Jumat, 22 November, 2024

Anggota Komisi IX DPR Dukung Ide Soal Susu Ikan

MONITOR, Jakarta – Komisi IX DPR RI mendukung ide soal susu ikan yang diusulkan masuk dalam program makan bergizi gratis pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto sebagai pengganti susu sapi. Meski begitu Komisi IX DPR menilai lebih tepat apabila istilahnya bukan susu ikan, melainkan minuman bergizi tinggi sebab produk olahan ikan tidak dapat dikatakan sebagai jenis susu.

“Kami menyambut positif ya usulan tersebut, sangat baik. Hanya saja lebih tepat bila dinamakan atau istilahnya adalah minuman bergizi tinggi dari ikan,” ujar Anggota Komisi IX Arzeti Bilbina, Rabu (11/9/2024).

Arzeti menjelaskan penamaan susu ikan dianggap kurang tepat oleh para ahli gizi dikarenakan produk minuman yang dimaksud bukan berasal dari puting ikan langsung seperti halnya dengan sapi.

“Ahli gizi kurang menyetujui dengan bahasa susu ikan, karena susu itu keluarnya dari puting. Sedangkan ikan tidak, sehingga lebih baik menggunakan bahasa minuman bergizi tinggi,” jelasnya.

- Advertisement -

Terlepas dari penamaan tersebut, Arzeti mengatakan gagasan program pengganti susu sapi tersebut sangat baik. Pasalnya ‘susu’ yang berasal dari ikan ini memiliki kandungan omega 3 yang tinggi dan baik untuk mendukung kecerdasan anak-anak.

“Ini hal yang baik, karena kandungan dari ikan bisa menunjang pembentukan generasi emas ke depan. Ikan adalah sumber protein berkualitas, omega 3 nya tinggi, kandungan vitamin dan mineral juga. Serta mendukung kesehatan otak, menjaga kesehatan kulit, dan buat imun juga sangat baik,” papar Arzeti.

“Dulu kita selalu membeli salmon laut dalam yang memiliki kandungan omega tinggi, sedangkan susu sapi kuat lemak jenuhnya,” sambung Legislator asal Jawa Timur I itu.

Susu ikan sebenarnya sudah dikembangkan di Indramayu dengan memiliki beberapa varian rasa seperti vanila, cokelat, dan stroberi. Penambahan rasa ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya terima konsumen, terutama anak-anak, yang kurang familiar dengan rasa alami produk berbasis ikan.

Proses pembuatan susu ikan sendiri dimulai dengan ekstraksi protein dari daging ikan yang diolah melalui serangkaian proses, termasuk penggilingan, ekstraksi, dan pemurnian untuk menghasilkan konsentrat protein ikan. Konsentrat protein ikan ini kemudian dicampur dengan berbagai bahan lain untuk menciptakan tekstur dan rasa yang mirip dengan susu konvensional.

Proses tersebut bertujuan untuk menghasilkan minuman yang memiliki konsistensi mirip susu namun dengan profil nutrisi yang berbeda. Indramayu menjadi pilot project hilirisasi produk laut berbahan baku lokal, termasuk lewat produk susu ikan.

Oleh karenanya Arzeti menyambut ide baik terkait produk minuman dari bahan dasar ikan ini. Ide tersebut juga dianggap bisa menjadi solusi bagi anak-anak yang tidak suka makan ikan.

“Lebih praktis karena bisa langsung diminum anak-anak. Jadi nggak ada alasan lagi anak-anak nggak mau makan ikan karena lewat produk olahan menjadi minuman, rasanya pun bisa lebih diterima anak,” ungkap Arzeti.

“Meskipun ini jadinya produk ultra proses ya, tapi bisa jadi salah satu cara buat anak-anak yang tidak suka ikan. Dan sebaiknya anak-anak diberi asupan ikan karena punya kandungan protein berkualitas, baik juga buat mata,” imbuhnya.

Susu ikan menjadi topik hangat setelah PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) atau ID Food mengumumkan sedang mengkaji penggunaannya sebagai alternatif dalam program makan bergizi gratis yang diusung Prabowo.

Alternatif ini diusulkan mengingat stok susu sapi di Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan dari program makan bergizi dan susu gratis tersebut, yang menyasar 82,9 juta orang yaitu anak sekolah, balita, hingga ibu hamil. Data Kementerian Pertanian, kebutuhan susu di Indonesia saat ini mencapai 4,3 juta ton per tahun dan kontribusi susu dalam negeri terhadap kebutuhan susu nasional baru sekitar 22,7 persen, sisanya masih dipenuhi dari impor.

Meski begitu, pihak Istana Kepresidenan menegaskan susu ikan tidak akan menggantikan susu sapi dalam program makan bergizi gratis di kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Saat ini, Pemerintah belum memiliki rencana resmi untuk menggunakan susu ikan dalam program tersebut.

Hanya saja, Badan Gizi Nasional disebut terbuka terhadap berbagai ide dari pihak luar asalkan sudah terbukti efektif dan dapat diimplementasikan. Beberapa tokoh pemerintahan juga mendukung ide soal susu ikan.

“Memang diperlukan kajian lebih lanjut karena produk minuman konsetrat ikan ini relatif baru dan belum memiliki definisi yang baku dalam standar pangan internasional. Jadi butuh standarisasi dan regulasi mengenai komposisi dan proses pembuatannya,” terang Arzeti.

Komisi IX DPR yang membidangi urusan kesehatan ini menilai, riset lebih lanjut juga diperlukan untuk memperhatikan keamanan produk susu ikan. Arzeti mengingatkan, sebagian orang, utamanya anak-anak, memiliki alergi bawaan terhadap produk berprotein tinggi seperti ikan yang dapat memicu reaksi serius.

“Perlu diperhatikan juga mengenai faktor alergi ketika mengonsumsi produk minuman dari ikan. Anak-anak yang alergi bisa timbul gejala ringan seperti gatal-gatal hingga reaksi yang lebih berat seperti anafilaksis,” sebutnya.

“Dan kalau memang ide ini direalisasi untuk program makan gratis, penting sekali adanya pengawasan ketat dari Badan Gizi Nasional untuk mencegah risiko kontaminasi yang bisa membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak,” tambah Arzeti.

Walau begitu, Arzeti menyatakan ide soal susu ikan tersebut cukup baik mengingat ikan memiliki potensi sebagai sumber protein alternatif, terutama di daerah dengan akses terbatas ke susu sapi. Ikan juga merupakan sumber kekayaan alam unggulan Indonesia.

“Tetap masih diperlukan uji klinis dan penelitian lebih lanjut untuk memastikan keamanan, efektivitas, dan kesesuaiannya sebagai pengganti susu dalam program gizi nasional,” ungkapnya.

Program Makan Bergizi dan Susu Gratis yang digagas Prabowo bertujuan untuk menurunkan angka stunting Indonesia yang cukup tinggi yaitu 21,5 % pada tahun 2023. Stunting adalah gangguan pertumbuhan akibat asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama. Salah satu yang dapat mengatasi masalah stunting dengan peningkatan konsumsi ikan.

Arzeti mengatakan DPR siap memberi dukungan jika pada akhirnya pemerintahan Prabowo nanti akan mengakomodir ide penggunaan susu ikan. Apalagi program susu dari ikan ini juga telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) sejak tahun 2023 sebagai upaya mendorong hilirisasi produk perikanan di mana Indramayu menjadi pilot projectnya.

“Namun Pemerintah harus bisa memastikan bahwa proses produksi, penyimpanan, dan distribusinya memenuhi standar keamanan yang ketat. Pemerintah juga perlu memastikan pasokan susu bergizi tinggi tersebut dapat memenuhi kebutuhan program di seluruh Indonesia,” pesan Arzeti.

“Tidak kalah penting, kita harus memikirkan kelangsungan ekosistem laut, terutama jika peningkatan permintaan susu ikan dapat menyebabkan overfishing dan kerusakan lingkungan,” lanjutnya.

Kajian untuk program minuman bergizi tinggi dari ikan itu pun dinilai perlu lebih detail dan membutuhkan sosialisasi yang masif kepada masyarakat. Pasalnya masyarakat belum terlalu familiar mengonsumsi produk minuman dari ikan.

“Karena ini baru, penerimaan masyarakat pasti akan berbeda-beda. Apalagi rasa dan tekstur susu ikan berbeda dengan susu sapi, jika masyarakat kesulitan menerima susu ikan, program ini bisa kehilangan efektivitasnya. Jadi sangat perlu sosialisasi secara bertahap dan di bawah pengawasan dokter,” jelas Arzeti.

Arzeti juga meminta Pemerintah melakukan evaluasi berkala apabila ke depannya susu ikan masuk dalam program makan gratis. Pemantauan yang terstruktur akan memungkinkan Pemerintah untuk menilai apakah minuman bergizi tinggi ini memberikan manfaat yang sebanding atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan susu sapi.

“Jika ditemukan bahwa minuman bergizi tinggi dari ikan tidak memberikan hasil yang optimal, maka penyesuaian harus segera dilakukan untuk memastikan bahwa tujuan program dalam meningkatkan kesehatan anak-anak tetap tercapai,” urainya.

Menurut Diaz Cartaneda penulis jurnal Replacement of Skimmed Milk with Hydrolyzed Fish Protein and Nixtamal in Milk Substitutes for Dairy Calves, ikan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan susu sapi. Susu dari ikan memiliki kandungan protein yang tinggi, bebas alergen, mudah dicerna oleh tubuh, dan memiliki tingkat penyerapan protein yang lebih tinggi hingga 96% dibandingkan susu sapi. Selain itu, kaya akan asam lemak omega-3, EPA, dan DHA yang sangat penting bagi perkembangan otak dan kesehatan kardiovaskular.

Arzeti pun berpesan agar produk susu ikan juga memperhatikan efektivitas dari sisi ekonomi, mengingat beberapa produk saat ini sudah dijual secara umum.

“Di marketplace sudah ada produk susu ikan yang dijual, tapi harganya masih cukup tinggi. Ini juga mesti jadi perhatian agar bagaimana produk dari ikan ini tak hanya bermanfaat buat kesehatan, tapi juga memajukan sektor ekonomi riil kita, termasuk bagi para nelayan dan pelaku UMKM. BPOM juga harus ketat pengawasannya,” tutup Arzeti.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER