MONITOR, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani meminta pemerintah serius dalam memberantas judi online. Menurutnya, judi online atau judol mengancam masa depan anak bangsa dan telah banyak merusak sendi-sendi kehidupan, termasuk ketahanan keluarga.
Puan mengatakan, praktik judi online sudah semakin banyak menyasar anak-anak. Ia menyebut, judi online semakin mengkhawatirkan di Indonesia dan bisa merusak masa depan generasi penerus.
“Judi online tidak boleh dibiarkan berkembang semakin luas. Judol mengancam masa depan anak bangsa,” kata Ketua DPR RI, Puan Maharani, Senin (28/4/2025).
Menurut keterangan Kementerian Komunikasi dan Digital, saat ini terdapat 80 ribu anak di bawah usia 10 tahun yang terpapar judi online melalui games di handphone.
Puan mengatakan, praktik judi online harus segera diatasi untuk menyelamatkan generasi muda dari paparan judol yang semakin mengkhawatirkan.
“Kita ketahui bersama, anak-anak semakin banyak yang terpapar karena mudahnya akses melalui internet. Ini tentunya menjadi ancaman nyata untuk generasi muda kita,” ujarnya.
Sebagaimana ramai diberitakan, aktivitas perjudian online yang merajalela, sistematis dan masif telah menyebabkan munculnya banyak perilaku kriminal turunan. Seperti meningkatnya kasus bunuh diri dan pembunuhan antar anggota keluarga.
Pada akhir tahun lalu, seorang pria di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, nekat merampok dan membunuh ibu kandungnya sendiri berinisial R berusia 80 tahun. Ia membunuh ibunya sendiri demi bisa bermain judi online.
Kemudian, ada juga kejadian bunuh diri yang dilakukan oleh laki-laki berinisial THP pada awal tahun ini akibat kecanduan judi online. Pria berusia 27 tahun tersebut diduga depresi buntut judol.
Puan menyoroti bagaimana judi online telah memengaruhi banyak sendi kehidupan.
“Judi online benar-benar telah merusak sendi-sendi kehidupan bangsa, termasuk ketahanan keluarga. Fenomena seperti ini harus dihentikan,” tegas perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI tersebut.
Adapun Komnas HAM hingga LPSK melaporkan, lonjakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran anak, hingga bunuh diri dalam beberapa tahun terakhir kerap memiliki benang merah dengan keterlibatan anggota keluarga dalam praktik judi daring.
“Dari situ kita dapat melihat bahwa dampak judi online bukan hanya finansial, tapi juga dari sisi sosial dan psikologis. Pemerintah harus secepatnya memberantas judi online ini sampai ke akar-akarnya,” ujar Puan.
Puan pun menilai, penanganan judi online harus dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak dan menggunakan pendekatan yang berkelanjutan.
“Mengatasi judi online, termasuk bagi anak-anak dan remaja, memerlukan kerja sama antara pemerintah, platform media sosial, penyedia layanan internet, serta masyarakat luas,” jelasnya.
Lebih lanjut, Puan menanggapi laporan dari Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap bahwa nilai perputaran dana judi online di Indonesia telah mencapai Rp 1.200 triliun sepanjang tahun berjalan. Menurutnya, laporan ini mengejutkan sekaligus menyentak nurani kolektif bangsa.
“Bukan hanya karena besarnya nilai uang tersebut yang melampaui anggaran pendidikan nasional tetapi juga fakta ini mengindikasikan bahwa sistem pengawasan finansial digital memiliki masalah yang sangat krusial,” terang Puan.
Berdasarkan informasi, angka perputaran uang judol sebesar Rp 1,2 triliun ini melonjak drastis dari tahun sebelumnya yang telah menyentuh hingga Rp 981 triliun. Artinya, ada kenaikan lebih dari Rp 200 triliun hanya dalam waktu beberapa bulan. Puan sepakat jika hal tersebut dapat dianggap sebagai kondisi yang mengancam integritas sistem hukum, finansial, dan sosial secara keseluruhan.
“Maka kami mendorong agar pemerintah memperketat aturan dan literasi digital karena ekspansi judi online tak bisa dilepaskan dari kecanggihan teknologi finansial yang berkembang jauh lebih cepat dibanding adaptasi regulasi dan pengawasan negara,” papar mantan Menko PMK itu.
Puan pun mendorong keterlibatan berbagai elemen bangsa untuk mengatasi masalah judi online. Termasuk dari lingkungan pendidikan, seperti kampanye anti-judol di sekolah-sekolah.
“Kurikulum pendidikan dan kampanye publik harus memuat bahaya dan implikasi sosial dari judi online. Harus banyak pendekatan yang dilakukan, jadi hanya pendekatan moralistik,” imbuh Puan.
Puan menilai diperlukan pula sistem keuangan baru yang membutuhkan pembaruan regulasi yang adaptif untuk menghalau praktik judol.
“Negara harus benar-benar hadir mengatasi persoalan judol. Jika tidak, kita akan terus menyaksikan triliunan rupiah yang seharusnya memperkuat ketahanan ekonomi justru lenyap dalam sistem gelap yang tak terjangkau hukum,” tukas cucu Bung Karno tersebut.
“Pastikan juga bandar-bandar judol diberantas, bukan hanya pemain-pemain tengah atau pelaku kecilnya agar aktivitas judol tidak mati satu, tumbuh seribu. Ini sekaligus demi memastikan penegakan yang berkeadilan,” lanjut Puan.
Selain itu, Puan menilai juga dibutuhkan regulasi yang dapat memperketat pengawasan terhadap perbankan, e-wallet, dan operator seluler yang diduga memfasilitasi transaksi judi online.
“Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia dapat menerapkan sanksi administratif terhadap lembaga yang terbukti lalai,” katanya.
Puan memastikan DPR akan terus mengawal masalah pemberantasan judi online.
“Pemberantasan judi online harus menjadi komitmen kita bersama demi memastikan generasi penerus bangsa terbebas dari aktivitas yang dapat merusak masa depan mereka,” tutup Puan.