Rabu, 23 Juli, 2025

Soroti Akar Masalah Pangan, Komisi IV DPR: Kebijakan Harga Gabah dan Beras Tidak Logis

“Dengan konversi gabah ke beras hanya 50%, maka menjual di harga Rp13.000 saja sudah rugi"

MONITOR, Jakarta – Komisi IV DPR RI menggelar rapat kerja bersama Menteri Pertanian di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025). Rapat kerja dengan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, beserta jajarannya tersebut dihadiri oleh Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, serta diikuti oleh 21 anggota dari 8 fraksi.

Pada kesempatan itu Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof Rokhmin Dahuri menyampaikan pandangan kritis terhadap berbagai pelanggaran dan ketimpangan tata kelola pangan nasional, yang menurutnya sudah berlangsung selama puluhan tahun secara berulang (repeated).

“Kalau kita cerdas dan ikhlas, berarti ada sesuatu yang salah dalam cara kita menangani persoalan ini. Artinya, kita belum menyentuh akar masalahnya,” tegas Prof. Rokhmin di hadapan Menteri Pertanian dan jajaran.

Dalam penjelasannya, Prof. Rokhmin menyebut salah satu akar masalah aktual adalah kebijakan harga gabah dan beras yang dinilai tidak logis secara ekonomi. Ia menyoroti penetapan harga pembelian gabah kering panen oleh Bulog sebesar Rp6.500 per kilogram di segala kualitas, sementara harga eceran tertinggi (HET) beras dipatok Rp12.500 per kilogram.

- Advertisement -

“Dengan konversi gabah ke beras hanya 50%, maka menjual di harga Rp13.000 saja sudah rugi. Ini kebijakan yang tidak sesuai dengan sunatullah ekonomi,” jelasnya.

Prof. Rokhmin mengajak seluruh anggota Komisi IV dan Kementerian Pertanian untuk tidak lagi terjebak pada pendekatan permukaan dan pencitraan semata. “Komisi IV saat ini adalah mitra sejati Kementerian Pertanian, bukan mitra basa-basi. Kita ingin jujur dan blak-blakan demi memperbaiki nasib rakyat,” ungkapnya.

Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran dan kecurangan di sektor pertanian, sembari mengajak semua pihak untuk bekerja dengan tulus dan berorientasi pada solusi jangka panjang yang menyentuh akar persoalan.

“Kalau pemerintah hanya bekerja hangat-hangat tahi ayam setelah diliput TV, itu dosa bagi kita semua. Rakyat, khususnya petani dan nelayan kecil, sudah terlalu lama menderita,” tutup Prof. Rokhmin.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER