendorong agar Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) memuat pengaturan tegas mengenai batas waktu dalam seluruh tahapan proses hukum. Hal ini disampaikan Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, saat kunjungan kerja spesifik Komisi III ke Kepolisian Daerah Jawa Timur, Kamis (18/9/2025).
Sudding menilai, selama ini ketidakpastian waktu penanganan perkara menjadi salah satu sumber utama ketidakadilan dan praktik transaksional dalam sistem hukum. Proses hukum yang berlarut-larut, tanpa kepastian waktu dari penyelidikan hingga eksekusi, menurutnya harus segera diakhiri melalui regulasi yang lebih progresif.
“Harus ada kepastian waktu sejak penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga persidangan. Jangan sampai kasus justru menjadi sumber ‘ATM’ oleh oknum lembaga penegak hukum,” ujarnya.
Lebih lanjut, Sudding menegaskan bahwa kewenangan aparat penegak hukum perlu diatur secara terukur. Hal ini untuk mencegah adanya ruang gelap atau celah hukum yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi maupun kelembagaan.
“Selama ini ada terlalu banyak ruang abu-abu yang dimanfaatkan oleh oknum. Karena itu, kita mendorong agar kewenangan penegak hukum tidak hanya jelas, tetapi juga dibatasi waktu yang pasti,” tambahnya.
Politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional itu juga menyebut bahwa pengaturan waktu yang jelas dalam penanganan perkara akan mencegah munculnya kasus yang “beranak-pinak”, yakni perkara yang tidak kunjung selesai dan justru menjadi lahan pencarian keuntungan oleh oknum.
Cegah Praktik Transaksional
Sudding menekankan, penyusunan RKUHAP ke depan harus mampu mempersempit ruang praktik hukum yang transaksional. Menurutnya, kepastian hukum hanya akan tercapai apabila aparat penegak hukum (baik polisi, jaksa, maupun hakim) menjalankan kewenangan secara profesional dan tidak sewenang-wenang.
“Bagi pencari keadilan, ini sangat penting. Jangan sampai seseorang yang tersangkut perkara tidak tahu nasibnya karena proses hukum berjalan tanpa batas waktu,” katanya.
Ia juga mendorong agar proses hukum mengedepankan prinsip due process of law dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. RKUHAP, menurutnya, harus menjadi dasar hukum acara yang tidak hanya menjamin penegakan hukum, tetapi juga memastikan keadilan substantif bagi semua pihak.
Perlu Reformasi Menyeluruh
Lebih jauh, Sudding juga menyoroti pentingnya reformasi kultural di tubuh lembaga penegak hukum. Ia menilai, selama ini reformasi yang dilakukan masih bersifat struktural dan belum menyentuh pada persoalan mendasar, yakni sikap mental aparat.
“Kita tidak hanya butuh aturan hukum baru, tapi juga perubahan cara pandang dan perilaku di lapangan. Mentalitas aparat hukum harus dibenahi agar tidak menyalahgunakan kewenangan,” pungkasnya.
Kunjungan kerja Komisi III DPR RI ke Polda Jawa Timur ini merupakan bagian dari rangkaian agenda penyerapan aspirasi dan evaluasi akhir menjelang finalisasi RKUHAP. Selain Sudding, hadir pula sejumlah anggota Komisi III dari lintas fraksi yang terlibat aktif dalam pembahasan revisi undang-undang strategis tersebut.