MONITOR, Bogor – Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MD KAHMI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Bogor menggelar acara silaturahmi dan buka puasa bersama di kediaman anggota DPR RI 2024 – 2029, Prof. Rokhmin Dahuri MS di Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (6/3/2025).
Sejumlah tokoh hadir pada acara yang dikemas dalam diskusi santai tersebut diantaranya Rektor IPB, Arif Satria, Mantan Gubernur Jakarta Anies Baswedan, Politikus PKB yang juga Anggota DPR RI Jazilul Fawaid dan beberapa tokoh lainnya.
Arif Satria yang juga Ketua Umum ICMI Pusat tersebut menyampaikan pandangan yang sangat menarik mengenai kepemimpinan dan perubahan. Dalam kesempatan tersebut, Prof. Arif Satria menekankan bahwa kepemimpinan memiliki dampak yang berbeda-beda, tergantung pada levelnya.
“Ada tiga level penting dalam kepemimpinan, yaitu memimpin diri sendiri, memimpin orang lain, dan memimpin perubahan. Memimpin diri sendiri adalah hal yang mudah, namun memimpin perubahan adalah hal yang baru, yang sangat cepat,” ujarnya.
Menurut beliau, memimpin diri sendiri memang merupakan langkah awal yang krusial. Seorang pemimpin yang baik harus mampu mengendalikan dirinya terlebih dahulu, baik dari segi pengambilan keputusan, pengelolaan waktu, maupun sikap terhadap tantangan hidup. Namun, tantangan terbesar bagi setiap pemimpin adalah bagaimana memimpin perubahan, apalagi di era yang penuh dinamika seperti sekarang.
Ia menekankan bahwa memimpin diri sendiri mungkin relatif lebih mudah, tetapi memimpin perubahan adalah sebuah tantangan besar, terutama di era yang ditandai oleh percepatan perubahan global.
“Memimpin perubahan adalah sesuatu yang baru dan sangat cepat. Perubahan iklim telah menciptakan dampak luar biasa, begitu juga dengan dinamika global yang bergerak sangat cepat,” ungkapnya.
Prof. Arif menyampaikan bahwa salah satu tantangan global terbesar adalah pemborosan pangan. “Saat ini, sepertiga pangan dunia terbuang dan tercecer,” ujarnya. Ia mengajak semua pihak untuk menyikapi masalah ini dengan aksi nyata, baik dalam skala kecil maupun besar.
Ditempat yang sama, Jazilul Fawaid mengingatkan umat Islam Indonesia bahwa semangat kemerdekaan yang diraih pada bulan Ramadhan adalah bukti nyata kekuatan iman dan ketakwaan. Proklamator kemerdekaan pun menjalankan ibadah puasa saat memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Beliau mengingatkan kita, umat Islam Indonesia yang juga merayakan kemerdekaan bangsa ini pada bulan Ramadhan, untuk menggali semangat yang terkandung dalam kedua peristiwa tersebut. “Proklamator kita berpuasa juga. Jadi, semangat kemerdekaan itu semangat Ramadhan,” katanya.
Dengan berpuasa, kita diajarkan untuk menahan diri dan mengelola energi dengan bijak. “Ramadhan mengajarkan kita untuk berkata tidak pada sesuatu yang dibolehkan. Inilah komitmen yang perlu kita bangun dalam hidup sehari-hari,” jelasnya.
Sementara itu Anies Baswedan mengungkapkan kegelisahannya tentang fenomena korupsi yang marak terjadi, terutama di kalangan orang-orang dengan pendidikan tinggi. Ia mempertanyakan, mengapa banyak pejabat atau orang yang korup justru berasal dari kalangan yang berpendidikan tinggi.
“Korupsi ada di mana-mana. Tapi kenapa yang korupsi itu pendidikannya tinggi-tinggi? Universitas yang terkenal malah nyolong. Ini masalah luar biasa. Kenapa sekolah tinggi-tinggi malah korup?” ujar Anies.
Anies menyoroti bahwa pendidikan tinggi seringkali tidak menekankan nilai kejujuran dan tidak selalu berbanding lurus dengan karakter dan integritas. Bahkan, Anies menjelaskan bahwa banyak universitas yang tidak menekankan nilai kejujuran dan integritas dalam kurikulumnya.
Namun, ada satu hal yang menarik, yakni di Universitas Paramadina, terdapat mata kuliah Anti-Korupsi sebagai Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) yang wajib diambil oleh setiap mahasiswa.
“Di Universitas Paramadina, ada mata kuliah anti korupsi sebagai MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) wajib, satu-satunya di Indonesia,” terangnya.
Anies Baswedan menekankan pentingnya pendidikan usia dini dalam pembentukan karakter anak. Pendidikan di usia dini, dari 0 hingga 6 tahun, dianggap sebagai fase kritis dalam perkembangan moral dan karakter anak.
“Kenapa? Karena pendidikan yang penting adalah pendidikan usia dini, dari usia 0 hingga 6 tahun,” jelasnya, merujuk pada penjelasan John Hartman, pemenang Nobel, yang menekankan bahwa fondasi karakter dibangun sejak usia dini.
Pendidikan usia dini, menurut Anies, adalah kunci utama dalam membentuk karakter bangsa. Seluruh pembelajaran nilai-nilai kehidupan yang membentuk pribadi yang jujur, bertanggung jawab, dan memiliki integritas dimulai di pendidikan anak usia dini (PAUD).
“Seluruh pendidikan karakter itu adanya di TK. Bukan sekadar institusi TK-nya, tapi usia dini. Anak-anak yang mendapatkan pendidikan usia dini yang baik akan memiliki dasar moral yang kuat dan nilai-nilai kejujuran yang tertanam sejak kecil,” tegas mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu.
Anies mengungkapkan bahwa anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan usia dini yang baik akan menghadapi konsekuensi di kemudian hari. “Pada usia senior, biaya kesehatan yang ditanggung olehnya akibat pada usia dini tidak mendapatkan pendidikan yang benar bisa sangat besar,” tuturnya.
Namun, meskipun pendidikan usia dini memiliki peran yang sangat vital, Anies menyampaikan fakta yang mengejutkan bahwa saat ini, 96 persen penyelenggaraannya masih berada di tangan sektor swasta, sementara hanya 4 persen yang diselenggarakan oleh negara. Ini menunjukkan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas pendidikan usia dini yang berkualitas.
Anies menceritakan pertemuannya dengan mantan Mendikbud Daud Yusuf, yang menyatakan bahwa seorang menteri pendidikan idealnya menjabat selama 10 tahun untuk memastikan kesinambungan dan stabilitas kebijakan pendidikan.
“Jika Menteri Pendidikan diganti-ganti setiap saat, apalagi jika penggantian tersebut dilandasi kepentingan politik tertentu, maka kita akan terus-menerus kehilangan kesinambungan dalam pembangunan pendidikan,” ujar Anies.
Banyak anak-anak yang tumbuh dalam iklim korupsi tanpa kesadaran akan bahaya dan dampak negatifnya. Sistem pendidikan saat ini, terutama di usia dini, perlu membekali anak-anak dengan kemampuan untuk menghadapi situasi yang tampak baik tapi tidak benar.
“Pendidikan usia dini adalah kunci untuk membangun bangsa yang berintegritas dan berkarakter kuat. Mari kita jadikan anak-anak kita sebagai generasi yang memiliki moralitas tinggi dan mampu membawa perubahan positif bagi Indonesia,” tutup Anies Baswedan.