Selasa, 4 November, 2025

Dema Fisip UIN Jakarta Kritik DPR Hingga Partai yang Loloskan Kader Tak Beretika

MONITOR, Jakarta – Di tengah riuh tuntutan publik yang kian bergema, Forum Dialog “Dengarkan 17+8” yang diselenggarakan di Amphitheater DPP Partai Golkar, Rabu malam (17/9), menjadi panggung pertemuan antara mahasiswa dan legislator.

Acara yang diinisiasi Barisan Muda KOSGORO 1957 ini dirancang sebagai jembatan dialog, bukan sekadar seremoni, demi mengurai 17 tuntutan jangka pendek dan 8 tuntutan jangka panjang yang lahir dari gelombang demonstrasi nasional sejak akhir Agustus.

Perwakilan mahasiswa dari berbagai kampus Jabodetabek—termasuk DEMA FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta—menyuarakan kegelisahan kolektif atas krisis keadilan sosial, ekonomi, dan penegakan hukum. Ketua DEMA FISIP, Achmad Hafizh, menegaskan bahwa forum ini bukan basa-basi.

“DPR seharusnya Dewan Perwakilan Rakyat, bukan ‘Dewan Pengkhianat Rakyat’. Kalau mereka terus menutup mata terhadap penderitaan masyarakat, Jujur kami menyesal dan kecewa mempunyai perwakilan seperti kalian” ucapnya, menuding kegagalan DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan.

- Advertisement -

Hafizh menegaskan, reformasi Polri adalah harga mati. “Kekerasan aparat terhadap demonstran bukan sekadar cacat prosedur—itu tanda kegagalan total. Kepolisian harus direformasi agar benar-benar melindungi rakyat, bukan melakukan tindak represif,” katanya.

Sorotan berikutnya diarahkan ke partai politik yang kerap meloloskan kader tanpa etika. DEMA FISIP UIN Jakarta mendesak tes kelayakan dan kompetensi bagi setiap calon kader.

“Kita muak dengan politisi instan yang hanya bermodal uang dan koneksi. Partai harus membuktikan diri sebagai orang yang kompeten dan berpihak kepada rakyat, bukan pabrik politisi oportunis,” tegasnya.

Tak kalah keras, Hafizh menyinggung kembalinya operasi PT GAG di tengah jabatan ganda Menteri ESDM sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia. “Ini potret konflik kepentingan yang telanjang. Tanpa pengawasan independen dan laporan publik, negara tampak lebih patuh pada oligarki daripada pada rakyat,” ucapnya.

Di hadapan peserta forum, DEMA FISIP UIN Jakarta menutup pernyataannya dengan komitmen lantang: “Kami tidak akan diam sampai negara kembali berpihak pada rakyat, bukan pada kekuasaan, kemudian kami akan tunggu dan nantikan, Rakyat tidak meminta keajaiban. Rakyat hanya meminta agar mandat yang kami berikan lewat kotak suara dijaga dengan integritas. Jadilah fraksi yang tak sekadar besar secara kursi, tetapi besar dalam moral. Seperti kata pepatah lama: “Emas sejati tak takut diuji api.” Hari ini kami menguji: apakah Golkar masih emas yang murni, atau sekadar kuning yang mudah pudar?”.

Sesi dialog yang berlangsung hingga larut malam itu diakhiri dengan perumusan rekomendasi konkrit. Para legislator Partai Golkar yang hadir hanya mendengar tanpa menyela, sebelum akhirnya memberikan tanggapan resmi. Malam itu, suara mahasiswa menembus dinding kekuasaan—mengirim pesan jelas bahwa gelombang 17+8 bukan riak sesaat, melainkan desakan perubahan yang tak bisa diabaikan.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER