MONITOR, Jakarta – Wasekjen Komisi Nasional Haji Fathudin Kalimas menegaskan kesimpulan Pansus Angket Haji DPR tidak berpengaruh pada berbagai inovasi dan prestasi Kementerian Agama selama ini. Setelah satu bulan bekerja, Pansus Angket Haji DPR akhirnya menyampaikan hasil temuannya dalam sidang paripurna DPR ke-8 Masa Persidangan I Tahun 2024-2025 di Senayan, Jakarta, Senin (30/92024).
Komnas Haji memberikan apresiasi kepada Pansus yang berasal dari berbagai fraksi di DPR, yang tetap bekerja hingga hari terakhir masa jabatan mereka.
Dalam laporan resmi setebal lima halaman yang dibacakan secara terbuka di gedung DPR/MPR, terdapat sembilan poin temuan. Namun, Pansus tidak secara tegas menyebut adanya pelanggaran hukum, yang semula diduga menjadi alasan dibentuknya Pansus Angket Haji. Sebaliknya, Pansus menggunakan istilah “ketidakpatuhan” alih-alih “pelanggaran hukum”, yang memiliki makna serta konsekuensi yang berbeda.
Hal ini dianggap wajar, mengingat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (UU PIHU) memiliki sejumlah ketidakselarasan norma, yang berpotensi menimbulkan multitafsir. “Ini tidak hanya menyangkut soal kuota tambahan haji, tetapi juga beberapa hal penting lainnya, terutama yang berkaitan dengan BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) serta kebijakan Arab Saudi, yang berpengaruh pada pengelolaan haji,” kata Fathudin Kalimas.
Salah satu isu utama yang disoroti Pansus Angket Haji DPR adalah pembagian kuota tambahan haji. Menteri Agama membagi kuota tambahan 50% untuk jemaah haji reguler dan 50% untuk haji khusus berdasarkan Pasal 9 ayat (1) dan (2).
Sementara itu, DPR merujuk pada Pasal 64 ayat (2), yang menyatakan bahwa kuota haji khusus maksimal 8%. Masalah ini harus segera diselesaikan karena peluang mendapatkan kuota tambahan setiap tahun sangat terbuka. “Dalam laporannya, Pansus Angket Haji DPR mengajukan beberapa rekomendasi, dengan penekanan pada revisi UU Nomor 8 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, serta UU Nomor 34 Tahun 2014 tentang Keuangan Haji (UUPKH), yang diharapkan dapat memperbaiki tata kelola penyelenggaraan haji. Usulan revisi ini dinilai konstruktif, mengingat Kemenag sudah sejak lama mendorong revisi UU Haji agar lebih sesuai dengan perkembangan haji yang dinamis,” ungkap Fathudin Kalimas lagi.
“Pada akhirnya, hasil akhir dari Pansus Angket Haji DPR tidak sedikit pun mengurangi atau memengaruhi berbagai inovasi dan pencapaian yang telah diraih Kemenag dalam tiga tahun terakhir, terutama dalam hal penyelenggaraan haji,” papar Fathudin Kalimas.
Sejumlah inovasi dan pencapaian yang dinikmati ribuan jamaah haji, antara lain haji ramah lansia yang memprioritaskan jamaah lanjut usia, porsi khusus bagi penyandang disabilitas, serta pelibatan perempuan dalam tim amir al-hajj.
Inovasi dan pencapaian lainnya, yakni penggunaan metode murur dan tanazul saat puncak haji, peremajaan petugas, perluasan layanan fast track di bandara embarkasi, aplikasi Kawal Haji yang menghubungkan jemaah dengan keluarga, serta kebijakan rasionalisasi nilai manfaat dana haji yang adil bagi jemaah yang masih menunggu.
Kerja keras Kemenag ini mendapatkan apresiasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui survei kepuasan jemaah yang menghasilkan nilai positif. Selain itu, laporan keuangan Kemenag tiga tahun berturut-turut memperoleh opini wajar tanpa syarat (WTP) dari BPK.
Bahkan, pemerintah Arab Saudi memberikan penghargaan kepada Indonesia atas keberhasilan mengelola ratusan ribu jemaah, dan misi haji Indonesia di tanah suci dijadikan acuan oleh banyak negara Muslim di dunia.