Minggu, 17 Agustus, 2025

Langkah Politik Jokowi dan PSI di Pemilu 2029

Oleh: Imron Wasi*

Kongres Partai Solidaritas Indonesia yang telah digelar pada 19-20 Juli 2025 di Surakarta, Jawa Tengah telahmenghasilkan ketua umum terpilih periode 2025-2030, yaituKaesang Pangarep. Sebelumnya, proses kandidasi ketuaumum PSI ini telah diikuti oleh ketiga kandidat, sepertiKaesang Pangarep sebagai ketua umum PSI sebelumnya dan putra dari Presiden ke-7 Joko Widodo, Ronald A Sinaga dan Agus Mulyono Herlambang yang pernah memimpin Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 2017-2021. 

​Terpilihnya Kaesang Pangarep sebagai ketua umum PSItidaklah mengejutkan. Pertama, Kaesang memiliki afiliasi politik yang superior dengan kehadiran politik kekeluargaan dengan Presiden ke-7 Jokowi dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Kedua figur tersebut, secara genealogis tentu memiliki ikatan kekeluargaan yang kohesif. Sehingga, Kaesang bisa memiliki akses politik yang besar, dibandingkan kedua kompetitornya, Ronald dan Agus. 

​Kekuatan politik yang tidak setara ini menghasilkan persaingan politik dalam pemilihan ketua umum PSI tidaklah seimbang. Meskipun, mekanisme pemilihan dilakukan secara daring melalui vote.psi.id. Hal tersebut terekam saat pendiri PSI, Jeffrie Geovanie mengatakan bahwa partainya akan bubar jika Jokowi, atau paling tidak keturunan Jokowi tidak bergabung ke PSI (Tempo, 2025). Dengan demikian, dukungan yang diterima oleh Kaesang Pangarep dari pendiri PSI Jeffrie Geovanie tentu semakin mengukuhkan kekuatan politiknya. 

​Meski begitu, statement politik pendiri PSI JeffrieGeovanie di acara kongres PSI pada 19-20 Juli 2025 tersebut sangat kontradiktif terhadap image politik kepartaiannya, yang mengasosiasikan bahwa partai yang berlambang bunga mawar tersebut, sebelumnya, merupakan representasi dari anak muda, menawarkan kekuatan politik baru di tengah mandeknya modernisasi partai politik seperti kaderisasi, tidak tumbuhnya demokrasi di internal partai, klientelisme, dan dinasti politik. Komitmen PSI terhadap cita-citanya tersebut tampaknya pupus di tengah munculnya pragmatisme politik untuk mempertahankan eksistensi partai politik. 

- Advertisement -

​Secara faktual, sejak PSI didirikan pada 11 November 2014 – partai politik yang kini sudah mengubah identitas kepartainnya, dari bunga mawar menjadi kepala gajah saat proses kongres akan dimulai, tampaknya baru mengikuti proses pemilu sebanyak dua kali, terutama pada Pemilu 2019 dan Pemilu 2024. 

Hasilnya, pada palagan politik tersebut, PSI belum mampu bersaing dengan peserta pemilu lainnya, atau dalam bahasa lain tidak lolos ambang batas parlemen. Pada Pemilu 2019, misalnya, PSI hanya berhasil memperoleh raihan suara sebesar 2,6 juta suara atau setara 1,89 persen. 

Sedangkan, pada Pemilu 2024 PSI hanya meraih 4,2 juta suara atau setara 2,80 persen. Perolehan suara yang dicapai PSI dari Pemilu 2019 dan Pemilu 2024 dalam perspektif penulis menjadi salah satu argumentasi politik dari statementpolitik pendiri PSI Jeffrie Geovanie pada acara kongres PSI 19-20 Juli 2025. 

​Padahal, saat PSI menjadi peserta pemilu – Jokowi sedang memimpin sebagai Presiden. Namun, efek ekor jas yang diterima oleh PSI belum terlalu maksimal. Sebab, di satu sisi, tidak ada asosiasi yang secara eksplisit mengarah terhadap keluarga politik Jokowi. Kemudian, yang kedua ialah hubungan Jokowi dan PDI-P belum merenggang pada Pemilu 2019, karena relasi politik yang tidak harmonis antara Jokowi dan PDI-P terlihat pada Pemilu 2024. Ketiga, PSI belum memiliki daya tawar politik yang ekstensif yang bisa menjadi kekuatan alternatif atas melemahnya peranan partai politik di Indonesia. 

Ia menyadari bahwa eksistensi PSI akan selalu menjadi diskursus publik saat melibatkan keluarga politik Jokowi di internal partai politiknya yang bisa berimbas pada meningkatnya raihan suara, terutama target utamanya untuk menembus parlemen pada Pemilu 2029. PSI dan keluarga politik Jokowi tampaknya saling membutuhkan untuk secara kolektif menjaga eksistensi politiknya, di satu sisi Jokowi yang kini tidak memiliki kendaraan politik tentunya sangat membutuhkan partai politik untuk menjaga keseimbangan politik melalui daya tawar politik (bargaining positioning)dirinya dengan para elite politik. 

Sementara itu, PSI juga membutuhkan eksistensi keluarga politik Jokowi di panggung politik nasional untuk mengerek dukungan politik pemilih pada Pemilu 2029. Sebab, popularitas keluarga politik Jokowi secara realitas politik masih relatif kuat, terlebih ada putra sulungnya yang kini menjabat sebagai wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka. 

Simbiosis mutualisme di antara kedua entitas sosial tersebut berimplikasi terhadap teralienasinya idealisme partai politik. Lalu, bagaimana Jokowi dan PSI, yang saat ini dipimpin oleh putra bungsunya Kaesang Pangarep bisa membawa popularitas, akseptabilitas, dan daya tawar politik keluarganya bisa membawa PSI menembus parlemen dan lebih meningkatkan perolehan suara pada Pemilu 2029?

Langkah Politik 

Kehadiran dan statement politik Jokowi yang akan mendukung penuh PSI pada kongres PSI pada 19-20 Juli 2025 di Surakarta, disinyalir semakin meneguhkan posisi politiknya terhadap partai berlambang gajah tersebut. Sebelumnya, PSI seringkali menampilkan figur Jokowi dalam membangun image politik, terutama menjelang Pemilu 2024. 

Hal ini ditengarai sebagai bentuk marketing politik PSI untuk merambah segmentasi pemilih Jokowi, terutama Jokowi yang semula sebagai kader PDI-Perjuangan. Oleh karena itu, kongres yang telah diperhelatkan di Surakarta tersebut bukanlah tanpa alasan. Sebab, Surakarta, terutama Provinsi Jawa Tengah dikenal sebagai basis politik PDI-Perjuangan. 

​Kongres PSI diperhelatkan di Surakarta menegaskan bahwa Surakarta, termasuk Jawa Tengah, yang awalnya menjadi basis teritorial politik PDI-Perjuangan kini akan memiliki kompetitor dengan kemunculan PSI di Surakarta, terlebih ada keluarga politik Jokowi yang dinilai masih ada kerenggangan politik dengan PDI-Perjuangan. 

Pasalnya, segmentasi pemilih PDI-Perjuangan bisa bergeser ke PSI dengan kehadiran Jokowi. Kekuatan politik Jokowi di Surakarta dan terutama di Jawa Tengah secara kasatmat terlihat pada proses elektoral 2024.

​Secara faktual, dukungan kongsi politik Jokowi-Prabowo dan PSI pada Pilwalkot Surakarta berbuah manis, karena menjadi pemenang yang diraih oleh Respati Ardi–Astrid Widayani yang berhasil mengalahkan dukungan PDI-Perjuangan terhadap Teguh Prakosa–Bambang Nugroho. 

Kemenangan yang diraih oleh Respati Ardi–Astrid Widayani relatif besar, karena mencapai 60,5 persen suara, termasuk di Pilgub Jawa Tengah, pasangan yang didukung Jokowi-Prabowo, pasangan calon Ahmad Luthfi-Taj Yasinberhasil memenangkan kompetisi dan berhasil mengisolasi kandidat yang didukung oleh PDI-Perjuangan Andika Perkasa-Hendrar Prihadi. 

​Teranyar, Jokowi diprediksi akan menjadi dewan pembina PSI yang kini dipimpin oleh putra bungsunya. Hal ini terekam saat Kaesang Pangarep secara implisit mengatakan bahwa yang akan menjadi dewan pembina ialah yang berinisial ‘J’. Meskipun, pendiri sekaligus Dewan Pembina PSI 2020-2025 nama awalnya berasal dari ‘J’, tapi ia menampik dirinya akan menjadi dewan pembina (Tempo, 2025). 

Sebagai partai politik yang masih berada di luar parlemen, PSI tentu memerlukan kekuatan politik yang besar untuk menentukan preferensi pemilihnya pada Pemilu 2024. Sebab, Jokowi bukanlah sebagai aktor utama yang memegang kendali kekuasaan di jabatan formal, melainkan berada di elite politik informal. Kekuatan politik Jokowi akan diuji pada Pemilu 2029, terutama popularitas dan akseptabilitasnya masih relevan atau justru terseok-seok di para pemilih. 

*Penulis Adalah Dosen Ilmu Pemerintahan di Universitas Pamulang, Kota Serang.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER