MONITOR, Jakarta – Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR menghapus usulan Pemerintah soal TNI yang memiliki wewenang untuk membantu menangani masalah penyalahgunaan narkotika terkait Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Panja juga hanya menyetujui 15 kementerian/lembaga yang bisa diisi prajurit aktif TNI, dari yang awalnya diusulkan 16 pos.
“Awalnya dalam RUU terbaru, Pemerintah mengusulkan tiga tugas baru. Namun, saat ini hanya ada dua usulan,” kata Anggota Komisi I DPR sekaligus Panja RUU TNI, TB Hasanuddin, Selasa (18/3/2025).
Menurut pria yang akrab disapa Kang TB ini, Panja hanya menyetujui 2 usulan tambahan peran TNI dari Pemerintah yakni TNI dapat membantu dan menanggulangi ancaman siber, serta TNI bisa membantu dan menyelamatkan WNI dan kepentingan nasional di luar negeri.
“Untuk TNI memiliki wewenang membantu menangani masalah penyalahgunaan narkotika, itu sudah dihilangkan,” ungkap Mayjen (Purn) TNI itu.
Adapun usulan tersebut tugas TNI itu terkait dengan operasi non-militer yang ada di Pasal 7 ayat 2. Pasal tersebut kini telah dihapuskan. Keputusan penghapusan klausal soal tugas TNI untuk membantu menangani masalah penyalahgunaan narkotika diambil dalam rapat lanjutan Panja RUU TNI antara DPR dengan Pemerintah pada Senin (17/3) malam.
Selain soal tugas operasi non-militer itu, Panja juga hanya menyetujui 15 kementerian/lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif TNI. Pemerintah sebelumnya mengusulkan 16 pos bagi TNI untuk mengisi jabatan di kementerian/lembaga.
“Yang sebelumnya diusulkan 16 K/L, saat ini hanya menjadi 15 K/L, di mana Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu dihapus,” terang Kang TB.
Aturan tersebut terkait dengan perubahan Pasal 47 yang dalam UU TNI saat ini, TNI dapat menduduki jabatan pada 10 kementerian atau lembaga. Dalam RUU terbaru, prajurit TNI aktif hanya dapat menjabat di 15 kementerian/lembaga.
Kang TB mengatakan, penambahan lima pos untuk prajurit TNI aktif dicantumkan pada RUU TNI mengingat karena dalam UU terkait kementerian/lembaga yang dimaksud memang sudah dicantumkan aturan tentang hal tersebut sehingga agar lebih rigid, maka dimasukkan juga di dalam RUU TNI. Rinciannya yakni sebagai berikut:
- Peran TNI dalam penanggulangan bencana:
- UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana. Berlaku sejak tahun 2007.
-Dilanjutkan dengan terbitnya Perpres 1/2019 tentang BNPB dimana TNI dilibatkan sebagai unsur pengarah dalam penanggulangan bencana.
- Peran TNI pada Keamanan Laut
- Perpres 178/2014 tentang Bakamla mengatur peran TNI dalam melakukan patroli keamanan dan keselamatan wilayah perairan. Berlaku sejak 2014
- UU 32/2014 tentang Kelautan mengatur tugas Bakamla untuk melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan. Berlaku sejak 2014
- Peran TNI dalam pengelolaan perbatasan
- Perpres 44/2017 tentang Perubahan atas Perpres 12/2010 tentang Badan Nasional Penegelola Perbatasan yang mengatur Panglima TNI sebagai Anggota BNPP pada Pasal 6. Berlaku sejak 2017
- Peran TNI pada BNPT:
- Dalam Pasal 43 I ayat (1) UU No. 5 Tahun 2018, disebutkan bahwa tugas TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang (OMSP). Berlakuk sejak tahun 2018. Berlaku sejak 2018
- Peran TNI pada Kejaksaan Agung
- UU 11/2021 tentang Perubahan atas UU 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Mengatur tentang jabatan Jaksa Agung Muda Pidana Militer. Berlaku sejak tahun 2021
“Sementara, di luar posisi tersebut, prajurit aktif bisa menduduki jabatan sipil lain setelah mundur dari dinas keprajuritan,” jelas Kang TB.
Lebih lanjut, TB juga menjelaskan tentang klausal batas usia pensiun yang tertuang dalam Pasal 53. RUU TNI mengubah batas usia pensiun berdasarkan pangkat. Dalam UU saat ini, batas usia pensiun dibagi menjadi dua klaster, yakni 58 bagi perwira dan 53 bagi tamtama dan bintara.
Sementara dalam RUU TNI berdasarkan naskah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), batas usia pensiun dirinci kembali berdasarkan pangkat. Rinciannya yakni sebagai berikut:
Batas usia pensiun prajurit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
- Bintara dan Tamtama paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun;
- Perwira sampai dengan pangkat Kolonel paling tinggi 58 (lima puluh delapan) tahun;
- Perwira tinggi bintang 1 (satu) paling tinggi 60 (enam puluh) tahun;
- Perwira tinggi bintang 2 (dua) paling tinggi 61 (enam puluh satu) tahun; dan
- Perwira tinggi bintang 3 (tiga) paling tinggi 62 (enam puluh dua).
Di luar itu, ada beberapa pengecualian lain terkait usia dinas. Pertama, khusus bagi Prajurit yang menduduki jabatan fungsional dapat melaksanakan masa dinas keprajuritan yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, untuk perwira tinggi bintang 4 (empat) atau jenderal, batas usia pensiun paling tinggi yakni umur 63 tahun dan dapat diperpanjang maksimal dua kali (dalam setahun) sesuai kebutuhan dan ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Di sisi lain, TB mengatakan bahwa yang memang perlu mendapatkan perhatian dalam revisi UU TNI ini adalah pasal 39. Pasal itu menyatakan prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan menjadi anggota partai politik, kegiatan politik praktis, kegiatan bisnis, dan kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilu dan jabatan politis lainnya.
“Pasal ini tetap sama, prajurit TNI tidak boleh menjadi anggota partai politik, terlibat dalam bisnis, atau mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dan jabatan politik lainya,” urai Legislator dari Dapil Jawa Barat IX tersebut.
Dengan revisi ini, TB berharap UU TNI yang baru dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa mengesampingkan prinsip demokrasi dan supremasi sipil dalam Pemerintah.