MONITOR, Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani membahas perihal politik tanpa nilai di dalam Sidang Bersama DPR dan DPD tahun 2024. Ia menekankan, perjuangan politik seharusnya diikuti dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara yang tidak berisikan kepentingan diri sendiri dan kelompok.
Dalam sambutannya di Sidang Bersama DPR-DPD, Puan menekankan tentang hakekat demokrasi untuk memberi jalan agar kekuasaan mendapatkan legitimasinya sehingga kekuasaan dapat digunakan untuk mengatur bangsa dan negara dalam memberikan rakyatnya hidup sejahtera sesuai harkat dan martabatnya.
“Akan tetapi, demokrasi dapat juga berjalan pada arah yang salah, yaitu demokrasi yang tidak menjalankan kedaulatan rakyat,” kata Puan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Puan mengingatkan bahwa Konstitusi Indonesia telah meletakkan prinsip dasar berdemokrasi yaitu kedaulatan berada di tangan rakyat, bahwa Indonesia adalah negara hukum dan segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.
“Konstitusi kita telah mengatur bagaimana kedaulatan rakyat harus dijalankan secara kolektif dengan prinsip checks and balances pada cabang-cabang kekuasaan negara eksekutif, legislatif dan yudikatif,” tuturnya.
Puan menyatakan, keseimbangan kekuasaan antar cabang-cabang kekuasaan negara yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Keseimbangan kekuasaan antar cabang-cabang kekuasaan negara eksekutif, legislatif dan yudikatif dapat berjalan dengan baik apabila politik berbangsa dan bernegara berlangsung secara demokratis, yaitu demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
“Hikmat kebijaksanaan adalah suatu kesadaraan akan pentingnya nilai-nilai dalam berbangsa dan bernegara,” terang Puan.
Oleh karena itu, politik berbangsa dan bernegara dijalankan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang beradab, bermartabat, dan beretika. Dengan begitu, kata Puan, perjuangan politik memiliki makna membangun peradaban.
“Apabila politik dijalankan tanpa nilai-nilai, maka perjuangan politik hanya berisikan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau golongan,” sebut perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
Puan kemudian menyinggung soal prinsip demokrasi yang disampaikan pendiri negara Indonesia sekaligus Presiden pertama RI, Sukarno yang disampaikan pada 1 Juni 1945 bahwa demokrasi Indonesia adalah permusyawaratan yang memberi hidup, dan mampu mendatangkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya.
Lebih lanjut, Puan mengutip Sukarno bahwa Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan.
“Tetapi kita mendirikan negara semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu. All for one, One for All,” ucapnya.
Puan lalu mengatakan, seorang Negarawan, akan memikirkan masa depan negara yang harus lebih baik, sedangkan Politisi akan memikirkan masa depan hasil pemilu yang harus lebih baik. Visi tanpa kekuasaan disebut akan menjadi sia-sia dan kekuasaan tanpa visi menjadi sewenang-wenang.
“Oleh karena itu, untuk menjalankan praktik politik kekuasaan, dalam sistem pemerintahan presidensial, dengan keseimbangan cabang-cabang kekuasaan, maka kita membutuhkan Negarawan yang politisi dan Politisi yang negarawan,” jelas Puan.
“Sehingga kekuasaan negara dijalankan untuk kebaikan yang lebih besar, bukannya untuk membesarkan diri sendiri, kelompok, maupun kepentingan tertentu,” sambung mantan Menko PMK tersebut.
Di sisi lain, Puan menyatakan demokrasi juga memberikan ruang kepada rakyat ikut melakukan fungsi kontrol sosial, baik melalui media massa, media elektronik, media sosial, kerja-kerja LSM, pemikiran-pemikiran akademisi, kerja-kerja ormas, dan lain sebagainya. Tujuannya agar kekuasaan yang berasal dari rakyat digunakan sungguh-sungguh untuk kepentingan rakyat.
Puan memahami untuk mewujudkan demokrasi yang sejati bukanlah jalan yang mudah, karena itu jalan yang sulit dilalui.
“Mungkin saja kita terhenti sejenak, tetapi kita tidak boleh mundur, karena tujuan kita mulia, tujuan sejak negara ini didirikan yaitu Indonesia untuk semua, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur,” tegasnya.
Sidang Bersama DPR-DPD yang masih dalam satu rangkaian dengan Sidang Tahunan MPR ini dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wapres Ma’ruf Amin, beserta jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju dan pimpinan lembaga/instansi Negara. Di antaranya seperti Menhan Prabowo Subianto yang juga Presiden terpilih, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.
Sejumlah mantan presiden dan mantan wakil presiden pun turut menjadi tamu undangan. Mereka yang hadir adalah Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Wapres ke-6 RI Try Sutrisno, Wapres ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla, dan Wapres ke-11 RI Boediono.