MONITOR, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani mendorong penyelesaian polemik royalti lagu dengan menekankan pentingnya kepastian hukum bagi pelaku industri musik. Ia menilai bahwa sistem royalti yang adil dan transparan merupakan bagian dari perlindungan hak kekayaan intelektual yang tidak bisa diabaikan.
“Royalti lagu adalah bentuk penghargaan terhadap karya. Negara harus hadir memastikan bahwa hak para pencipta, musisi, dan pelaku industri kreatif lainnya terlindungi dengan baik,” kata Puan, Selasa (26/8/2025).
Puan juga menegaskan pentingnya regulasi yang jelas dan mudah dipahami, baik oleh pelaku industri musik maupun pengguna karya. Menurutnya, sistem yang tidak transparan justru dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpercayaan.
“Tujuan utama kita adalah menciptakan ekosistem musik yang sehat. Itu hanya bisa tercapai jika ada kejelasan aturan, sistem distribusi yang akuntabel, serta pelibatan semua pihak terkait,” tutur perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Seperti diketahui, DPR menggelar rapat konsultasi untuk menyelesaikan polemik royalti lagu pada pada Kamis (21/8/2025). Rapat konsultasi berlangsung di Komisi XIII DPR diikuti oleh Kementerian Hukum, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), lembaga manajemen kolektif (LMK), serta perwakilan dari Vibrasi Suara Indonesia (VISI) dan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI).
Melalui rapat itu, pemerintah, DPR, dan LMKN sepakat mengakhiri polemik royalti lagu. Seluruh pemangku kepentingan akan merumuskan naskah revisi Undang-Undang tentang Hak Cipta serta melakukan audit guna memastikan transparansi dalam penarikan royalti.
DPR pun mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir memutar atau menyanyikan lagu. Rapat dihadiri Ketua Komisi XIII DPR Willy Aditya, Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej, serta sejumlah musisi dan pencipta lagu, antara lain Satriyo Yudi Wahono atau dikenal Piyu (Padi), Ariel (Noah), Sammy Simorangkir, dan Vina Panduwinata.
Komisi XIII DPR, LMKN, dan sejumlah pihak dari industri musik pun telah menyepakati untuk berkonsentrasi menyelesaikan regulasi tersebut dalam waktu dua bulan ke depan.
“Penyelesaian Undang-Undang Hak Cipta yang baru sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak yang lebih baik bagi para pelaku industri musik. Kami berharap proses pembahasan bisa segera rampung,” jelas Puan.
DPR RI melalui Komisi X sebelumnya telah melakukan pertemuan dengan pemerintah dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) untuk membahas solusi jangka pendek dan panjang atas polemik royalti lagu. Salah satu rekomendasi yang muncul adalah perlunya audit menyeluruh terhadap tata kelola royalti.
Hal ini menyusul gegernya persoalan royalti musik yang berdampak pada pelaku UMKM yang memutar lagu karena diminta untuk membayar oleh LMKN. Berbagai persoalan juga muncul, termasuk adanya isu keharusan pesta pernikahan membayar royalti musik bila dalam acara ikut memutar atau memainkan lagu.
Terkait hal ini, Puan menegaskan komitmen DPR untuk terus mengawal pembahasan regulasi turunan agar selaras dengan semangat perlindungan dan pengembangan industri kreatif nasional.
“Aturan yang disusun nantinya harus memberikan kepastian hukum tanpa memberatkan masyarakat luas, termasuk pemilik cafe, penyelenggara acara, dan pengguna musik lainnya, sehingga semua pihak dapat merasa terlindungi dan tidak dirugikan,” tutup Puan.