MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan mengecam keras beredarnya informasi empat pulau di Kabupaten Kepulauan Anambas yang ditawarkan di situs properti internasional. Ia meminta Pemerintah menelusuri dan bertindak tegas karena ini menyangkut kedaulatan negara.
Adapun 4 pulau di Anambas yang ditawarkan di situs jual beli internasional tersebut adalah Pulau Rintan, Mala, Tokongsendok, dan Nakob dengan embel-embel eco-resort, akses transportasi, dan status ‘siap disewakan jangka panjang’.
“Ini persoalan serius. Bagaimana mungkin pulau-pulau di kawasan konservasi laut bisa ditawarkan ke investor asing secara terang-terangan? Ini menunjukkan tata kelola kita rapuh, dan aparat negara lalai menjaga kedaulatan ekologisnya sendiri,” kata Daniel Johan, Senin (23/6/2026).
Daniel menegaskan bahwa keempat pulau yang dimaksud berada di dalam zona konservasi laut, di mana segala bentuk aktivitas ekonomi harus tunduk pada prinsip kehati-hatian dan perlindungan ekosistem.
Tak hanya itu, Daniel menilai komersialisasi wilayah ini dalam format ‘eco-resort mewah’ justru berpotensi merusak daya dukung lingkungan jika tidak dikendalikan secara ketat dan transparan.
“Jangan bungkus perampasan ruang hidup dengan istilah ramah lingkungan. Kalau prosesnya ilegal, kalau masyarakat lokal tersingkir, dan kalau ekosistem rusak, maka tidak ada yang ‘eco’ dari resort semacam itu,” tegasnya.
Untuk diketahui, publik dihebohkan dengan penjualan sejumlah pulau di Kabupaten Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau di situs jual beli internasional. Sepasang pulau di Kepulauan Anambas berstatus for sale ditawarkan melalui situs https://www.privateislandsonline.com lengkap dengan deskripsi keindahan pulau yang cantik dan potensial dikembangkan menjadi resort ekowisata kelas atas apalagi, lokasi pulau hanya sekitar 200 mil laut dari Singapura.
Meski begitu, penjual tidak mencantumkan harga, melainkan harga sesuai permintaan atau price upon request. Adapun pulau pertama yang ditawarkan memiliki luas sekitar 141 hektare, dengan tanaman hijau tropis yang rimbun serta dilengkapi laguna dan pantai alami. Sementara pulau kedua lebih kecil, hanya 18 hektare.
Sesuai standar Indonesia, pasangan pulau di Kepulauan Anambas ditawarkan dalam bentuk kepemilikan saham, di mana dua perusahaan pemilik saat ini sedang dalam proses peningkatan status menjadi PT PMA (Penanaman Modal Asing) yang memungkinkan investasi asing.
Menurut Daniel, isu ini membuka realitas lebih dalam bahwa masih banyak pulau kecil di Indonesia yang belum memiliki kejelasan administratif, belum masuk dalam sistem pertanahan nasional, dan minim pengawasan lintas kementerian.
“Kelemahan ini menjadi pintu masuk bagi pihak swasta atau asing untuk mengklaim, menyewakan, bahkan menjual wilayah laut dan pulau tanpa otorisasi negara,” tutur Daniel.
Daniel pun mengkritik keras adanya indikasi bahwa perusahaan yang menawarkan pulau tersebut sedang dalam proses menjadi Penanaman Modal Asing (PMA).
“Ini bahaya laten. Status PMA seharusnya tidak boleh dijadikan celah untuk mengelola wilayah strategis kelautan dan konservasi. Jika tidak dikendalikan, maka kedaulatan ekologis kita bisa dikapitalisasi oleh pemodal asing di balik legalitas administratif,” ungkapnya.
Karena itu, Daniel mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Investasi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN), dan Kementerian Dalama Negeri (Kemendagri) untuk menelusuri pihak yang mengiklankan pulau-pulau tersebut.
“Kementerian-Kementerian tersebut harus memastikan siapa yang memberi hak kelola, apa dasar hukumnya, dan apakah ada peran pejabat atau aktor lokal yang bermain di belakang layar,” sebut Daniel.
“Pemerintah harus bersikap tegas dan menelusuri bagaimana bisa pulau yang berada dalam kedaulatan Indonesia diperjualkanbelikan. Negara tak boleh diam, ini menyangkut kedaulatan dan harga diri bangsa,” imbuhnya.
Daniel juga meminta adanya evaluasi ketat atas investasi asing di kawasan konservasi. Ia menyebut izin pengelola swasta harus dicabut apabila ditemukan adanya kawasan konservasi yang disewakan.
“Tidak boleh ada PMA yang diberikan izin di wilayah yang sudah ditetapkan sebagai kawasan konservasi tanpa evaluasi dampak ekologis, sosial, dan kultural yang menyeluruh. Jika perlu, cabut izinnya,” ucap Daniel.
Sebelumnya, KKP menegaskan bahwa keempat pulau di Kepulauan Anambas tidak diperjualbelikan karena merupakan wilayah kedaulatan Indonesia. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas Nomor 3 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 2023 sampai 2043, alokasi ruang keempat pulau ini merupakan kawasan pariwisata.
Regulasi pulau-pulau kecil yang ada pun lebih mengarah pada pengelolaan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil, kepemilikan lahan dan tanah di pulau kecil, serta pengalihan saham dan investasi di pulau kecil. Penguasaan dan pemanfaatan di pulau kecil juga tidak dapat dikuasai seluruhnya oleh investor.
Secara lebih rinci, KKP menyebut 30 persen lahan harus dikuasai negara untuk difungsikan sebagai area lindung, akses publik, dan kepentingan umum lainnya. Kemudian dari 70 persen area yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha wajib mengalokasikan untuk ruang terbuka hijau. Sementara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) masih mempelajari persoalan tersebut.
Terkait hal ini, Daniel meminta antar Kementerian di Kabinet Merah Putih untuk bersinergi dan satu suara dalam mengambil kebijakan.
“Semua harus berpegang kepada UU dan peraturan, jangan di antara menteri di kabinet saling beda,” pesan Legislator dari Dapil Kalimantan Barat I tersebut.
Daniel pun mendorong pemerintah untuk menyusun peta hukum dan ekologi seluruh pulau kecil di Indonesia. “Tidak bisa lagi negara buta terhadap status aset strategisnya sendiri,” tambahnya.
Lebih lanjut, Daniel mengatakan Komisi IV DPR mendukung langkah hukum tegas terhadap pihak-pihak yang tanpa wewenang memasarkan atau memperdagangkan pulau. Ia mengingatkan bahwa persoalan ini bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi potensi tindak pidana atas aset negara.
“Saya juga ingin mengingatkan bahwa pembangunan dan investasi di wilayah pesisir tidak boleh mengusir masyarakat lokal dari ruang hidupnya. Negara harus berdiri di depan menjaga hak komunitas pesisir, bukan tunduk pada kehendak korporasi,” ujar Daniel.
Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan kelautan dan lingkungan hidup termasuk isu pesisir itu menegaskan pulau bukanlah properti pribadi. Untuk itu, Daniel meminta Pemerintah mengusut tuntas masalah promosi penjualan pulau di Anambas ini.
“Pulau adalah bagian dari ruang hidup bangsa dan warisan ekologis kita yang tidak bisa diperjualbelikan. Pemerintah tidak bisa hanya diam atau sekadar klarifikasi. Ini waktunya tindakan konkret, audit, penegakan hukum, dan reformasi tata kelola kelautan secara menyeluruh,” tukasnya.
Di era geopolitik modern, tambah Daniel, penguasaan wilayah tidak lagi dilakukan dengan senjata, melainkan lewat transaksi dan perizinan. Karenanya, ia meminta negara untuk siaga menghadapi kasus-kasus seperti Kepulauan Anambas ini.
“Bila negara tidak segera bertindak, maka upaya menjaga laut dan pulau Indonesia hanya akan menjadi slogan,” tutup Daniel.