MONITOR, Jakarta – Aktivis perempuan dari Sarinah Institute, Luky Sandra Amalia mengapresiasi perhatian Ketua DPR RI Puan Maharani terhadap nasib perempuan yang semakin banyak menjadi korban jeratan pinjaman online (pinjol). Sebagai tokoh perempuan di tingkat nasional, sikap Puan dinilai mencerminkan sensitivitas gender yang penting dalam menangani krisis ekonomi yang berdampak langsung terhadap kelompok rentan, khususnya perempuan.
“Keberpihakan Ketua DPR RI, Puan Maharani, tentu patut diapresiasi. Sebagai perempuan, Puan punya gender sensitivity terhadap persoalan-persoalan perempuan, itu patut diapresiasi,” kata Luky Sandra Amalia, Selasa (29/4/2025).
Amalia menilai, fenomena perempuan yang terjerat pinjaman online saat ini memang mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Dalam banyak kasus, perempuan tidak hanya menanggung beban ekonomi, tetapi juga mengalami tekanan psikologis, kekerasan dalam rumah tangga, bahkan hingga kehilangan nyawa.
“Kasus perempuan terlilit pinjol memang semakin mengkhawatirkan karena memang perempuan merupakan kelompok paling rentan terkait dengan economic security (keamanan ekonomi), terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit seperti saat ini,” tuturnya.
“Ketika perempuan menjadi korban pinjaman online, maka bisa dipastikan akan berdampak buruk pada keamanan dirinya, keluarganya, dan masa depannya,” imbuh Amalia.
Menurut Amalia, bahkan sudah banyak perempuan, termasuk keluarganya, yang harus kehilangan nyawa akibat terlilit masalah utang pinjol.
“Ini kan seolah perempuan-perempuan korban pinjol ini harus berjuang sendirian menghadapi provider-provider pinjol tanpa berbekal pengetahuan yang memadai,” ungkap Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Adapun Puan memberikan perhatian terhadap fenomena perempuan yang kian banyak terjerat masalah pinjol, khususnya perempuan kepala keluarga. Apalagi fenomena perempuan menjadi korban pinjol sudah berlangsung sejak lama.
Berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sejak 2018 hingga 2024, terdapat 1.944 pengaduan korban pinjol dari Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan luar Jabodetabek. Sebanyak 1.208 (62,14 persen) korban adalah perempuan, sisanya 734 (37,76 persen) adalah laki-laki.
Hal yang sama juga diungkap penelitian dari Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia pada tahun 2022 yang menunjukkan perempuan mengakses pinjol untuk memenuhi kebutuhan keluarga, disusul kebutuhan pribadi, dan membuka usaha.
Melihat fonomena itu, Amalia menyerukan agar Pemerintah mengambil tanggung jawab penuh dalam menyelesaikan persoalan ini. Menurutnya, hanya Pemerintah yang memiliki otoritas dan kapasitas menindak tegas penyedia pinjol ilegal.
“Negara harus hadir menyelesaikan persoalan ini dan menyelamatkan perempuan-perempuan Indonesia dari jeratan pinjol karena hanya pemerintah yang memiliki otoritas penuh untuk menindak provider-provider pinjol, terutama yang ilegal, sekaligus membangun keamanan ekonomi yang lebih sensitif gender,” tegas Amalia.
Amalia mengakui bahwa saat ini sudah ada beberapa upaya yang digagas Pemerintah untuk mengatasi masalah pinjol, seperti pelaporan yang bisa dilakukan melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), hingga Polri.
Kemudian ada juga literasi keuangan dan digital melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), hingga bantuan sosial melalui Kementerian Sosial (Kemensos). Meski begitu, menurut Amalia, sarana-sarana tersebut masih belum optimal untuk menyelesaikan masalah pinjol yang juga banyak menjerat perempuan.
“Persoalannya, kasus perempuan terlilit utang pinjol justru semakin meningkat, berarti kan masih ada kebijakan yang perlu dibenahi dari upaya-upaya tersebut atau Pemerintah perlu meningkatkan lagi law enforcement-nya supaya provider-provider pinjol itu melihat keseriusan Pemerintah,” jelasnya.
Amalia pun berharap perhatian Puan terhadap persoalan ini semakin meningkatkan awareness Pemerintah. Hal ini penting mengingat kasus perempuan terjerat pinjol, khususnya perempuan kepala rumah tangga, tidak kunjung reda.
“Langkah konkret Pemerintah tentu sangat dibutuhkan. Dan perlu sinergi yang serius antar stakeholders terkait,” sebut Amalia.
Amalia menambahkan sinergi antar pihak terkait harus semakin dimaksimalkan, mulai dari tindakan pencegahan melalui pengaturan regulasi dan peningkatan pengetahuan tentang keamanan ekonomi.
“Kemudian penyelesaian kasus melalui otoritas hukum dan sosial, hingga after case-nya melalui pemberdayaan ekonomi supaya para perempuan korban pinjol bisa keluar dari lingkaran setan himpitan ekonomi,” tambahnya.
Untuk diketahui, Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti fenomena perempuan yang terjebak dalam praktik pinjaman online (pinjol), khususnya perempuan kepala keluarga. Ia mengatakan fenomena ini sangat memprihatinkan, terutama bagi perempuan yang merupakan pilar utama ketahanan keluarga.
“Peningkatan jumlah perempuan yang terjebak dalam pinjaman online menunjukkan adanya ketidakberdayaan mereka dalam menghadapi situasi ekonomi yang sulit,” ujar Puan Maharani, Senin (28/4).
“Perempuan adalah agen pembangunan bangsa dan pilar ketahanan keluarga, dan kita tidak bisa membiarkan mereka terperangkap dalam siklus utang yang merugikan,” imbuh perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Puan menegaskan, fenomena ini harus segera diatasi. Ia menekankan pentingnya layanan finansial yang lebih aman dan ramah bagi perempuan, terutama bagi perempuan sebagai kepala keluarga yang menopang kehidupan keluarganya.
“Negara harus memastikan memberikan akses terhadap layanan finansial yang lebih aman dan ramah bagi perempuan. Khususnya bagi perempuan sebagai kepala keluarga yang harus menjadi tulang punggung bagi anggota keluarganya,” ucap Puan.
Mantan Menko PMK ini juga mendesak pemerintah dan lembaga terkait untuk segera memperketat regulasi terhadap industri pinjol serta mendorong penyediaan pinjaman dengan suku bunga yang lebih wajar. Puan juga meminta edukasi terhadap masyarakat terus dilakukan.
“Pentingnya edukasi kepada masyarakat, khususnya perempuan, mengenai risiko yang terkait dengan pinjol,” kata cucu Bung Karno tersebut.
“Perempuan harus dilindungi dari praktik pinjol yang merugikan,” tutup Puan.