MONITOR, Jakarta – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) terus dikejar DPR agar segera sah menjadi undang-undang. Ketua Komisi XIII DPR, Willy Aditya menegaskan RUU PPRT penting untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pekerja rumah tangga.
“Kami akan tancap gas untuk lakukan pembahasan yang telah lama tertunda ini. Ini menyangkut perlindungan rakyat Indonesia, khususnya demi masyarakat yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga,” ungkap Willy Aditya, Rabu (30/10/2024).
Willy pun menilai pengesahan RUU PPRT sejalan dengan visi misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya terkait dengan peningkatan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. “Ada penegasan dalam asta cita Presiden Prabowo soal peningkatan SDM, DPR tentu selalu siap mengakselerasinya. Kita mulai dari RUU PPRT ini dengan tambahan energi baru di DPR,” tuturnya.
Willy menjelaskan DPR terus berkomitmen untuk memperjuangkan seluruh kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Termasuk mempercepat pembahasan RUU PPRT yang sudah dinantikan hampir 2 dekade ini. “Banyak kasus terkait teman-teman PRT yang tidak bisa ditindaklanjuti karena tidak adanya undang-undang yang mengatur secara khusus tentang perlindungan hukum PRT. Ini yang akan kita perjuangkan,” tegas Willy.
Data dari Komnas Perempuan menunjukkan bahwa antara 2019 hingga 2023 terdapat setidaknya 25 kasus terkait PRT yang dilaporkan, mencakup kekerasan fisik dan seksual. Tanpa adanya regulasi yang jelas, banyak kasus berakhir tanpa proses hukum.
Salah satu kasus kekerasan kepada PRT bisa dilihat dari kejadian yang menimpa RN (18) tahun 2022 silam. PRT asal Cianjur tersebut mengalami serangkaian penyiksaan dari majikannya.
Akibatnya RN sempat dibawa ke RSPAD Gatot Subroto dan mengalami trauma. Kasus yang menimpa RN pada kenyataannya kerap dialami oleh banyak PRT lainnya, hanya saja tidak semua terungkap. “DPR harus menjadi garda terdepan untuk melindungi seluruh masyarakat melalui fungsi legislasinya dengan membuat undang-undang, termasuk perlindungan untuk PRT,” kata Willy.
Untuk diketahui, jumlah PRT di Indonesia tidak sedikit dan diperkirakan mencapai 5 juta orang. Profesi PRT kerap berada dalam situasi yang rentan. Hal ini lantaran PRT tidak memiliki pengakuan resmi sebagai pekerja sehingga tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti upah yang layak, jaminan sosial, dan perlindungan dari kekerasan.
Adapun tujuan dari RUU PPRT sendiri adalah agar ada pengakuan PRT sebagai pekerja yang memiliki hak-hak dan mendapatkan perlindungan hukum. Mulai dari perlindungan dari tindak kekerasan, diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan.
RUU PPRT juga memberikan kepastian hukum yang mengatur hubungan antara PRT, pemberi kerja, pemerintah, dan pihak lain yang terkait. Kemudian menjamin hak-hak asasi PRT, seperti tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, bangsa, ras, agama, suku, bahasa, dan warna kulit, serta meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan PRT dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Badan Legislasi (Baleg) DPR telah memastikan RUU PPRT akan menjadi salah satu RUU yang masuk dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) tahun ini. Willy yang juga mantan wakil ketua Baleg DPR itu menjelaskan RUU PPRT pada periode lalu sebenarnya sudah lengkap dan memiliki surat dari presiden sebelumnya untuk membahas bersama DPR. “Namun karena kondisi politik saat itu akhirnya penuntasan RUU PPRT ditunda,” sebutnya.
Willy pun menyebut komitmen yang selaras antara pemerintah dan DPR untuk memberi perhatian serius dalam bidang SDM akan menjadi energi baru dalam pembahasan RUU PPRT. Apalagi fraksinya, yakni Fraksi NasDem sangat mendukung RUU PPRT dan juga masih menempatkan perwakilannya sebagai wakil ketua Baleg. “Ini akan menjadi salah satu fokus dalam 100 hari ke depan. Tidak terlampau sulit lagi karena jejak kebersamaan pemerintah dan DPR dalam pembahasan RUU PPRT ini telah ditoreh sebelumnya,” terang Willy.
“Saya bersama Fraksi NasDem dan fraksi-fraksi lainnya terus berupaya keras agar RUU PPRT ini menjadi kado 100 hari pertama pemerintah Prabowo,” lanjut Legislator dari Dapil Jawa Timur XI tersebut.
Willy mengatakan dukungan DPR, organisasi sipil, dan Lemerintah terhadap pembahasan RUU PPRT akan menjadi harapan cerah pelindungan SDM Indonesia ke depan. “Dalam pidato-pidato Presiden Prabowo, beliau selalu beri catatan penting soal pelindungan SDM dan SDA untuk kesejahteraan rakyat. Kita perlu bersama dukung niat-niat baik ini,” ucap Willy.
Pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan reformasi regulasi dan perlindungan hukum ini berharap hadirnya undang-undang bagi PRT akan menghadirkan perubahan sikap masyarakat terhadap pekerja domestik. Willy juga menilai
kontribusi pekerja rumah tangga akan lebih dihargai bila nantinya RUU PPRT disahkan.
“Ini juga dapat mengurangi stigma negatif terhadap pekerja rumah tangga sebagai pekerjaan yang tidak layak. Dan dengan mayoritas pekerja rumah tangga adalah perempuan, pengesahan RUU ini akan menjadi langkah signifikan dalam memperkuat keadilan gender,” paparnya.
Pengesahan RUU PPRT memang berkesinambungan dengan amanat konstitusi Indonesia dan konvensi internasional seperti CEDAW (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan) yang telah diratifikasi oleh Indonesia bahwa negara berkewajiban untuk melindungi hak-hak perempuan termasuk dalam konteks pekerjaan.
Dengan mempertimbangkan urgensi, tantangan dan implikasi dari pengesahan RUU ini, Willy menekankan sangat penting bagi Negara untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Sekalipun merupakan pekerjaan di sektor informal, profesi PRT harus mendapat hak dan perlindungan yang sama.
“Pengesahan RUU PPRT akan memperkuat sistem hukum di Indonesia dengan memberikan kerangka kerja yang jelas bagi perlindungan pekerja di sektor informal. Hal ini juga dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam menangani isu serupa,” ungkap Willy.
RUU PPRT diketahui tak hanya melindungi pekerja tetapi juga memberikan kepastian hukum bagi pemberi kerja. Hal ini penting dalam menciptakan hubungan kerja yang lebih adil dan setara antara pekerja rumah tangga dan majikan.