MONITOR, Jakarta – Kementerian Agama memiliki satuan kerja setingkat eselon II yang mengurus jaminan produk halal. Satuan kerja itu bernama Direktorat Jaminan Produk Halal (DJPH) binaan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama.
Lantas, apa peran direktorat ini dalam konteks program Makanan Bergizi Gratis (MBG)?
Direktur Jaminan Produk Halal, Muhammad Fuad Nasar, mengatakan bahwa tugas yang diemban tidak hanya berkaitan dengan aspek keagamaan, tetapi juga erat dengan kepastian pangan, kualitas gizi, dan keberlanjutan ekonomi masyarakat.
Hal ini disampaikan Fuad Nasar saat menerima kunjungan Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan, Jumat (12/9/2025). Fuad melihat ada irisan yang bisa disinergikan oleh DJPH dengan UKP Kerjas sama Pengentasan Kemistinan dan Ketahanan Pangan.
“Jika kita melihat peran kedua lembaga, jelas terdapat irisan pada isu ketahanan pangan. Jaminan halal adalah bagian integral dari upaya memastikan makanan yang aman, bergizi, dan sesuai prinsip keagamaan. Artinya, agama dan ekonomi tidak bisa dipisahkan dalam penyelenggaraan jaminan produk halal,” jelas Fuad.
Fuad menyampaikan bahwa pihaknya telah mengambil langkah konkret dalam mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Sebelumnya, DJPH hadir pada penandatanganan nota kesepahaman antara BPJPH dan Badan Gizi Nasional (BGN) di Bappenas. Kerja sama ini memastikan setiap dapur layanan gizi memiliki penyelia halal bersertifikat dan menu yang terjamin kehalalannya.
Dalam konteks Program Makan Bergizi Gratis (MBG), DJPH akan berperan dalam pemantauan dan evaluasi. “Kami sedang menyusun instrumen untuk mendukung pelaksanaan MBG agar sesuai dengan prinsip jaminan produk halal. Ini akan menjadi instrumen yang aplikatif dan terukur,” kata Fuad.
Ia menambahkan, DJPH juga menjalin komunikasi dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memastikan aspek agama tetap terjaga. “Peran MUI sangat strategis dalam memberikan fatwa halal, sehingga sinergi ini menjadi bagian penting dalam membangun sistem ketahanan pangan halal nasional,” ungkapnya.
Fuad menegaskan bahwa komunikasi dengan UKP bukan sekadar pertemuan formal, tetapi awal dari kolaborasi yang lebih strategis. “Kami ingin memastikan program ketahanan pangan berjalan tidak hanya dari sisi ketersediaan dan gizi, tetapi juga jaminan halal yang memberi kepastian dan perlindungan bagi konsumen,” tutupnya.
Asisten I UKP Bidang Ketahanan Pangan, Nur Rianto Al-Arif, menyambut baik kerja sama tersebut. Menurutnya, terdapat banyak titik temu antara peran UKP dan Kementerian Agama dalam memastikan ketahanan pangan yang inklusif dan berkelanjutan.
“Kami melihat bahwa kerja sama ini bisa melahirkan sinergi nyata. Jaminan halal memiliki dimensi penting dalam ketahanan pangan, karena menyangkut kepercayaan dan kenyamanan masyarakat terhadap makanan yang dikonsumsi,” ujar Nur Rianto.
Ia menekankan, program ketahanan pangan tidak bisa berjalan sendiri, melainkan membutuhkan dukungan lintas sektor, termasuk dari Kementerian Agama melalui DJPH. “Keterlibatan DJPH dalam program pangan akan memperkuat aspek kualitas, bukan hanya kuantitas,” tambahnya.
Nur Rianto juga mengungkapkan pentingnya membangun sistem yang adaptif dan inovatif. Menurutnya, tantangan ke depan adalah bagaimana ketahanan pangan nasional tidak hanya terpenuhi dari sisi ketersediaan, tetapi juga mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap pangan yang halal dan sehat.
“Pertemuan ini menjadi pintu awal bagi sinergi yang lebih luas. Kami yakin dengan kolaborasi bersama DJPH, upaya penguatan ketahanan pangan halal nasional bisa terwujud,” pungkas Nur Rianto.