MONITOR, Jakarta – Kementerian Pertanian (Kementan) mengodok sejumlah regulasi dalam rangka memberikan kepastian iklim investasi peternakan sapi di Indonesia. Hal ini dilakukan dalam rangka dukungan terhadap program Makan Bergizi yang menjadi fokus pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Penyediaan makan bergizi bagi anak dan ibu hamil tidak terlepas dari sumber pasokan daging dan susu sebagai protein hewani,” ucap Agung Suganda, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), dalam pertemuan dengan seluruh Direktur dan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Surabaya (24/12/2024).
Agung menegaskan kembali, bahwa pemenuhan daging sapi dan susu akan dicapai melalui Peningkatan Produksi Susu dan Daging Nasional (P2SDN). Pencapaian target P2SDN berupa penyediaan kebutuhan daging sapi sebesar 0,77 juta ton dan susu sebanyak 4,7 juta ton. Agung mengatakan bahwa jumlah kebutuhan daging sapi tersebut dipenuhi dengan produksi dalam negeri sebanyak 0,37 juta ton dan sisanya sebanyak 0,4 juta dengan importasi.
Guna memberikan nilai tambah dan meluaskan lapangan usaha peternakan di Indonesia kebutuhan daging sapi dilakukan melalui pemasukan sapi hidup sebanyak 200 ribu ekor sapi setiap tahunnya dari 2025 sampai dengan 2029, sehingga total pemasukan sapi ditargetkan sebanyak 1 juta ekor.
Penambahan ini tidak sekadar mengejar jumlah populasi, tetapi juga mempertimbangkan perlunya jenis ternak baru yang dapat meningkatkan mutu genetik ternak sapi yang dipelihara di Indonesia.
Untuk itu, Kementerian Pertanian telah melakukan penilaian terhadap negara asal sumber ternak sapi, dengan mempertimbangkan kesesuaian iklim, harga yang bersaing, dan ternak yang bebas dari penyakit hewan menular. Beberapa negara asal sumber ternak sapi yang telah diidentifikasi adalah Australia, Meksiko, Brazil, New Zealand, dan Kanada.
Dalam memastikan pemasukan ternak dari negara-negara tersebut, Kementerian Pertanian telah menggodok sejumlah peraturan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pengusaha peternak sapi.
Di kesempatan terpisah, Direktur Kesehatan Hewan, Imron Suandy, menjelaskan bahwa revisi dilakukan terhadap payung hukum pemasukan sapi impor dari negara-negara tersebut berupa Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2026 tentang Pemasukan Ternak dan Produk Hewan Dalam Hal Tertentu, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2023 guna memastikan perlindungan negara dari ancaman bahaya kesehatan hewan dan pemenuhan syarat teknis kesehatan hewan untuk sapi-sapi yang akan dimasukan.
“Pemasukan (sapi) tidak hanya dapat dilakukan dari Australia, tetapi juga (dari) Brazil yang bebas PMK,” jelas Imron. Imron juga menjelaskan bahwa pertimbangan penetapan Brazil sebagai negara asal pemasukan ternak sapi, adalah karena status zona bebas dari PMK yang telah diakui oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (World Organisation for Animal Health/WOAH).
Selain mempertimbangkan status bebas penyakit PMK, pemasukan sapi dari Brazil juga mempertimbangkan tingginya populasi sapi sebagai sumber pasokan yang berkelanjutan. Brazil adalah pengekspor daging sapi terbesar di dunia, dengan kontribusi mencapai 30% dari total ekspor daging sapi dunia pada tahun 2022.
Selain itu, Brazil memiliki sapi perah jenis Girolando yang merupakan persilangan dari sapi Zebu (Gyr) asal India dengan sapi Holstein asal Belanda. Sapi Girolando ini berkontribusi terhadap 80% dari total produksi susu di Brazil. Sapi Girolando memiliki karakteristik daya adaptasi yang baik pada iklim tropis dan memiliki produktivitas yang tinggi. Brazil dan Indonesia memiliki kesamaan iklim, hal ini yang menjadi keyakinan kami bahwa sapi perah kami dapat berkembang optimal di Indonesia, ucap Imron menutup penjelasannya.